Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sudah mengirimkan surat elektronik ke masing-masing wajib pajak untuk mengingatkan pelaporan surat pemberitahuan (SPT) tahun pajak 2017. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk ancang-ancang untuk mengoptimalkan kepatuhan wajib pajak tahun ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu poin surat tersebut mengutip dasar hukum pelaporan SPT tahunan. Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, maka batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi adalah paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak. "Dan untuk SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan adalah paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penyampaian SPT Tahunan PPh dapat dilakukan dengan menyerahkan secara langsung ke KPP/KP2KP. Selain itu Wajib Pajak juga dapat menyampaikan SPT Tahunan dengan cara dikirim melalui pos tercatat dengan bukti pengiriman surat ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikirim melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.
Tak hanya itu, Wajib Pajak juga bisa mengiri formulir SPT Tahunan PPh secara online melalui e-Filing. E-Filing bisa dilakukan melalui laman DJP online (https://djponline.pajak.go.id) atau Penyedia Layanan SPT Elektronik yang telah ditunjuk Direktorat Jenderal Pajak.
Untuk meningkatkan kepatuhan, pemerintah telah menyederhanakan mekanisme pelaporan SPT melalui implementasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.9/PMK.03/2018 sebagai perubahan PMK No.243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan atau SPT.
Dalam ketentuan baru tersebut, otoritas pajak tak lagi melakukan penilaian kebenaran penulisan dan penghitungan di SPT WP. Selain itu, wajib pajak atau pelaku usaha yang mengalami kerugian dalam kegiatan usahanya tak diwajibkan melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 25.
Terkait penghapusan kewenangan penilaian dan penghitungan tampak dalam perubahan substansi Pasal 1 Ayat 12. Beleid itu menjelaskan, setelah proses penelitian SPT, penilaian kebenaran penulisan dan penghitungan tak lagi dilakukan. Ketentuan ini secara tidak langsung memudahkan kedua belah pihak dan sejalan dengan prinsip self assessment.
Di samping penulisan dan penghitungan, simplifikasi juga dilakukan otoritas pajak dalam pelaporan PPh 21 dan PPN. Dengan berlakunya belied tersebut, WP yang menggunakan e - SPT Masa PPN wajib untuk menyampaikan SPT Masa PPN secara e filling. Demikian juga WP Badan yang menyampaikan e - SPT PPh 21.
Adapun upaya untuk mendorong kepatuhan WP memang sedang getol dilakukan otoritas pajak. Sebelum SPT, mereka juga menyederhanakan mekanisme permohonan dan pencabutan NPWP serta penetapan pengusaha kena pajak melalui Praturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Pajak No. PER-02/PJ/2018 mengenai perubahan kedua PER-20/PJ/2013 tentang tata cara pendaftaran dan pemberian NPWP, Pelaporan Usaha, dan Pengukuhan PKP.