DI Tokyo, pekan lalu, Menlu Mochtar Kusumaatmadja meminta agar pemerintah Jepang lebih membuka peluang impornya dari Indonesia. Impor Jepang dari Indonesia, sejak 1981, memang memperlihatkan tanda menurun. Minyak bumi dan gas alam, yang merupakan sekitar 86%impornya dari lndonesia,menurun dari US$ll,8 milyar pada l98l menjadi US$ 9 milyar tahun silam. Begitu pula impor kayu, dari US$ 641 juta menjadi US$ 332,5 juta tahun lalu. Nilai total yang diimpor Jepang dari Indonesia dari 1981 hingga 1983. Us$ 13.305,3 juta, US$ 12.005 juta, dan US$ 10.432 juta. Impor bahan makanan dari Indonesia, seperti udang dan kopi, agak meningkat, yakni dari US$ 302,4 juta menjadi US$ 346,2 juta. Tetapi, komoditi nonminyak yang sekarang ini menjadi andalan Indonesia, yakni tekstil dan kayu lapis, masih mendapatkan pasaran yang tipis di Jepang. Impor tekstil cuma bernilai US$ 14,4 juta, tahun lalu. Memang melonjak dibandingkan tahun 1982, US$ 3,8 juta, tetapi masih jauh dari nilai tekstil dan bahan baku tekstil yang diekspor Jepang ke Indonesia (tahun lalu lebih dari US$ 100 juta). Belum lagi kalau ditambah nilai ekspor mesin tekstil dan mesin jahit (US$ 105,5 juta, US$ 87 juta, dan Us$ 50,7 juta untuk pada 1981 sampai 1983). Impor kayu lapis (tahun lalu bernilai US$ 19 juta) diharapkan masih bisa lebih besar. Asalkan ada peluang lebih, misalnya tarif impor yang 16% disamakan seperti di AS yang cuma 12%. Jepang sebaliknya meminta agar Indonesia memberikan peluang lebih mudah bagi pengusaha Jepang yang ingin mengimpor, misalnya kemudahan mengurus dokumen keimigrasian .
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini