Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

Dosen Paramadina Nilai SItuasi Ekonomi Indonesia Sekarang Berbeda dengan Era Moneter 1998

Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin mengungkap perbedaan situasi ekonomi saat ini dengan krisis moneter 1998.

11 April 2025 | 19.12 WIB

Presiden Prabowo Subianto didampingi (ki-ka) Direktur Utama Bank Syariah Indonesia, Hery Gunardi, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, Menteri BUMN, Erick Tohir dan Direktur Utama Pegadaian, Damar Latri Setiawan, meresmikan layanan Bank Emas (Bullion Bank) Pegadaian dan Bank Syariah Indonesia, di The Gade Tower, Jakarta Pusat, 26 Februari 2025. Tempo/Imam Sukamto
Perbesar
Presiden Prabowo Subianto didampingi (ki-ka) Direktur Utama Bank Syariah Indonesia, Hery Gunardi, Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, Menteri BUMN, Erick Tohir dan Direktur Utama Pegadaian, Damar Latri Setiawan, meresmikan layanan Bank Emas (Bullion Bank) Pegadaian dan Bank Syariah Indonesia, di The Gade Tower, Jakarta Pusat, 26 Februari 2025. Tempo/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Ekonomi Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai situasi ekonomi Indonesia saat ini berbeda dengan krisis moneter yang terjadi pada 1998. Pernyataan itu merespons banyaknya spekulasi skenario krisis yang muncul di tengah melemahnya rupiah dan anjloknya pasar saham, usai Amerika Serikat menerapkan kebijakan tarif impor.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Wijayanto mengatakan, salah satu perbedaannya adalah sumber masalah. “Sumber permasalahan kali ini bukan dari Indonesia tapi dari luar negeri,” kata dia dalam diskusi bertajuk ‘Trump Trade War: Menyelamatkan pasar Modal, Menyehatkan Ekonomi Indonesia’ yang digelar secara daring pada Jumat, 11 April 2025. Kedua, kata Wijayanto, seluruh dunia terdampak akibat kebijakan AS. Dia mengatakan, apabila pada 1998 masyarakat punya pilihan untuk menyelamatkan diri ke negara lain, saat ini semua negara justru mengalami situasi yang sama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Wijayanto mengatakan situasi politik dalam negeri relatif terkendali bila dibandingkan dengan situasi politik di akhir pemerintahan Presiden Soeharto. Keempat, Wijayanto menilai kondisi sektor keuangan atau perbankan saat ini masih solid.

Wijayanto juga mengatakan situasi saat ini berbeda dengan krisis saat pandemi COVID-19. Menurut dia, pada saat itu tidak ada insentif ekonomi yang berfungsi karena orang-orang takut untuk sekadar bertemu. Sehingga krisis itu berakhir dengan sendirinya ketika COVID mereda.

Skenario krisis yang mungkin terjadi di Indonesia, menurut Wijayanto, adalah krisis subprime mortgage atau kredit macet perumahan. “Skenario yang mungkin terjadi di Indonesia adalah krisis subprime mortgage di mana ekonomi Indonesia masih tumbuh tapi dalam tingkat pertumbuhan yang cenderung lambat,” kata Wijayanto.

Wijayanto mendorong pemerintah segera mengambil langkah kebijakan dengan mengkalibrasi program-program besar yang memakan biaya tinggi agar sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan. Dia pun menyinggung beberapa program Presiden Prabowo seperti program makan bergizi gratis, program tiga juta rumah per tahun, dan Koperasi Merah Putih. “Program tiga juta rumah per tahun, apa iya perlu kita paksakan? Program makan bergizi gratis yang melayani 83 juta siswa, apa iya kita akan melakukan itu?” kata Wijayanto. Dia juga menyinggung Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), yang menurutnya sudah solid, tapi agendanya masih harus disesuaikan agar tidak terlalu agresif.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus