Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dorong, yuk dorong

Pt garsela raya menghentikan produksi daun stevia dari perkebunannya di garut, karena jepang tak mau beli lagi, permintaannya tak dipenuhi. jepang menawarkan untuk membuat pabrik tepung stevia disini.(eb)

5 April 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KABAR buruk lagi bagi komoditi ekspor nonmigas: daun stevia dari Indonesia tak laku dijual. Satu-satunya negara konsumen, Jepang, sudah mengalihkan permintaannya ke RRC, Taiwan, dan Korea. PT Garsela Raya, yang mengekspor ke Jepang sejak 1983, terpaksa menghentikan produksi sejak Oktober tahun lalu. Akibatnya, kebun stevia seluas 60 hektar di Cisandaan, Garut, kini telantar dan ditumbuh alang-alang. Ekspor daun yang bisa menghasilkan 300 kali manis gula itu terhenti gara-gara tidak dapat memenuhi permintaan Jepang. Kebutuhan Jepang, 500 ton setahun dari Indonesia, tapi hanya 100 ton yang bisa dipenuhi Garsela. Misalnya, Jepang sudah menyediakan uang kontan US$ 117 ribu, tapi Garsela Raya hanya bisa menjual stevia senilai US$ 40 ribu. Ketika ekspor Garsela Raya baru mencapai 56 ton -- senilai US$ 131 ribu Jepang sudah tak mau lagi. Mau melirik pasaran dalam negeri, kendalanya masih banyak --terutama dari Departemen Kesehatan. Seperti Amerika, pemerintah Indonesia belum mengizinkan pemakaian tepung stevia untuk pemanis makanan, kue, maupun minuman ringan. Hanya Air Mancur yang pernah mencoba sekitar 9 ton untuk memaniskan jamu-jamunya. Padahal, menurut Direktur Pemasaran Garsela Raya, Adi Johan, jika pemerintah membolehkan penggunaan stevia -- sebagai pengganti siklamat dan sakarin - -ia siap mengimpor tepung dari Jepang. Dan, Jepang berjanji akan impor daun kering stevia lagi sebanyak 10 ton, untuk tiap pembelian satu ton tepung stevianya. Tapi, itulah, kita semua tahu soal izin 'kan gampang-gampang susah. Pasar buntu, sudah. Kredit modal kerja Grasela, sekitar Rp 200 juta, pun tersendat pembayarannya. Bangkrut? "Kalau dikatakan bangkrut, yang pasti saya tidak menipu, kata Adi Johan. Kelangsungan kebun Grasela, katanya lebih lanjut, tetap dijaga hanya 5 ha dari 60 ha yang dipelihara untuk pembibitan. "Tahun ini akan bangkit lagi," katanya yakin. Sebab, kendati tak ingin mengambil daun stevia dari sini, Jepang bersedia patungan membuat pabrik tepungnya. Tahun ini juga akan dimulai, dengan rencana kapasitas 600 ton daun kering stevia per tahun, yang menelan biaya lebih dari US$ 2,5 juta. Pasarannya belum jelas. Namun, Adi Johan yakin, Amerika bakal membutuhkan tepung stevia ini secara besar-besaran, untuk menggantikan siklamat dan sakarin. Sebab, katanya, Amerika sudah tiga tahun meneliti pengaruh stevia terhadap kesehatan, dan tahun ini diharapkan selesai. Kalau Amerika sudah terbuka, maka negara lainnya pun tentu mengikutinya. Dan, untuk pasaran dalam negeri, menunggu hasil penelitian Ditjen POM Departemen Kesehatan, yang telah dimulai dua tahun lalu. Memang, tak mudah menjual komoditi baru, walaupun menarik seperti ini: harga daun keringnya cuma US$ 2.350 tiap ton, tapi harga tepungnya bisa mencapai US$ 100 ribu. Lagi pula, stevia di Cisandaan bisa dipanen tujuh kali setahun, sedangkan di Jepang konon hanya dua kali. Nah, tinggal dorong saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus