Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pada paruh pertama 2024, hanya ada 25 perusahaan yang melakukan penawaran perdana saham atau initial public offering (IPO) dengan nilai US$ 248 juta. Sementara itu, pada periode yang sama tahun lalu, terdapat 44 perusahaan dengan total penggalangan dana U
Penurunan jumlah emiten dipicu oleh sikap investor dan perusahaan yang memilih menahan diri. Mereka menanti perubahan kebijakan ekonomi pemerintah.
Bursa Efek Indonesia menargetkan sebanyak 62 perusahaan melakukan IPO pada 2024.
JUMLAH emiten baru di Bursa Efek Indonesia anjlok. Pada paruh pertama 2024, hanya ada 25 perusahaan yang melakukan penawaran perdana saham atau initial public offering (IPO) dengan nilai US$ 248 juta. Sementara itu, pada periode yang sama tahun lalu, terdapat 44 perusahaan dengan total penggalangan dana sebesar US$ 2,28 miliar.
Hasil analisis Deloitte dalam laporan bertajuk Southeast Asia Mid-Year IPO Snapshot 2024 yang terbit pada Juli ini menunjukkan bahwa penurunan jumlah emiten dipicu oleh sikap investor dan perusahaan yang memilih menahan diri. Mereka menanti perubahan kebijakan ekonomi pemerintah. Pasalnya, pada paruh pertama 2024, Indonesia menghadapi kenaikan suku bunga yang sekarang mencapai 6,25 persen serta pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang sudah menembus level Rp 16 ribu.
Meski begitu, pasar saham Indonesia masih lebih baik dibandingkan dengan sejumlah negara di Asia Tenggara dari sisi jumlah IPO. Namun, dari sisi nilai yang diraih, Malaysia mengantongi dana lebih besar dengan total US$ 450 juta dari 21 IPO. Selain itu, ada Thailand dengan total penggalangan dana US$ 427 juta dari 17 IPO.
Assurance Advisory Partner Deloitte Konsultan Indonesia, Jasmin Maranan, mengatakan performa bursa saham Indonesia tahun ini mungkin tak akan sebaik pada 2023. Saat itu banyak perusahaan melantai dengan dana jumbo. Rata-rata penggalangan dana pada semester I 2023 mencapai US$ 50 juta, sedangkan pada periode yang sama tahun ini hanya US$ 10 juta. "Tapi Indonesia tetap menjadi pilihan untuk perusahaan dengan pertumbuhan tinggi di bidang teknologi, pertanian, dan energi terbarukan," katanya.
Menurut Senior Analyst Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, pemilihan umum juga mempengaruhi realisasi IPO. Pada awal tahun ini berlangsung pemilihan presiden dan wakil presiden, yang diikuti dengan transisi kepemimpinan hingga pelantikan terlaksana pada 22 Oktober nanti. Di tengah kondisi ini, sikap wait and see menjadi hal yang lumrah. "Investor akan melihat bagaimana kebijakan Prabowo, khususnya dalam mengelola ekonomi negara," tuturnya.
Padahal tambahan jumlah emiten penting untuk meningkatkan kapitalisasi pasar saham. Hingga Juni 2024, nilai kapitalisasi pasar saham Indonesia mencapai Rp 12.092 triliun. Pada paruh pertama tahun ini, total terdapat 927 perusahaan terdaftar. Rata-rata volume transaksinya mencapai 18,23 miliar lembar dengan rata-rata nilai Rp 12,27 triliun.
Analis Samuel Sekuritas, Suria Dharma, mengatakan pasar yang makin besar bakal menarik lebih banyak investor. "Orang jadi punya lebih banyak pilihan," tuturnya.
Situasi ini terutama bakal menarik lebih banyak investor asing. Untuk jangka pendek, peran investor asal luar negeri penting untuk meningkatkan kepercayaan investor domestik, meskipun porsinya perlu dikontrol. Terlalu banyak investor asing berisiko terhadap kestabilan pasar saat mereka menarik dananya.
Untuk menarik lebih banyak perusahaan melantai, Suria menilai perlu ada perbaikan kondisi ekonomi. Suku bunga yang tinggi dan kurs yang melemah menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk membuat pasar lebih menarik. Dia juga menilai perlu ada perbaikan regulasi dari Bursa Efek Indonesia. "Belakangan ini banyak sekali aturan yang tujuannya melindungi investor. Tapi, di sisi lain, membuat pasar jadi kurang terbuka," katanya. Dia mencontohkan kebijakan papan pemantauan khusus full call auction atau metode lelang berkala secara penuh.
Di tengah kondisi ini, Suria mengatakan bukan berarti tak ada kesempatan untuk perusahaan melantai di bursa. Dia menyebutkan perusahaan dengan fundamental baik mempunyai kesempatan untuk meraup dana segar dari pasar bursa. "Kalau sektornya menarik, meski kondisi pasar tidak begitu bagus, dia bisa saja menjual," ujarnya.
Seremoni pencatatan perdana saham PT Intra Golflink Resorts Tbk (GOLF) di Bursa Efek Indonesia (BEI) di Jakarta, 8 Juli 2024. Dok. BEI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Pilarmas Investindo Maximilianus Nicodemus mengatakan pasar saham sebenarnya sangat menarik. Di tengah kenaikan suku bunga, perusahaan kesulitan untuk berekspansi karena tingginya biaya pinjaman. "Saham jadi salah satu alternatif yang ada sekarang," tuturnya.
Tempo berupaya meminta konfirmasi ihwal penyebab penurunan jumlah emiten baru di lantai bursa hingga semester I 2024 kepada Direktur Penilaian Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna. Namun ia tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan Tempo.
Baca juga:
Bursa Efek Indonesia menargetkan 62 perusahaan melakukan IPO pada 2024. Pada awal tahun ini, Nyoman menyatakan mengincar 1.000 emiten pada akhir tahun nanti. Hingga 9 Juli 2024, terdapat 933 emiten tercatat di bursa.
Pada Senin, 8 Juli lalu, ada tiga emiten baru yang datang di bursa. Mereka adalah emiten pengelola lapangan golf dan resor golf PT Intra GolfLink Resorts Tbk (GOLF), produsen makanan olahan PT Indo American Seafoods Tbk (ISEA), serta produsen bata ringan dan semen mortar PT Superior Prima Sukses Tbk (BLES).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Intra GolfLink tercatat melepas 1,95 miliar saham baru ke publik dengan harga Rp 200 per saham, Indo American Seafoods melepas 290 juta saham baru dengan harga Rp 250 per saham plus penawaran dengan perbandingan 2 : 1 dan Superior Prima Sukses melepas 1,31 miliar saham baru seharga Rp 183 per saham.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo