Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Dukungan Armada bagi Proyek Perluasan KRL

PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) membeli armada kereta baru untuk mengantisipasi kemungkinan penambahan jalur KRL. Anak usaha PT Kereta Api Indonesia itu telah memesan 16 rangkaian kereta dari PT INKA, yang sebagian besar akan beroperasi di Jabodetabek. 

11 Mei 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pembuatan Kereta Rel Listrik (KRL) di PT Industri Kereta Api (INKA), Madiun, Jawa Timur. Dokumentasi TEMPO/Nofika Dian Nugroho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • PT KCI mengantisipasi penambahan jalur KRL.

  • KCI telah memesan 16 rangkaian kereta baru dari PT INKA.

  • KRL cadangan diperlukan agar operasi harian tak terusik oleh jadwal pemeliharaan rutin.

JAKARTA – PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) mengantisipasi rencana pemekaran jalur kereta rel listrik (KRL) melalui pengadaan armada baru. Juru bicara PT KCI, Anne Purba, mengatakan sebagian besar dari 16 rangkaian kereta yang dipesan dari PT Industri Kereta Api atau INKA itu akan beroperasi di wilayah Jabodetabek. Saat ini, panjang jalur kereta listrik di Jabodetabek sudah mencapai 500 kilometer.  

“Kemungkinan (kereta baru) juga bisa masuk ke area lain yang sedang disiapkan elektrifikasinya,” ucap Anne kepada Tempo, kemarin.

Dia membenarkan bahwa animo pengguna kereta listrik terus meningkat. Seiring dengan pelonggaran aturan mobilitas penumpang, KCI kini mengelola 1.053 perjalanan KRL dalam 94 rangkaian rute melingkar per hari di Jabodetabek. Beroperasi sejak pukul 04.00 hingga 00.00, anak usaha PT Kereta Api Indonesia itu mengoperasikan 376 perjalanan pada jam sibuk pagi dan 337 perjalanan pada jam sibuk sore hari. Perusahaan itu juga mengoperasikan 24 hingga 30 perjalanan harian KRL Yogyakarta-Solo.

Menurut Anne, KCI selalu menjamin adanya KRL cadangan agar operasi harian tak terusik oleh jadwal pemeliharaan rutin. “Commuter itu bukan hanya soal okupansi, tapi juga headway (masa tunggu di antara dua kereta),” katanya. Ia mencontohkan, ketika jumlah penumpang KRL dibatasi 60 persen akibat pandemi, sarana yang dijalankan justru lebih banyak dibanding masa normal.  

Kementerian Perhubungan pun masih terus mengembangkan jaringan KRL ke berbagai daerah. Pada Maret 2021, juru bicara Kementerian Perhubungan, Adita Irawati, memastikan elektrifikasi jalur akan diutamakan di wilayah padat penumpang. “Sesuai dengan rencana strategis akan masuk ke kota-kota yang mobilitas harian masyarakatnya tinggi, atau juga di wilayah aglomerasi,” katanya.

Proses pembuatan gerbong kereta pesanan PT Kereta Api Indonesia (KAI) di PT Industri Kereta Api (INKA), Madiun, Jawa Timur. Dokumentasi TEMPO/Nofika Dian Nugroho

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini


Commuter Yogyakarta-Solo menjadi KRL pertama yang berhasil dikembangkan di luar Jabodetabek. Sejak tahun lalu, kereta yang melintas di jalur sepanjang 62 kilometer itu mulai mengambil alih kinerja kereta aglomerasi Prambanan Ekspres yang selama ini mengangkut sekitar 315 ribu penumpang per hari.

Kementerian Perhubungan sudah berencana memanjangkan jalur KRL tersebut ke Kutoarjo dan Madiun. Pemerintah juga membuka peluang keterlibatan investor swasta dalam rencana ekspansi jaringan KRL ke luar Jabodetabek dengan skema kolaborasi pemanfaatan.

Ketua Forum Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia, Aditya Dwi Laksana, mengatakan rencana pemekaran jalur KRL tampak dari gerak-gerik PT KCI yang kini mengelola sejumlah wilayah operasi kereta jarak dekat milik KAI. “Mereka masuk ke wilayah yang belum ada KRL, sehingga pasti akan ada elektrifikasi jalur di wilayah itu nantinya.” Dia menilai kapasitas kereta api lokal akan sulit membendung pertumbuhan jumlah penggunanya. “Kalau jaringan meluas, otomatis perlu tambahan sarana.”

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jawa Barat pernah mengkaji potensi pembangunan rute kereta listrik di kawasan Bandung Raya pada 2013, persisnya di jalur Padalarang-Cicalengka. Kepala Bappeda Jabar, Sumasna, menyebut rencana pembangunan KRL itu belum terealisasi karena tertutup proyek jumbo lain, seperti kereta cepat Jakarta-Bandung. “Kami juga masih melihat potensi proyek kereta layang ringan (LRT) dan monorel, sehingga KRL belum berkembang, tapi kajiannya ada.”

YOHANES PASKALIS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus