Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Ekonom senior Faisal Basri mengatakan partisipasi masyarakat Indonesia untuk terlibat dalam asuransi masih rendah. Dia mengatakan Indonesia berada di posisi keenam di Asia Tenggara di mana sektor asuransi hanya berkontribusi 6,9 persen terhadap totoal Gross Domestic Product (GDP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Indonesia hanya berada sedikit di atas Myanmar. Kalau situasi politik Myanmar lebih baik, bisa-bisa kita berada di bawah," kata Faisal dalam forum Non-Bank Financial yang diselenggarakan Infobank di Jakarta, Jumat, 26 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Faisal mengatakan jika kontribusi asuransi terhadap GDP bisa tembus 8 hingga 10 persen, hal itu akan berdampak pada prospek industri sektor keuangan. Faisal menatakan lemahnya industri asuransi tersebut disebabkan lemahnya daya beli. Dia mengatakan 60 persen penduduk Indonesia hanya mengeluarkan Rp 30 ribu. "Bagaimana mau memikirkan asuransi sedangkan untuk urusan perut saja masih susah," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono mengakui hal tersebut. Ogi mengatakan rendahnya partisipasi masyarakat untuk terlibat dalam asuransi juga dipicu karena minimnya pengetahuan akan pentingnya asuransi.
"Tanpa literasi orang tidak tahu kebutuhannya atau apa. Jadi kalau itu literasi bisa dilaksanakan dan kebutuhan itu akan muncul. Kalau saya tidak punya produk asuransi, maka saya akan berisiko lebih. Itu yang edukasi itu yang perlu terus-menerus dilakukan," katanya.
Ogi mengatakan saat ini paradigma soal asuransi perlu diubah. Dia menilai, kesadaran masyarakat terhadap produk jasa keuangan tidak bisa dilakukan secara instan. "Makanya campaign untuk asuransi kita ubah, kalau dulu mari berasuransi, sekarang itu pahami, paham dulu, baru miliki," katanya.
Saat ditanyai ihwal rencana kewajiban asuransi kendaraan bermotor, Ogi menyatakan hal tersebut masih dalam tahapan pembahasan oleh pemerintah. Dia mengatakan OJK hanya menunggu keluarnya Peraturan Pemerintah mengenai hal itu. "Sebab di undang-undang, pemerintah diberikan kewenangan untuk itu. Untuk teknisnya bagaimana, nanti akan diatur lagi melalui peraturan OJK," katanya.
Ogi juga menegaskan bahwa kewajiban asuransi kendaraan belum masuk tahapan finalisasi. Dia mengaku tidak mengetahui kapan pemerintah akan mengeksekusi rencana tersebut. "Yang jelas masih lama, belum tahu kapannya," ujarnya.
Pilihan editor: Jokowi Sebut Belum Ada Kepastian soal Wajib Asuransi Kendaraan
NANDITO PUTRA