Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai redenominasi rupiah sebenarnya sudah bisa dilakukan saat ini. Sebab, inflasi sudah kembali pada tren penurunan setelah sempat melonjak pada akhir 2022. Adapun redenominasi merupakan penyederhanaan jumlah angka pada rupiah. Misalnya, dari Rp 1.000 menjadi Rp 1.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tapi rencana itu perlu disinkronkan dengan rencana blue print sistem pembayaran BI, terutama rupiah digital," kata David kepada Tempo, Minggu, 25 Juni 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
David mengatakan proses redenominasi perlu dilakukan bertahap. Ketika redenominasi dilakukan, kontrol harga barang juga mesti dilakukan. "Karena salah satu risiko rencana redenominasi adalah kemungkinan terjadinya lonjakan harga," kata David.
Hal itu terjadi ketika ada pihak yang melakukan manipulasi psikologis. Oleh karena itu, David mengatakan sosialisasi kepada masyarakat menjadi hal yang penting untuk dilakukan. Terutama ihwal manfaat dari redenominasi.
"Manfaatnya kan lebih ke kenyamanan dalam bertransaksi serta menciptakan persepsi positif dan meningkatkan confidence terhadap rupiah," ujar David.
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo sempat menyinggung tentang rencana redenominasi rupiah saat konferensi pers pada Kamis, 22 Juni 2023. Menurutnya, rencana itu sudah disiapkan sejak lama. Bahkan, Bank Indonesia sudah menyiapkan desain, tahapan, hingga langkah-langkah menuju transisi. "Tapi keputusan ini perlu timing yang tepat," ujar Perry.
Perry menjelaskan, redenominasi rupiah bisa dilakukan ketika ekonomi makro dalam kondisi baik, moneter dan stabilitas keuangan stabil, dan situasi sosial politik kondusif, mendukung, positif, dan kuat.
Perry menilai kondisi ekonomi Indonesia sudah bagus, tetap masih ada efek rambatan dari pelemahan ekonomi global. Begitu pula dengan stabilitas keuangan yang masih dihadapkan pada ketidakpastian global. Sementara soal situasi politik, Perry enggan bicara banyak. "Tentu pemerintah lebih tahu," ujar dia.