Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dipecah atau Dijual Sama-Sama Berat

Pekan ini pemerintah harus memutuskan apakah Semen Gresik akan dijual ke Cemex atau memecahnya sesuai dengan keinginan Sumatra Barat dan Sulawesi Selatan. Keterlibatan sejumlah pejabat daerah membuat soal Semen Gresik sulit diselesaikan?

14 Oktober 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMERINTAH saat ini seperti seorang kepala keluarga yang sedang diamuk anak-anaknya. Pening. Pukulan tak hanya datang dari para demonstran anti-Amerika Serikat, yang mendesak pemerintah memutuskan hubungan diplomatik dengan negeri yang banyak diutangi Indonesia itu. Pemerintah saat ini menerima ultimatum lain yang tak kalah dahsyat dari masyarakat Sumatra Barat. Mereka memberikan tenggat waktu hingga Kamis pekan ini kepada pemerintah untuk mengeluarkan keputusan tentang pemisahan diri Semen Padang dari Semen Gresik. Bila tak kunjung mendapat jawaban, warga Sumatra Barat mengancam akan langsung mengambil alih Semen Padang. Pilihan bagi pemerintah memang tak mudah: meneruskan put option dengan menjual 51 persen sahamnya di Semen Gresik kepada Cemex (Meksiko) atau memenuhi permintaan pelepasan (spin off) Semen Padang dan Semen Tonasa dari Semen Gresik. Keduanya sama-sama memberikan risiko yang berat. Saat ini, Cemex memiliki 25,53 persen saham Semen Gresik dan punya rencana membeli saham milik pemerintah. Jika pilihan pertama diambil, pemerintah akan berhadapan dengan Pemerintah Daerah Sumatra Barat dan Sulawesi Selatan beserta masyarakatnya. Jika memilih yang kedua, pemerintah mesti mengeluarkan sekitar Rp 3 triliun (US$ 300 juta) untuk membayar ganti rugi kepada pemegang saham Semen Gresik dan sekaligus kehilangan peluang mendapatkan US$ 520 juta dari penjualan sahamnya. Risiko lain, target privatisasi bakal tak tercapai. Sejauh ini, pemerintah baru minta agar Cemex memperpanjang batas waktu pelaksanaan put option yang jatuh tempo Jumat pekan depan. Cemex sendiri sudah mengirim surat kepada pemerintah untuk mendiskusikan masalah itu. Susahnya, tuntutan pemisahan tampaknya tak mungkin dibendung lagi. Jelas ada pertanyaan besar: masihkah Cemex berminat membeli saham Semen Gresik jika perusahaan itu dipereteli? "Kami tak mau berspekulasi dan keputusan belum dibuat. Yang penting, apa pun solusinya, konsensus harus dibuat oleh pemegang saham," kata Francisco Noriega, Wakil Direktur Semen Gresik dari pihak Cemex. Di pihak lain, Pemda dan DPRD Sumatra Barat tampaknya tak akan surut dari tuntutannya. "Kami harus mengambil tindakan tegas karena selama ini kami tidak pernah dipandang apa-apa," kata Hasril Chaniago, anggota Tim 6, yang menjadi motor pemisahan Semen Padang. Ketua spin off Semen Tonasa, Syamsul Alam Bulu, punya pendapat senada. "Rakyat dirugikan. Masa, pemerintah mau cari gampangnya saja?" katanya. DPR ikut-ikutan menyulitkan posisi pemerintah. Wakil Ketua Komisi IX, Paskah Suzetta, misalnya, mengatakan bahwa komisinya bulat mendukung usaha pemisahan dan sekaligus menentang penjualan saham tersebut. Tak pelak lagi, posisi pemerintah memang terjepit. Tapi, kabarnya, pemerintah sudah punya beberapa alternatif solusi. Salah satunya, pemerintah akan membangun perusahaan induk (holding company) yang menampung anak perusahaan Semen Gresik, termasuk pabrik semen di Jawa Timur itu sendiri. Nah, setelah itu, put option baru akan dilakukan khusus untuk Semen Gresik saja. Namun, usul ini dipersoalkan oleh Presiden Direktur SocGen Securities Indonesia, Lin Che Wei. Menurut dia, cara itu juga tak akan menyelesaikan masalah. Di satu sisi, Cemex belum tentu bersedia melanjutkan rencananya karena skala usaha Semen Gresik jadi menciut. Semula pabrik semen ini punya kapasitas produksi 17 juta ton per tahun, tapi kalau dipecah akan tinggal 8 juta ton. Di sisi lain, pemerintah juga tidak adil terhadap rakyat Jawa Timur, yang pabriknya dijual habis. Che Wei mengingatkan bahwa problem Semen Gresik tidak akan menjadi-jadi jika DPR mendukung pemerintah. Menurut Che Wei, DPR tidak konsisten. Di satu sisi, DPR membebani pemerintah dengan target privat-isasi sebesar Rp 6,5 triliun. Di pihak lain, lembaga itu malah menghalang-halangi pemerintah menjual badan usaha milik negara (BUMN) yang layak jual. Menurut dia, pelaksanaan put option ini sudah direncanakan sejak tiga tahun lalu. "Nanti, kalau pemerintah gagal mencapai target, rapornya dibilang jelek," katanya. Dan itulah yang bakal terjadi. Che Wei yakin pemerintah akan sulit memenuhi target itu mengingat BUMN lain yang hendak dijual tak sebagus Semen Gresik. Rizal Djalil dari Komisi IX membantah pernyataan Che Wei. Menurut dia, justru pemerintah yang tidak transparan dan tidak konsisten. Pemerintah juga terus mengulur-ulur penyelesaian masalah yang sudah mencuat sejak zaman Tanri Abeng masih menjadi Menteri Pendayagunaan BUMN. Pada zaman Tanri jugalah perjanjian put option ini dibuat. Sampai kini, persoalan itu masih belum selesai juga meskipun menterinya sudah berganti empat kali. "Karena ditunda-tunda, masalahnya jadi makin besar," katanya. Kini, katanya, semuanya terpulang pada Menteri Negara BUMN, Laksamana Sukardi. Sayangnya, Laksamana memilih bungkam. Menurut Che Wei, pemerintah tak perlu panik. Masih ada jalan untuk menyelesaikan masalah itu, misalnya dengan pemberian kompensasi kepada daerah. Langkah pertama adalah menghitung kembali berapa sumbangan masyarakat dan Pemda Sumatra Barat dan Pangkep serta sumbangan pemerintah sendiri. Dari situlah kemudian dihitung berapa ganti rugi yang mesti dibayar kepada mereka. Che Wei menegaskan bahwa jangan sekali-kali pemerintah membiarkan pengambilalihan itu. "Kalau ini dilakukan, daerah yang lain akan melakukan hal yang sama," katanya. Menurut Che Wei, yang paling penting adalah bagaimana daerah bisa mendapatkan keuntungan yang optimal dari adanya pabrik tersebut. Usul yang agak mirip dilontarkan Direktur Utama Semen Gresik, Urip Timuryono. Menurut dia, kalau mau melakukan pendekatan baik-baik, ada penyelesaian komersial yang bisa ditempuh. Kedua daerah itu bisa membeli Semen Padang dan Semen Tonasa dari tangan Semen Gresik. "Tinggal hitung-hitungannya, sehingga ini benar-benar sebuah proses jual-beli biasa. Kita tak ingin yang rumit-rumitlah," kata Urip. Repotnya, urusan penjualan saham atau pemisahan ini sudah sejak awal sarat dengan masalah, dari proses akuisisi Semen Gresik terhadap Semen Padang yang terus bermasalah sampai ketika saham Semen Gresik dijual kepada Cemex. Sejak awal, sebagian masyarakat Sumatra Barat memang tidak setuju dengan penjualan saham kepada Cemex karena terkait dengan masalah hak ulayat. Ketika pendiriannya dulu, masyarakat Minang menyerahkan tanah seluas 126 hektare kepada Semen Padang. Itulah yang membuat masyarakat Minang marah karena penjualan saham identik dengan penjualan hak ulayat. Tapi ada masalah lain yang membuat soal ini jadi kian kusut. Salah satunya adalah keterlibatan sejumlah pejabat daerah dalam rantai produksi Semen Padang. Bukan tidak mungkin, gara-gara kepentingan pribadi inilah penyelesaian kasus Semen Padang jadi berkepanjangan. Paling tidak, ada dua nama yang begitu menonjol dan diduga khawatir posisinya bakal terancam bila Cemex menguasai Semen Gresik. Mereka adalah Afrizal dan Anwar Syamsuddin. Afrizal, Ketua Komisi B DPRD Sumatra Barat, adalah Direktur Utama PT Minang Malindo, yang menjadi salah satu pemasok batu bara untuk Semen Padang. Sedangkan Anwar, Ketua Tim Pendukung Spin Off Semen Padang, menjadi distributor Semen Padang untuk Pekanbaru. Namun, Afrizal mengaku hanya membantu rakyat yang ingin memasok batu bara kepada Semen Padang. "Coba cari aktanya kalau saya betul direktur Minang Malindo. Ini hanya taktik untuk menjatuhkan saya," katanya berapi-api. TEMPO menemukan akta pendirian Minang Malindo dalam Berita Negara Nomor 4548 yang dirilis pada Mei 1996. Dalam buku itu disebutkan posisi Afrizal sebagai direktur utama. Akta itu dibuat di depan notaris pengganti H. Ismail Umary. Sementara itu, Anwar justru mempertanyakan pengaitan posisinya sebagai distributor Semen Padang. "Saya kan orang Sumatra Barat. Berarti saya berhak menyebarluaskan produk Semen Padang," kata Anwar. Itu hanyalah sekadar contoh betapa masalah Semen Padang memang bertumpuk-tumpuk sehingga sulit diurai. Padahal, jika dilihat dari hitungan bisnis, penjualan saham itu lumayan bagus. Menurut Che Wei, harga US$ 1,72 per lembar sama dengan 274 persen harga saham Semen Gresik di bursa Jakarta, yang berkisar Rp 6.000. Memang, jika dilihat berdasarkan nilai perusahaan, harga Semen Gresik hanya US$ 68 per ton kapasitas, lebih rendah dibandingkan dengan harga Semen Cibinong dan Indocement, yang bernilai US$ 80-85. Tapi, katanya, dua pabrik semen di dalam negeri itu tak punya risiko yang sama dengan Semen Gresik. "Jadi, pembeli tak perlu berurusan dengan masyarakat setempat seperti di Semen Gresik," katanya. Jika mengikuti pendapat pendukung pemisahan, harga pembangunan pabrik semen baru (replacement cost) sebesar US$ 150 per ton kapasitas tidaklah bisa diperbandingkan. "Kalau mengikuti pendapat itu, harga saham Semen Gresik akan mencapai Rp 36 ribu per lembar. Siapa pun investornya tak akan mau membeli dengan harga setinggi itu," kata Che Wei. Waktu pemerintah untuk berpikir memang sudah mepet. Namun, pemerintah tetap harus cermat berhitung. Jangan lupa belajar dari kasus Bank Bali. Pada 1999, Standard Chartered Bank bersedia menyuntikkan US$ 56 juta dan mengambil porsi saham yang lebih besar. Yang terjadi malah penilapan uang negara sebesar Rp 500 miliar. Bank Bali gagal dijual. Sekarang, pemerintah harus menutupnya dengan obligasi senilai Rp 5,3 triliun yang bunganya Rp 650 miliar per tahun. Kini, kalau pemerintah salah hitung, bukan tidak mungkin kasus semacam itu terulang. M. Taufiqurohman, Purwani Diyah Prabandari, Iwan Setiawan, dan koresponden daerah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus