DI Indonesia, investasi dalam emas belakangan ini ternyata lebih menguntungkan daripada membeli saham di pasar modal. Oktober lalu, ketika orang berlomba-lomba membeli saham di pasar perdana, harga emas jenis LM (logam mulia) cetakan PT Aneka Tambang mencapai harga terendah untuk tahun 1990, yakni Rp 21.450 per gram. November lalu, harga emas merangkak naik hingga Rp 24.700 per gram. Berarti, dalam sebulan orang bisa meraih laba sekitar 12%. Sebaliknya, investor yang memborong saham Oktober silam umumnya merugi, minimal di atas kertas. Bahkan ada saham yang dijuluki "mayat" karena nilainya jatuh sampai 50%. Sejak awal Desember, harga emas memang merosot sampai Rp 23.300 per gram, tapi pekan lalu harganya mulai bergerak naik. Gejala serupa terjadi juga di luar negeri. Sejak bursa efek New York (Wall Street) guncang Oktober lalu, sebagian investor mengalihkan spekulasinya ke logam mulia (emas, perak, dan platinum). Harga emas di New York Oktober lalu masih sekitar US$ 366 per troy ons (sekitar 32 gram), tapi harga ini menjadi US$ 420 per troy ons pada November (laba 13%). Sebagian analis menduga, harga emas pada 1990 akan lebih bersinar lagi. Masalahnya sementara ini orang khawatir terhadap inflasi, pertumbuhan ekonomi AS yang melambat, dan nilai dolar yang terus melemah. Keuntungan perusahaan diduga menyusut, lalu harga saham bisa jatuh lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini