Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai rendahnya penyerapan anggaran di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengindikasikan bahwa pemerintah mengorbankan proyek infrastruktur untuk subsidi energi, termasuk subsidi BBM.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Defisit APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) harus konsolidasi. Jadi mau enggak mau infrastruktur yang harus dikorbankan untuk dikalahkan," ujar Bhima saat dihubungi Tempo pada Rabu, 17 Agustus 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemerintah menaikkan anggaran subsidi dan kompensasi energi pada tahun ini hingga Rp 502 triliun. Penambahan subsidi dilakukan lantaran adanya lonjakan harga minyak dunia menjadi US$ 98 dolar per barel atau jauh di atas asumsi APBN 2022 yang sebesar US$ 63 per barel.
Bhima mengatakan selain menaikkan kebutuhan subsidi energi, pemerintah menyalurkan bantuan sosial (bansos) sebagai kompensasi dari dampak inflasi. Meningkatnya kebutuhan subsidi itu ditengarai berpengaruh terhadap realisasi anggaran untuk proyek-proyek infrastruktur.
Menurut Bhima, pemerintah perlu memperhatikan lambannya penyerapan anggaran proyek-proyek infrastruktur, khususnya proyek strategis nasional (PSN), yang berimbas terhadap molornya target penyelesaian.
Keterlambatan penyelesaian proyek akan menyebabkan pembengkakan biaya atau cost overrun, apalagi nilai proyek PSN ini mencapai 20 persen.
"Karena selisih kurs, biaya tenaga kerja, pembebasan lahan yang lama, ada lagi material karena banyak impor besi baja," ucapnya.
Di sisi lain, Bhima melihat pada 2023 mendatang, investor akan mengerem investasi di sektor infrastruktur karena merupakan tahun politik. Para investor bakal menimbang lebih jauh untuk membenamkan investasinya.
"Jadi banyak investor yang wait and see," kata dia. Dengan demikian, menurut Bhima, harus ada fokus alokasi anggaran yang berubah.
Bhima kemudian meragukan seluruh proyek jumbo pemerintah akan selesai tepat waktu sebelum masa pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi berakhir. "Meskipun dalam pidato nota keuangan kemarin, Pak Jokowi menyebut sebelas kali soal infrastruktur. Tapi kelihatannya enggak yakin megaproyek besar akan dilanjutkan," tutur Bhima.
Menteri PUPR Basuki Hadimuljono sebelumnya mengakui selama 2022, penyerapan anggaran infrastruktur Kementerian PUPR hingga Agustus baru mencapai 41,6 persen. Adapun pada tahun ini kementeriannya mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp 110,7 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperingatkan Kementerian PUPR untuk menyelesaikan sejumlah proyek infrastruktur prioritas sebelum masa Kabinet Indonesia Maju berakhir. Prioritas penyelesaian proyek-proyek pemerintah itu tercermin dari peningkatan alokasi belanja negara non-pemulihan ekonomi nasional (PEN) pada 2023.
Penyelesaian infrastruktur prioritas tersebut mencakup pembangunan jalan, jembatan, bendungan, jaringan irigasi, hingga rumah susun. Selain itu, pemerintah perlu menyelesaikan pembangunan bandara dan jalur kereta api serta menyediakan infrastruktur untuk energi baru dan terbarukan dan konservasi energi (EBTKE).
RIANI SANUSI PUTRI | FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.