Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Pangkalpinang - Pemerintah melalui Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mulai melirik potensi mineral Sisa Hasil Pengolahan (SHP) timah di Bangka Belitung untuk meningkatkan industri dalam negeri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kemenko Marves pada hari ini telah menggelar rapat koordinasi untuk mencari masukan sebagai upaya melakukan pengawasan mineral SHP timah di Bangka Belitung. Dari pantauan Tempo, ada tiga perusahaan yang hadir dalam rapat tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketiga perusahaan itu adalah PT Bersahaja Berkat Sahabat Jaya, PT Bangka Mineral Abadi dan PT Cinta Alam Lestari. Sementara PT Timah, PT Putraprima Mineral Mandiri, PT Dewa Putra Bangka, PT Sundaland, PT Prima Zircon Mineral dan PT Zircon Mineral tidak hadir.
Instansi terkait pengawasan yang turut diundang seperti Dinas Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Bangka Belitung dan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas IV Pangkalbalam juga tidak mengirimkan perwakilannya.
Asisten Deputi Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah Kemenko Marves, Rofi Alhanif, mengatakan rapat koordinasi tersebut awalnya digelar untuk berbagi informasi dan data terkait permasalahan pengelolaan SHP di lapangan.
"Kami sudah fasilitasi ini dua tahun. Ini dilakukan bagaimana kita mendapatkan manfaat yang lebih banyak dari mineral di Bangka Belitung. Bukan hanya timahnya saja yang dieksploitasi. Tapi ada kandungan lain dari sisa hasil tambang timah yang punya nilai ekonomi lebih tinggi," ujar Rofi, Senin, 19 Juni 2023.
Menurut Rofi, salah satu mineral hasil SHP yang mempunyai nilai ekonomis paling tinggi adalah Logam Tanah Jarang (LTJ). Kemenko Marves, kata dia, telah menerbitkan Keputusan Menteri nomor 88 tahun 2021 tentang percepatan pemanfaatan SHP timah untuk kepentingan industri dalam negeri yang didalamnya mengatur pengawasan, pengendalian dan perlindungan hukum.
Selanjutnya: "Ada dua poin dari Kepmen tersebut..."
"Ada dua poin dari Kepmen tersebut. Pertama bagaimana kita mempercepat hilirisasi pemanfaatan. Kedua bagaimana kita melakukan pengendalian pengawasan supaya tidak terjadi kegiatan yang sifatnya ilegal," ujar dia.
Rofi mengakui jika pihaknya mengalami banyak keterbatasan sehingga belum bisa melakukan akselarasi implementasi di lapangan. Pihaknya, kata dia, sudah melakukan berbagai pertemuan dan menandatangani nota kesepahaman untuk mempercepat pemanfaatan dan hilirisasi SHP.
"Pada intinya kita ingin menyusun suatu skema atau design hilirisasi LTJ dari SHP timah ini. Secara lab di BRIN itu sudah bisa menghasilkan LTJ oksida. Langkahnya selanjutnya bagaimana pengembangannya sehingga nanti siap untuk diinvestasikan lebih besar lagi," ujar dia.
Rofi menambahkan progres pengembangan SHP timah sudah lumayan meski agak terlambat. Dia berharap kedepan ada teknologi dari anak bangsa yang bisa membuat hilirisasi LTJ.
"Sesuai skenario, pada 2025 seharusnya sudah terbangun. Namun pengembangan LTJ tidak bisa mulus kalau kita tidak bisa mengamankan sumber daya atau bahan baku. Harus sinergi karena ini memiliki tantangan tersendiri terutama pengendalian dan pengawasan yang saya rasa banyak kekurangan di lapangan," ujar dia.