SEPANJANG bulan Januari 1994, pasar modal Kuala Lumpur (KLSE) terguncang keras. Para investor berlomba-lomba menabrak saham CASH (Counstruction and Supplies House) Berhad. Harga saham perusahaan yang bermarkas di Kota Kinabalu, Sabah, Malaysia itu kontan terlonjak ke atas. Saham CASH -- bernilai nominal setengah ringgit Malaysia (M$ 0,5) -- awal Desember silam masih diperdagangkan sekitar M$ 2 per lembar. Tapi pekan lalu melesat ke M$ 10. Seorang investor, yang menjual satu juta saham lewat pialang Merryl Linch, mengaku untung M$ 8 juta (Rp 6 miliar lebih). Maka, di Kuala Lumpur terjadi "demam Prajogo" atau Prajogo hot, seperti yang ditulis sebuah koran di Malaysia. Gejolak harga saham itu bermula dari "info" tentang rencana Prajogo Pangestu, sang raja kayu Indonesia, yang hendak menjual tiga perusahaannya ke CASH Bhd. Rencana itu sudah dituangkan dalam memorandum of understanding (MOU) yang diteken 28 Januari lalu oleh Prajogo Pangestu dan Ambrose Lee Yok Min, pimpinan Suniwang Sdn. Bhd., yang menguasai CASH Bhd. Jika segalanya lancar, transaksi penjualan dilakukan 1 Maret 1994. Ketiga perusahaan yang hendak dijual Prajogo adalah Rindaya Wood Processing Sdn. Bhd. di Malaysia (saham 100%), Lombda Pty. Ltd. di Papua Nugini (saham 100%), dan Nantong Plywood Industry Co. Ltd. di Shanghai, RRC (saham 85%). Prajogo Prajogo menjamin, dalam tiga tahun berturut-turut, ketiga perusahaan tersebut akan memberikan laba minimal M$ 100 juta per tahun. "Ketiga perusahaan itu, ancar-ancar harganya sekitar M$ 900 juta. Itu akan dibayar dengan saham baru dari CASH. Tapi perlu persetujuan dulu dari para pejabat yang berwenang," kata Direktur Pengelola Cash Berhad, Joseph Lee, dari Kota Kinabalu, Kalimantan Utara. CASH didirikan oleh Tan Sri Lee Leroy pada tahun 1960-an, semula bergerak di perkebunan karet. Perusahaan ini sudah tercatat di bursa Kuala Lumpur sejak 26 Februari 1962. Pada bulan Desember 1992, CASH diambil oper oleh Suniwang Berhad. Saham baru yang akan dibayarkan ke Prajogo sebanyak 450 juta lembar itu akan mewakili 72,5% saham CASH. Dengan demikian, manajemen CASH akan dipegang Prajogo. Dan nama CASH akan diubahnya menjadi BIG (Barito International Group). Menurut koran Business Times terbitan Singapura, CASH sudah beberapa tahun merugi dan mengalami krisis manajemen. Tapi, dengan menguasai ketiga perusahaan Prajogo, CASH dipastikan akan melaba, minimal untuk tiga tahun mendatang. Rindaya Wood Processing Sdn. Bhd. adalah perusahaan kayu lapis berkapasitas produksi 140.000 meter kubik per tahun. Perusahaan ini dibeli Prajogo dari mitranya di Sarawak beberapa tahun silam. Pada tahun 1993 (April-Desember) mencatat laba M$ 15 juta dan menargetkan laba M$ 48 untuk tahun 1994. Lombda Pty. Ltd. adalah anak perusahaan Rindaya, yang menguasai hak pengusahaan hutan (HPH) seluas 98.000 ha di Papua Nugini. Kendati perusahaan ini baru dibeli Prajogo Juni 1993, tahun ini ditargetkan sudah akan memetik laba M$ 14 juta. Dewasa ini kayu gelondongan hasil perusahaan Lombda diekspor ke RRC. Lombda telah pula mengajukan permohonan investasi pembangunan industri kayu gergajian, veneer, dan kayu lapis di Papua Nugini. Nanton Plywood Industry Co. adalah industri kayu lapis yang dibangun Prajogo bersama pemerintah RRC di Shanghai, dengan kapasitas produksi 120.000 ton. Bolehkah Prajogo sebagai warga negara asing (Indonesia) menguasai saham perusahaan di bursa Kuala Lumpur? "Batasan umum untuk warga asing memegang saham perusahaan Malaysia ditetapkan 30%. Tapi, jika ingin menaikkan hingga di atas 30%, yang bersangkutan harus mendapat izin dari Panitia Penanaman Modal Asing," kata juru bicara KLSE, Nazery Khalid. Apakah Prajogo akan memperoleh izin, "Itu tergantung Panitia Penanaman Modal Asing Komisi Sekuriti Kementerian Perdagangan International dan Industri Malaysia, serta otoritas KLSE," kata Nazery. Ditambahkannya, peluang terbuka luas bagi warga negara asing yang mau menanam modal di Malaysia. Paling tidak, fasilitas dari lembaga perbankan akan mudah baginya. Kalangan pengamat bisnis di Malaysia menilai kerja sama Prajogo dengan Ambrose Lee bisa berkembang pesat. Menurut koran Asian Wall Street Journal, Ambrose Lee adalah konglomerat Malaysia yang punya hubungan erat dengan UMNO, partai yang kini berkuasa di Malaysia. Ambrose Lee memiliki beberapa perusahaan, di antaranya Suniwang Sdn. Bhd., yang menguasai lahan terbesar di Labuan -- sebuah pulau yang tengah dikembangkan sebagai wilayah bisnis bebas pajak untuk pengusaha asing. Dengan menggandeng Prajogo Pangestu, Suniwang tentu akan lebih lancar mengembangkan Labuan. Sebaliknya, dengan mendirikan Barito International Group di Malaysia, Prajogo Pangestu tampaknya tengah membuat batu loncatan untuk menjadi konglomerat besar juga di luar negeri. Selain memiliki tiga perusahaan tadi, Prajogo juga memegang saham kecil di Hotel Sentosa (Singapura). Perusahaan Prajogo yang terbesar di luar negeri adalah Siemene International Ltd., di Hong Kong, yang tengah membangun industri olefin Chandra Asri, di Merak, Jawa Barat.Max Wangkar, Ekram H. Attamimi (Kuala Lumpur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini