Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Investasi sekaligus Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan regulasi global terkait investasi di pasar karbon belum cukup adil, terutama bila dibandingkan penerapannya di negara maju dan negara berkembang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Hal tersebut disampaikannya pada sesi panel World Economic Forum (WEF) Annual Meeting 2022 bertajuk "Unlocking Carbon Markets" di Davos, Swiss, Senin, 23 Mei 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Ia menjelaskan, kondisi obyektif setiap negara berbeda, sehingga regulasi global terkait investasi di pasar karbon belum cukup adil. "Harga karbon yang bersumber dari negara maju jauh lebih baik dibandingkan dari negara berkembang, bahkan termasuk negara-negara yang memiliki sumber daya alam untuk menghasilkan karbon," ujar Bahlil dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta hari ini.
Dalam kesempatan itu, ia juga mengutarakan kekhawatirannya bahwa jika mitigasi tak bisa dilakukan, rakyat sekitar hutan tak dapat dijamin bakal memelihara hutan. Sedangkan negara berkembang belum punya cukup modal untuk berinvestasi soal ini.
Oleh karena itu, menurut Bahlil, dibutuhkan kolaborasi yang baik antar tiap pihak. "Kita ingin melahirkan produk yang hijau, tetapi kita juga ingin suatu kolaborasi yang saling menguntungkan dalam rangka investasi."
Forum itu membahas apa yang diperlukan dalam pembiayaan pasar karbon (carbon market financing) untuk mempercepat transisi ke ekonomi tanpa emisi yang ramah lingkungan.
Lebih jauh Bahlil memaparkan bahwa Presiden Joko Widodo atau Jokowi berkomitmen untuk memasuki era zero emission pada 2060, yang akan mulai dilakukan secara bertahap. Ia pun mengajak para investor untuk datang ke Indonesia dan berinvestasi.
“Saya undang teman-teman yang melakukan investasi ini. Seluruh perizinannya kami urus dengan perhitungan yang win-win. Tidak boleh ada standar ganda," ucap Bahlil. "Ketika ada satu upaya strategis standar ganda, di sini ada kegagalan kita semua. Dan harus fair, harus terbuka."
Ia memaparkan bahwa salah satu fokus pemerintah Indonesia saat ini mewujudkan ekosistem industri hilirisasi dalam rangka mendorong investasi hijau di Indonesia, salah satunya ekosistem industri baterai listrik.
Tak hanya itu, pemerintah Indonesia telah melakukan pengelolaan kebun sawit dengan memperhatikan rekomendasi dari global. Bahlil mengklaim saat ini Indonesia tidak lagi menebang dan saat ini sedang diberlakukan moratorium penebangan hutan untuk menjadi kebun sawit.
Ia lalu mencontohkan bagaimana kebijakan pemerintah Indonesia belakangan ini segera direspons oleh dunia. “Pada saat kita melarang ekspor sawit, dunia berteriak. Kita begitu baru menyetop sedikit ekspor batu bara, dunia juga teriak," ucapnya.
Padahal, menurut Bahlil, langkah yang diambil pemerintah sudah berbasis pertimbangan yang matang. "Jadi saya katakan gak boleh ada standarnya. Jadi kalau kita mau, ayo duduk sama rendah berdiri sama tinggi. Seluruh dunia sudah merdeka, tidak bisa lagi ada menyatakan dia lebih hebat dari negara lain. Karena ini persoalan dunia,” ujarnya.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.