Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Duet Maut Dari Eighth Avenue

Google membeli DoubleClick seharga US$ 3,1 miliar. Pasar iklan display di media online berkembang amat cepat.

30 April 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dua penghuni gedung jangkung di 111 Eighth Avenue, New York, Amerika Serikat, itu dulu cuma bertetangga. Kini mereka menjadi saudara. Ikatan kekerabatan resmi dibuhulkan setelah Google membeli DoubleClick pertengahan bulan iniā€”kendati pembayarannya baru akan dilakukan akhir tahun nanti.

Berapa nilai transaksinya? Ini yang fantastis. Google harus membayar US$ 3,1 miliar atau sekitar Rp 28 triliun kepada Hellman & Friedman, pemilik DoubleClick. Padahal, dua tahun lalu, perusahaan investasi yang berbasis di California, Amerika Serikat, itu membeli DoubleClick ā€cumaā€ US$ 1,1 miliar atau sekitar Rp 10 triliun.

Dengan kesepakatan itu, Google menyisihkan Microsoft, yang kabarnya ā€hanyaā€ berani menawar US$ 2 miliar atau Rp 18 triliun. Tak mengherankan jika banyak pihak yang bertanya mengapa Google berani mengeluarkan satu setengah kali lipat angka yang ditawarkan pesaingnya. Sepadankah pembelian itu mengingat pendapatan DoubleClick tahun lalu cuma US$ 150 juta atau Rp 1,35 triliun?

Fakta berikut ini bisa memberikan penjelasan. Google selama ini mendominasi iklan berbasis pengklikan di media online. Dari bisnis itu, tahun lalu Google meraup pendapatan US$ 10,6 miliar atau Rp 95,4 triliun. Sebaliknya, iklan berbasis tampilan (display) di laman-laman onlineā€”yang biasanya digunakan untuk membangun kesadaran merekā€”selama ini dikuasai Yahoo dan perusahaan lain.

Melalui DoubleClick, kini terbentang jalan bagi Google untuk ikut menikmati kue iklan berbasis tampilan itu. ā€Kami menyadari level bisnis iklan tampilan jauh lebih besar ketimbang yang kami pikir,ā€ ujar bos Google, Eric Schmidt. Kue iklan tampilan diperkirakan hampir dua kali lipat besaran iklan berbasis pengklikan.

DoubleClick merupakan makelar terbesar di dunia maya yang menghubungkan penerbit online dengan perusahaan yang ingin memasang iklan tampilan atau merek di media mereka. Pada iklan jenis ini, perusahaan tersebut akan membayar tiap kali iklannya ditampilkan. Pasar ini kabarnya berkembang lebih cepat ketimbang paid search yang selama ini digeluti Google.

Budiono Darsono, bos Detik.com, menjelaskan bisnis dunia maya saat ini memang lebih konkret ketimbang di masa lalu. ā€Dulu profitnya cuma berdasarkan persepsi dan proyeksi, sekarang pendapatannya benar-benar riil dari iklan dan penjualan peranti lunak,ā€ ujarnya.

Para analis dan pakar industri teknologi informasi mengakui, kendati begitu tinggi, angka yang diajukan Google masih masuk akal. Terutama lantaran ukur-an dan kualitas pelanggan DoubleClick begitu dahsyat. DoubleClick memiliki sekitar 1.500 pelanggan. Beberapa di antaranya perusahaan besar, seperti General Motors, Coca-Cola, Visa USA, Nike, dan MTV.

Peranti lunak yang dibuat perusahaan DoubleClickā€”dikenal sebagai DARTā€”dipasang oleh penerbit online kenamaan dari seluruh dunia. Perangkat itu amat membantu mereka menentukan iklan apa yang harus mereka sediakan di laman web, memantau berapa banyak perusahaan bisa dijangkau, dan menolong mereka mengelola stok iklan. Pesaing berat DoubleClick di bisnis ini adalah aQuantive dan 24/7 Real Media.

Akuisisi itu ditaksir akan memperlebar jarak keunggulan Google dibanding Microsoft dan Yahoo dalam pasar iklan online, yang nilainya ditaksir US$ 28,8 miliar atau Rp 210 triliun. ā€Aset ini benar-benar diperebutkan dengan panas,ā€ ujar Jordan Rohan, analis RBH Capital Markets, Amerika. ā€Jelas Google akan membayar berapa pun agar Microsoft tak bisa memilikinya.ā€

Tom Chavez, Kepala Eksekutif Rapt yang juga membuat peranti lunak untuk pengiklanan, mengatakan kesepakatan itu akan memberi Google informasi berharga tentang bagaimana kinerja iklan di website papan atas. ā€Siapa yang mengontrol data akan memiliki kaki yang kukuh,ā€ ujarnya. Pengelola situs, kata dia, akan merasa untung membagi datanya dengan Google jika mereka dapat menjual iklan dengan target yang lebih baik dan harga lebih tinggi.

Google dan DoubleClick mungkin tak akan berlama-lama menegosiasikan detail-detail pembelian ini. Mereka bakal segera menggebrak. Keduanya menawarkan peranti yang lebih bertenaga kepada media yang menjadi pembeli dan penjual untuk membidik dan menganalisis iklan online. Mereka juga akan menempatkan iklan-iklan tersebut pada jaringan website yang lebih besar.

ā€Bersama DoubleClick, Google akan membuat Internet menjadi lebih efisien, baik bagi pengguna, pengiklan, maupun penerbit,ā€ ujar Sergey Brin, salah satu pendiri Google. Benar-benar sebuah duet maut.

Nugroho Dewanto (Economist, The Sunday Times, Wall Street Journal)

Pendapatan dan Politik

Google bagai raksasa yang tak mengenal kenyang. Sebelum membeli DoubleClick dengan harga yang mencengangkan, September tahun lalu Google mengambil alih YouTubeā€”situs berbagi videoā€”juga dengan harga fantastis, yaitu US$ 1,6 miliar atau sekitar Rp 14,5 triliun.

Sementara DoubleClick memiliki sumber pendapatan jelas, tidak demikian dengan YouTube. Banyak orang bahkan secara sinis menyebut perusahaan ini tak memiliki pola bisnis yang bisa diimplementasikan dengan jelas. Berikut ini ihwal bisnis yang ditekuni kedua anak perusahaan Google tersebut.

DOUBLECLICK

Perusahaan ini didirikan pada 1995 oleh Kevin Oā€™Connor dan Dwight Merriman sebagai jaringan pengiklan di Internet. Mereka membantu pengelola situs menjual iklan kepada pemasar. Pada 1997, perusahaan itu mulai menawarkan pengelolaan teknologi dan layanan iklan online yang telah dikembangkannya kepada penerbit lain sebagai layanan DART.

Pada 1999, DoubleClick melakukan merger senilai US$ 1,7 miliar dengan agen pengumpulan data Abacus Direct, perusahaan yang bekerja dengan perusahaan-perusahaan katalog offline. Merger ini menimbulkan ketakutan bahwa keduanya akan menghubungkan profil peselancar web yang anonim dengan informasi pribadi yang bisa diidentifikasi, seperti nama, alamat, nomor telepon, dan alamat e-mail.

Kontroversi tentang pelanggaran privasi ini terutama dikemukakan Jason Catlett dari Junkbusters, yang mengatakan DoubleClick telah atau berniat melakukan sesuatu yang tak pernah dikemukakan secara terbuka. Lantaran pemberitaan yang begitu negatif, DoubleClick akhirnya batal menyatukan layanan-layanan dengan Abacus.

Pada April 2005, Hellman & Friedman, perusahaan investasi yang berbasis di San Francisco, mengumumkan niat membeli DoubleClick. Kesepakatan akhirnya dicapai pada Juli 2005. Pada Desember 2006, Hellman & Friedman mengumumkan penjualan Abacus ke Epsilon Interactive.

YOUTUBE

Seperti galibnya perusahaan teknologi informasi di Amerika, YouTube memulai bisnis dari sebuah garasi. Tayang perdana pada Mei 2005, enam bulan kemudian barulah YouTube membuat debut pertama.

Basis layanan YouTube menggunakan teknologi untuk menampilkan video. Di website ini, pengguna dapat mengunggah, melihat, dan berbagi gambar hidup. Video bisa diperingkat, reratanya dan jumlah video yang telah ditonton bisa diterbitkan.

Sebelum dibeli Google, YouTube menyatakan bisnisnya berbasis iklan. Perusahaan ini mengeluarkan US$ 1 juta atau sekitar Rp 9 miliar per bulan untuk kebutuhan bandwidth. Sampai sekarang, YouTube cuma memiliki 67 orang karyawan.

Survei menunjukkan tiap hari sekitar 100 juta klip dilihat di YouTube. Dan ada tambahan 65 ribu video baru setiap 24 jam. Menurut Nielsen/NetRatings, situs ini dikunjungi 20 juta orang per bulanā€”44 persen di antaranya perempuan. Pengunjung dominan berasal dari kelompok usia 12-17 tahun.

Website ini dianggap efektif untuk kampanye politik. Untuk pemilihan Presiden Amerika 2008, tim kampanye telah menggunakan YouTube sebagai media untuk mengiklankan kandidat mereka. Namun, di berbagai belahan duniaā€”termasuk di beberapa tempat di Amerika sendiriā€”situs ini dilarang karena dianggap menayangkan kekerasan dan pornografi. Di Thailand, situs ini dicekal karena memuat film yang dinilai menghina raja dan keluarganya.

ND

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Ā© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus