Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dilarang besar

Keputusan menteri pertanian tentang mengatur pola peternakan ayam, yang dibentuk dalam perusahaan inti rakyat (pir) untuk memberi kesempatan kepada peternak kecil. (eb)

9 Juni 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TARGET pemerintah, agar telur dikonsumsi 44 butir bagi setiap orang per bulan, sudah dikejar sejak awal Pelita 1. Sejak 1970, berbagai kebijaksanaan dan anggaran berupa kredit milyaran rupiah dikeluarkan untuk memperbesar suplai telur dari peternak. Sejak 1980, produksi telur sebenarnya sudah membanjir, tetapi harganya yang jatuh Rp 600/kg mencekik peternak kecil. Pada awal bulan puasa ini, harganya sudah mencapai Rp 1.400/kg, tetapi rupanya belum menguntungkan petani. Pasar masih dikuasai perusahaan besar peternak ayam itu yang dipersoalkan. Untuk memberikan kesempatan lebih leluasa kepada peternak kecil, akhir bulan lalu, Menteri Pertanian Achmad Affandi mengeluarkan keputusan yang mengatur pola usaha peternakan ayam dalam bentuk Perusahaan Inti Rakyat (PIR). SK itu merupakan kelanjutan Keppres 50/1981, yang menetapkan bahwa peternakan ayam hanya boleh diusahakan oleh keluarga, maksimum 5.000 ekor ayam petelur. Tapi, rupanya, perusahaan peternak ayam ratusan ribu ekor masih melanjutkan usahanya. Caranya unik: yakni dengan mengontrak karyawannya sebagal peternak yang masmg-maslng memehhara 5.000 ekor. Sehingga, peternak kecil masih belum menguasai pasar. Dengan PIR Perunggasan itu, napas perusahaan besar akan dibatasi. Para peternak kontrakan memang disejajarkan dengan peternak kecil - sebagai usaha "plasma". Mereka harus bekerja sama dengan perusahaan "inti", yang menjadi penyedia sarana, penyalur kebutuhan peternakan ayam, dan pemasar hasil peternak anggota usaha plasma. Tetapi inti hanya boleh menampung 20% hasil produksi peternak kontrakan (Plasma Kesepakatan), dan 80% dari peternak kecil (Plasma Biasa). Yang boleh menjadi perusahaan inti cuma koperasi. Tetapi bila koperasi belum mampu, perusahaan swasta atau perusahaan daerah boleh juga menjadi perusahaan inti. PT Kandang Biru, misalnya, perusahaan yang pernah memelihara 300.000 ekor ayam pctelur, kini ingin menjadi salah satu perusahaan inti. "Selain menguasai produksi, kami juga menguasai pemasaran," kata Suhendra Liman, manajer keuangan PT yang beralamat di Tangerang itu. Perusahaan tadi kini mengontrak 16 peternak. Diperbolehkannya inti menguasai 20% hasil peternak kontrakan itu, dilihat sekjen Perhimpunan Per-Unggasan Indonesia (PPUI), M. Alie Aboebakar, sebagai peluang untuk manipulasi dalam SK tentang PIR Perunggasan. "Mereka telah memanipulasikan Keppres 50/1981. Kini, dengan menjadi perusahaan inti, perusahaan itu bisa menyalahi jumlah yang dibatasi Keppres,." Namun, menurut Dirjen Peternakan Drh. Daman Danuwijaya, hal itu tak perlu dikhawatirkan. Sebab, "Inti tidak boleh beternak. Inti hanya boleh menyediakan sarana kandang, bibit ayam, makanan, obat-obatan ternak, dan memasarkan hasil peternak," tutur Daman dengan tegas. Perusahaan besar peternak ayam yang terkena Keppres 50/1981 boleh saja menjadi perusahaan inti, tetapi tentu saja harus menampung pemasaran 80% dari peternak biasa, dan juga menjadi penyalur kebutuhan peternak yang selama ini dilayani toko peternakan (poultry shop). Satu perusahaan inti boleh mencakup semua peternak di maksimum lima kecamatan. PIR Ayam itu, menurut Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Peternakan, J.H. Hutasoit, untuk mengatasi pasar telur yang dikuasai perusahaan-perusahaan dengan peternak kontrakan. Sehubungan dengan itu, katanya, pemerintah telah menyediakan dana Rp 14 milyar untuk kredit PIR. Kredit ini untuk peternak, tetapi disalurkan lewat koperasi, atau kelompok peternak. Koperasi Peternak Unggas Jakarta Selatan Dua (KPU-JSD), misalnya, sudah mulai melaksanakan pola PIR ayam itu. Atas inisiatif ketuanya, B. Pasaribu, KPU-KSD menyewa tanah di Lebak Bulus, dan membangun kandang kolektif. Para peternak menerima paket kredit, masing-masing 500 ekor ayam. Di kandang itu ayam-ayam peternak sudah mulai bertelur. Tetapi hal itu tidak menyebabkan harga telur di Jakarta akan turun pada hari-hari menjelang Lebaran. Bulog, yang ditunjuk sebagai stabilisator harga telur oleh Keppres 50/1981, menjelang bulan puasa telah meminta stok dari PPUI. Menurut Aboebakar, PPUI tak bisa memberi satu butir pun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus