Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dua Titipan Lurah Kecil

Sinergindo dan Pure Link mendadak punya konsesi di Blok West Madura. Aneh, reputasi keduanya belum terdengar dalam bisnis minyak.

2 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUANGAN seluas tiga kali lapangan voli di lantai 21 The City Tower, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, itu terlihat berantakan. Lantainya baru disemen kasar. Atapnya masih bolong-bolong, belum dipasangi eternit. Pipa-pipa saluran penyejuk udara menjulur di beberapa sudut.

Rabu siang pekan lalu, para pekerja dari Integrasi Design Era Arsitektur, kontraktor desain interior, sibuk memasang bilah-bilah tripleks pada bilik-bilik kubikel. Sejak tahun lalu, Integrasi Design disewa PT Sinergindo ­Citra Harapan untuk menyulap lantai kosong itu menjadi kantor megah. ”Proyeknya sempat berhenti, mulai lagi bulan ini agar selesai sebelum Lebaran,” kata Reza, anggota staf Integrasi Design yang sedang mengawasi proyek.

Reza tak tahu siapa Sinergindo. Selama ini kontak dengan kliennya itu hanya lewat surat-menyurat ke alamat PT Cakra Nusa Darma di Menara Kuningan, Jakarta. Zulkarnaen, pegawai Sinergindo di lantai lima Mal Ambasador, selalu meneruskan surat-surat yang datang ke kantor Cakra.

Dalam tiga minggu terakhir, nama Sinergindo dan Pure Link Investment Ltd mencuat sebagai pemilik hak konsesi (participating interest) lapangan minyak dan gas West Madura ­Offshore. Hak konsesi Blok West Madura sebelumnya dimiliki oleh PT Pertamina sebesar 50 persen, Kodeco Energy Co Ltd (25 persen), dan China National ­Offshore Oil Corporation (CNOOC) Madura (25 persen).

Namun, sejak awal Maret lalu, Sinergindo punya hak konsesi 12,5 persen setelah mendapatkan hak dari Kodeco. Adapun Pure Link mendapat hak kepemilikan 12,5 persen dari CNOOC.

Kodeco telah meminta persetujuan pengalihan saham kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) pada 16 Maret lalu. Kementerian Energi menyetujuinya sehari kemudian.

Masuknya Sinergindo dan Pure Link sebagai pemilik konsesi Blok West Madura terasa aneh. Seorang pejabat BP Migas menilai pengalihan saham itu tak lazim karena dilakukan kurang dari dua bulan sebelum kontrak Kodeco di West Madura berakhir 6 Mei ini. Biasanya, ujar dia, pengalihan saham di sebuah wilayah kerja minyak dan gas bumi dilakukan sekurang-kurangnya tiga tahun sebelum kontrak berakhir. Dengan begitu, investor baru masih punya waktu untuk mengembalikan modalnya yang ditanamkan pada bisnis itu.

Kodeco telah meminta pemerintah memperpanjang kontraknya. Tapi Pertamina juga ingin menguasai West Madura setelah kontrak operator perusahaan asal Korea Selatan itu berakhir. ”Bagaimana kalau ternyata kontrak Kodeco tak diperpanjang?” kata sang pejabat di BP Migas ini. ”Bila kontrak Kodeco tak diperpanjang, Sinergindo dan Pure Link tak bisa menjadi pemilik konsesi.” Alhasil, dia menduga transaksi pengalihan hak kepemilikan tetap dilakukan lantaran sudah ada jaminan kontrak Kodeco akan diperpanjang.

Asal-usul Sinergindo dan Pure Link juga tak jelas. Jejak kedua perusahaan itu tak terekam di industri minyak dan gas bumi. Gelapnya nilai transaksi pengalihan saham memunculkan pertanyaan, seberapa besar kemampuan keuangan kedua investor baru itu. Padahal Blok West Madura berisiko tinggi karena tergolong lapangan tua dan terletak di tengah laut. ”Tak pernah ada sejarahnya saham blok migas diberikan kepada perusahaan tak jelas kompetensinya,” kata Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto di Jakarta pekan lalu.

Juru bicara Kodeco, Delly Indra, belum bersedia memberi keterangan. ”Kami belum mendapat informasi dari manajemen,” katanya kepada M. Nur Rohmi dari Tempo dua pekan lalu. Manajemen CNOOC juga belum bisa memberi penjelasan. Permohonan wawancara Tempo tak direspons.

l l l

SINERGINDO didirikan Wiwoho Soewono dan Subianto pada 17 November 1999, dengan modal dasar Rp 1 miliar. Akta pendirian perusahaan dibuat di kantor notaris Saal Bumela, Jakarta, serta disahkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia—saat itu Departemen Hukum dan Perundang-undangan—pada 8 Maret 2000. Wiwoho menjadi direktur dan Subianto sebagai komisaris perseroan. Alamat perusahaan itu di rumah Wiwoho, Jalan Mangga 24 Blok D/117, RT 2 RW 3, Kepa Duri, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Disambangi Tempo, rumah tersebut sudah berpindah tangan empat tahun lalu.

Tiga tahun setelah didirikan, terjadi perubahan dalam Sinergindo. Nama Wiwoho menghilang. Posisi direktur diisi Martiono Noma. Tapi Subianto tetap komisaris. Perubahan akta kembali dilakukan pada 2008. Subianto sebagai komisaris digantikan oleh Richard Lirungan. Adapun Direktur Sinergindo dijabat Ferry Lirungan.

Pada zaman Ferry inilah Sinergindo mulai kepincut Blok West Madura. Ferry mengirim surat kepada Pertamina dan menawarkan kerja sama. Tapi Pertamina tak menggubrisnya. ”Mereka enggak jelas, alamat kantornya saja di Mal Ambasador,” kata sumber Tempo di Pertamina. Tempo sempat mendatangi kantor Sinergindo di Mal Ambasador. Kondisinya mirip kios ketimbang sebuah kantor.

Tak disangka, Sinergindo terus maju dan nyelip dalam rencana kontrak Blok West Madura. Sumber itu membisikkan, September tahun lalu Pertamina pernah diundang Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi dalam sebuah makan malam di salah satu restoran di Ritz-Carlton Pacific Place, Jakarta. Perjamuan itu juga dihadiri perwakilan Kodeco. Tapi ada dua tamu lain yang ikut hadir dan memperkenalkan diri sebagai Hadi Arif Widjaja serta Jimmy Karnadi. Dalam kartu bisnisnya, mereka tercatat sebagai Direktur Utama dan Direktur Keuangan Sinergindo.

Seusai pertemuan itu, seorang pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengingatkan pejabat Pertamina agar berhati-hati merespons Sinergindo. ”Hati-hati, ini milik Lurah Kecil,” kata sumber Tempo menirukan pesan pejabat Kementerian Energi. Lurah kecil yang dimaksudkan adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh.

Sumber Tempo lainnya di Kementerian Energi membisikkan, untuk urusan formal, Hadi dan Jimmy-lah yang mewakili Sinergindo. Tapi urusan lobi ke Merdeka Selatan—kantor Kementerian Energi—dilakukan oleh Edi Yosfi, seorang pengusaha yang dikenal sebagai salah seorang ”bohir” Partai Amanat Nasional. ”Lobi-lobi sudah gencar sejak September tahun lalu,” ujarnya. Sejak saat itu Kodeco dan CNOOC dihadapkan pada dua pilihan. ”Menerima penumpang gelap itu atau hengkang alias tak diperpanjang.”

Menteri Darwin membantah tudingan adanya lobi-lobian. Darwin menegaskan, kementerian yang dia pimpin bertindak profesional menangani West Madura. ”Pakai substansi saja, enggak sumir-sumir seperti itu,” katanya ­Jumat pekan lalu. Hadi Widjaja tak merespons pertanyaan Tempo lewat pesan pendek ke telepon selulernya. Jimmy langsung menutup sambungan telepon saat mengetahui dari Tempo.

Edi belum bisa dimintai konfirmasi soal keterkaitannya dengan Sinergindo. Namun jejak Edi di perusahaan itu jelas sekali. Dalam akta perubahan nomor AHU-AHA.01.10.10207, yang disahkan Kementerian Hukum tertanggal 5 April lalu, Edi Yosfi menjabat Direktur Sinergindo. Adapun Komisaris Sinergindo dijabat Yohanes Chandra Ekajaya.

Jejak Pure Link malah gelap. Satu-satunya petunjuk identitas perusahaan ini adalah dokumen pertemuan membahas Blok West Madura pada 13 April lalu. Pejabat Pure Link yang ikut meneken kesimpulan rapat itu adalah Alex Rusli, anggota staf khusus Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara pada zaman Sofyan Djalil.

Seorang sumber Tempo yang malang melintang di bisnis investasi membisikkan, ia pernah diajak ikut menyokong pembiayaan Pure Link akhir tahun lalu. Tapi sumber ini menolak proposal Pure Link. ”Terakhir saya dengar mereka didanai Patrick Walujo,” ujarnya. Patrick merupakan pendiri Northstar Pacific, perusahaan investasi. Sayangnya, Patrick enggan merespons pertanyaan dan konfirmasi Tempo.

Munculnya Patrick di Blok Madura tak mengejutkan. Dalam lawatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Shanghai pada Oktober tahun lalu, Patrick sebagai Chief Executive Officer Samudra Energy meneken perjanjian kerja sama US$ 650 juta dengan CNOOC dan Husky Oil dalam pengembangan Blok Madura Strait. Pemerintah telah memperpanjang kontrak ladang gas yang juga terletak di Selat Madura itu. ”Polanya sama, masuk sebelum masa kontrak berakhir,” kata seorang pejabat BP Migas.

Agoeng Wijaya, Sunudyantoro, Retno Sulistyowati

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus