Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Penumpang Gelap di Blok West Madura

Dua perusahaan tak bonafide tiba-tiba mendapat durian runtuh di Blok West Madura. Secepat kilat pemerintah menyetujui proposal pelepasan separuh saham Kodeco dan CNOOC. Mengapa Pertamina ngotot meminta 100 persen kepemilikan?

2 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEREBUTAN Blok West Madura, yang kontraknya ber­akhir pekan ini, semakin panas. Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan melayangkan surat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh serta Menteri Badan Usaha Milik Negara Mustafa Abubakar, Selasa pekan lalu. Ia meminta Pertamina diizinkan mengelola lapangan minyak dan gas di sebelah utara Pulau Madura itu. Karen juga meminta 100 persen hak kepemilikan (participating interest) West Madura. ”Kami menunggu keputusan pemerintah,” katanya.

Wajar jika Karen gamang. Ada indikasi tuntutan Pertamina mentok. Dalam pertemuan 13 April lalu, sudah ada kesepakatan awal bahwa pengelolaan West Madura masih dipegang Kodeco Energy Ltd sampai 31 Desember 2013. Pembagian hak kepemilikan juga hampir disepakati. Pertamina hanya mendapat jatah 60 persen, Kodeco sebesar 10 persen, dan China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) Madura Ltd 10 persen. Yang mengejutkan, terselip dua perusahaan baru: Sinergindo Citra Harapan dan Pure Link Investment Limited. Mereka masing-masing mendapat hak kepemilikan 10 persen.

Semula hak kepemilikan West Madura dikuasai Pertamina 50 persen, Kodeco 25 persen, dan CNOOC Madura 25 persen. Kontrak Kodeco sebagai operator blok ini akan berakhir, ya itu tadi, pada Jumat pekan ini, 6 Mei 2011. Namun, anehnya, pemilik hak partisipasi ladang minyak dan gas ini sempat berubah pada 16 Maret lalu. CNOOC menyerahkan 12,5 persen atau separuh sahamnya di ladang tersebut kepada Pure Link, yang berlaku surut mulai awal tahun ini. Belakangan pemerintah juga menyetujui perpindahan separuh participating interest Kodeco Energy Co Limited kepada PT Sinergindo.

Kodeco berkirim surat kepada Direktur Jenderal Minyak dan Gas Evita Legowo untuk mengalihkan sebagian haknya kepada Sinergindo. CNOOC juga meminta persetujuan melepas sebagian haknya kepada Pure Link. Surat serupa dilayangkan ke Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Keesokan harinya, BP Migas meminta pertimbangan pemerintah sebelum menjawab Kodeco dan CNOOC. ”Kilat, hanya selang dua jam, terbit surat persetujuan Evita,” kata sumber Tempo di Jakarta, Senin pekan lalu. Tapi, menurut Evita, tak ada yang keliru dengan persetujuan itu. ”Prosedurnya benar, wajar jika kami merestui,” ujarnya di Jakarta pekan lalu.

Keinginan Sinergindo memiliki West Madura sudah terpendam lama. Pada 19 Februari tahun lalu, Sinergindo mengajukan permintaan kerja sama dengan Pertamina. Tapi Pertamina tak menggubrisnya. Sinergindo muncul kembali pada paruh kedua 2010. Keinginan memiliki West Madura semakin kuat. Tapi keinginan itu ”memangsa” Kodeco, pengelola West Madura.

Ladang minyak dan gas West Madura, di lepas pantai Jawa Timur, seperti gadis cantik yang sedang diperebutkan. Saat ini minyak yang disedot rata-rata 13.400 barel per hari, dan gas 138 juta kaki kubik per hari. Produksi minyak pada masa puncak diperkirakan 40 ribu barel. Pasar West Madura pun pasti. Setidaknya, tiga perjanjian jual-beli di kantong, yakni penjualan gas ke PT PLN selama sebelas tahun sejak 2002 senilai US$ 780 juta, komitmen dengan PT PGN untuk periode tujuh tahun mulai 2005, serta perjanjian dengan PT Petrokimia Gresik selama tujuh tahun sejak 2006.

Karena itulah Sinergindo dan Pure Link ngotot berpartisipasi, bagaimanapun mekanismenya. Seorang pejabat Kodeco mengeluh kepada seorang pengusaha Indonesia. Ia mengaku ditekan oleh pejabat Kementerian Energi agar berbagi hak kepemilikan dengan Sinergindo. Bila itu tak dipenuhi, kontrak Kodeco di West Madura tak diperpanjang. Seorang pejabat CNOOC juga berkeluh-kesah. Pada Agustus 2010, dia dua kali dihubungi pejabat Direktorat Jenderal Minyak dan Gas yang meminta komitmen perusahaan asal Cina itu melepaskan sebagian sahamnya ke Pure Link.

Berbagi kepemilikan sebenarnya pilihan berat buat Kodeco. Perusahaan—semula perusahaan kayu—asal Korea itu masih ingin mempertahankan kepemilikannya di West Madura. Kodeco juga menjadi pengelola Poleng, lapangan minyak dan gas TAC milik Pertamina yang bersebelahan dengan West Madura. Kodeco pertama kali mengajukan permohonan perpanjangan kontrak pada Juli 2003. Mereka meminta perpanjangan selama 20 tahun untuk menjamin pasokan ke Perusahaan Listrik Negara, Perusahaan Gas Negara, dan Petrokimia Gresik hingga 2013. Lewat surat nomor 760/2004, Desember 2004, BP Migas menyarankan Kementerian Energi memperpanjang kontrak Kodeco dengan alasan kinerjanya baik.

Tapi Pertamina juga ingin meningkatkan peran di West Madura. Awalnya, perusahaan minyak dan gas milik negara ini ingin menambah hak kepemilikan menjadi 80 persen dalam kontrak baru nanti. Sikap Pertamina berubah ketika Ari Soemarno menjabat direktur utama. Pada Juni 2008, Ari mengirim surat kepada Menteri Energi—saat itu dijabat Purnomo Yusgiantoro—yang isinya Pertamina ingin mengambil alih West Madura setelah kontrak Kodeco berakhir.

Mitra atau perusahaan lain bisa masuk melalui mekanisme kerja sama operasi, di bawah PT Pertamina EP. Pertamina juga mengajukan diri sebagai operator karena menilai kinerja Kodeco sebagai operator tidak memuaskan. Wakil Direktur Utama Iin Arifin ­Takhyan pada November 2008 menyebutkan Blok West Madura baru balik modal alias memasuki masa menguntungkan pada 2004. Itu berarti 23 tahun setelah beroperasi, atau tujuh tahun sebelum kontrak habis.

Direktur Utama Pertamina yang baru, Karen Agustiawan—menggantikan Ari Soemarno—menegaskan kembali sikap Pertamina pada Mei tahun lalu. Karen menyampaikan tiga alternatif dan hitungan keekonomian kepada pemerintah.

Pertama, Pertamina mengelola West Madura dengan bagi hasil khusus: 60 persen pemerintah dan 40 persen Pertamina. Pola ini menghasilkan dividen US$ 1,87 miliar buat pemerintah. Pertamina akan mendapat US$ 309 juta dan mitra kerja sama US$ 303 juta. Kedua, Pertamina memegang 100 persen hak partisipasi dan menjadi operator blok tersebut. Pemerintah bisa mendapat dividen US$ 2,3 miliar dan Pertamina akan memperoleh US$ 173 juta.

Ketiga, Pertamina menawarkan pola swap value. Pertamina mendapatkan 100 persen hak kepemilikan dan menjadi operator blok tersebut. Selanjutnya, Pertamina bisa mengalihkan saham kepada mitra potensial (maksimal 40 persen). Syaratnya, mitra itu harus memberikan sebagian kepemilikannya di blok migas lain. Pola ini bisa memberikan dividen US$ 2,24 miliar buat pemerintah. Penerimaan Pertamina US$ 104 juta dan mitra US$ 139 juta. Pertamina merekomendasikan, alternatif ini terbaik buat pemerintah.

Keinginan Pertamina memperoleh 100 persen West Madura membuat Kodeco dan CNOOC waswas. Lobi-lobi tingkat tinggi pun dilakukan agar bisa bertahan. Juni tahun lalu, Menteri Ilmu Pengetahuan dan Keuangan Republik Korea Choi Kyung-hwan meminta perhatian dan dukungan Darwin Saleh terhadap Kodeco. Pada 17 Januari lalu, Konsuler Ekonomi dan Perdagangan Kedutaan Besar Cina di Indonesia juga meminta Evita memperhatikan CNOOC.

Pembicaraan kontrak West Madura tak kunjung mencapai kata sepakat, malah Sinergindo dan Pure Link ”menyusup”. Sumber Tempo mengatakan lobi-lobi Sinergindo intensif sejak September tahun lalu. Sedangkan Pure Link datang belakangan menjelang tutup tahun. Kementerian Energi memfasilitasi beberapa kali rapat. Pada September 2010, misalnya, sebuah forum digelar di Hotel Ritz-Carlton, Pacific Place, Jakarta. (Lihat ”Dua Titipan Lurah Kecil”.)

Sumber Tempo berbisik, dalam pertemuan itu hadir Evita, Direktur Hulu Kementerian Energi Edy Hermantoro, Direktur Hulu Pertamina Bagus Setiardja, serta perwakilan CNOOC dan Kodeco. Sinergindo diwakili Direktur Keuangan Jimmy Karnadi dan Direktur Pengembangan Bisnis Hadi A. Wi­djaja—kini direkturnya Edi Yosfi, pengusaha yang dekat dengan Partai Amanat Nasional. Kementerian Energi meminta sebagian saham diberikan kepada Sinergindo. Tapi Evita menolak menjelaskan pertemuan tersebut. ”Tidak ada pertemuan itu,” katanya kepada Tempo.

Pembahasan nasib West Madura terus berlanjut. Dalam rapat 13 April lalu, akhirnya disepakati bahwa Pertamina mendapat jatah 60 persen, Kodeco 10 persen, CNOOC 10 persen, Sinergindo 10 persen, dan Pure Link 10 persen. Operator tetap di tangan Kodeco hingga 31 Desember 2013, selanjutnya diserahkan kepada Pertamina. Lima mitra meneken hasil rapat: Slamet Riadhy dari Pertamina, Lim Suk-kyun (Kodeco), Huang Chun-lin (CNOOC), Hadi Arief Widjaja (Sinergindo), dan Alex Rusli (Pure Link).

Kabarnya, Karen marah lantaran Slamet Riadhy ikut membubuhkan tanda tangan. Padahal posisi Pertamina masih meminta 100 persen. Pertamina tidak akan meneken kontrak West Madura yang baru sebelum pemerintah memberikan jawaban tegas dan gamblang. ”Kecuali jika pemerintah mengeluarkan kebijakan khusus yang mengharuskan Pertamina menandatangani,” kata Karen. Juru bicara Pertamina, Mochammad Harun, mengatakan dokumen yang diteken Slamet hanya kesimpulan rapat. ”Belum final,” katanya.

Sadar bola makin panas, BP Migas mengusulkan tiga rekomendasi kepada Menteri Energi, Kamis pekan lalu. Pertama, Kodeco sebagai operator sampai 31 Desember 2013. Setelah itu, Pertamina menjadi operator West Madura. Kedua, kontraktor dipegang Pertamina. Ketiga, Pertamina menjadi operator tiga tahun pertama. Bila kinerjanya sama atau lebih baik daripada Kodeco, Pertamina akan dipertahankan. ”Kami mengusulkan alternatif ketiga,” ujar juru bicara BP Migas, Gde Pradnyana.

Tapi Menteri Darwin belum bersikap, termasuk terhadap dua ”penumpang gelap”, Sinergindo dan Pure Link. ”Ini siapa, kompeten atau tidak, itu semua akan bergantung pada BP Migas,” katanya.

Retno Sulistyowati, Sunudyantoro, Agoeng Wijaya

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus