Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Masih Insidentil

Kampanye penanaman modal asing buat pulau batam tidak sesuai dengan kenyataan. Fasilitas belum memadai, pelabuhan batu ampar hanya 6 meter dalamnya, urusan pergudangan & biaya imigrasi mahal. (eb)

2 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAKEKI Ishada, pimpinan Saitama Bank Ltd. di Singapura, tampak sibuk menyelesaikan laporannya dari P. Batam pekan lalu. Dia belum bisa banyak bicara tentang 'pulau industri' yang panas, kering dan masih lengang itu. Tapi dari kunjungan sehari di Batam, 18 Mei lalu bersama 31 bankir di Singapura dan sejumlah pengusaha lamnya di sana, dla merasa kaget juga melihat suasana yang masih sepi itu. "Bayangan saya lebih maju dari ini," katanya. Kepada koresponden TEMPO di Singapura Khoe Hak Liep, bankir Jepang itu mengatakan, beberapa langganannya tertarik untuk menanam modal di pulau yang terpisah sejam perjalanan dengan ferri dari pelabuhan Finger Pier di Singapura itu. "Kedudukan Batam sebagai daerah bebas bea cukai sungguh menyenangkan," katanya. Tapi melihat belum tersedianya fasilitas yang bisa menarik para calon investor dan bank untuk menanam uangnya di sana. Ishada tidak optimis itu akan terlaksana dalam waktu setahun dua. Pendapat yang kurang lebih sama juga dikemukakan Hein Rosz dari Commerzbank. "Ukuran saya adalah bankir Amerika, apakah mereka bersedia memberi pinjaman (loan) kepada investor," kata Rosz. Tapi kenapa ballkir dari Jerman itu musti berkiblat kepada AS? Jawabnya adalah kunjungan Menteri Ristek Dr. B.J. Habibie ke San Francisco belum lama berselang untuk meyakinkan para bankir di sana. Tetangga McDermott Buat Habibie, Batam sungguh merupakan taruhan, setelah PM Singapura Lee Kuan Yew sendiri secara resmi berkunjung seharian ke sana 11 Maret lalu, dan memberikan restunya. Bisa dimengerti kalau dia sendiri yang berkeliling negeri untuk "menjual" pulau itu. Tentu saja itu harus disertai dengan usaha promosi yang besar-besaran, "kalau perlu kampanye buat Batam," kata seorang yang dekat Menteri Habibie. Tapi yang baru ada, seperti kata seorang bankir AS yang ikut ke Batam, terbatas pada "promosi insidentil, seperti kunjungan Menteri Habibie ke San Francisco itu." Dan banyak peninjau beranggapan, buku pintar yang dibatalkan oleh pihak otorita itu "kurang spesifik." Sekalipun fasilitasnya serba kurang dan pelabuhan yang di Batu Ampar cuma 6 meter dalamnya, toh pulau RI yang bertetangga dengan Singapura itu tak pernah berhenti memberi ha-rapan. Buruh yang murah dan dukungan Singapura yang ingin menggeser kepengapan mereka ke Batam, bisa dianggap sebagai 'garansi' oleh para bankir itu. "Batam memang mulai bergetar, tapi sambutan dari pihak Indonesia sendiri terasa kurang cepat," kata seorang tenaga asing di PT McDermott Indonesia di Batu Ampar. Adalah McDermott yang terasa paling bergemuruh, di antara sejumlah perusahaan yang sudah beroperasi di Batam. Mengerjakan galangan kapal dan p1nggung pengeboran minyak dan tankinya, perusahaan jenis itu memang lagi mengalami arus pasang di dunia, dengan naiknya gengsi minyak setelah krisis di lran ini. Dan perusahaan patungan yang 15% sahamnya berada di tangan pengusaha Indonesia Bob Hasan itu, juga sedang membuat kapal untuk mengangkut alat-alat besar (barges). Tapi tetangganya, PT Avlau Indonesia (PMA), yang mengerjakan perakitan dan pembuatan alat-alat khusus untuk usaha pencarian minyak lepas pantai, baru saja tutup beberapa hari sebelum rombongan bankir itu datang ke Batam. "Mereka tak dapat kontrak baru," kata seorang pegawai McDermott. Begitu pula PT Patra Vickers yang tadinya membuat mesin-mesin dan PT Dresser Macgobar Indonesia, keduanya PMA, tak kelihatan seaktif McDermott. Jadi apa sebenarnya yang membuat McDermott betah di sana? Selain rasilitas yang memang biasa dinikmati setiap PMA, perusahaan yang mempekerjakan tenaga trampil dari berbagai bangsa Asean itu rupanya tak begitu butuh prasarana di darat, kecuali pelahuhan yang baik. Lapangan pabriknya yang dekat laut, membuat McDermott lebih membutuhkan sarana pelabuhan yang baik daripada misalnya jalan. Meskipun begitu, Leslie Porter, menejer lapangannya yang baru 29 tahun itu, merasa ada hal yang mengganjel: pelayanan EMKL oleh PT persero Batam. Tadinya bekerjasama dengan PT Elham, punya pengusaha Indonesia Loth Hamid, PT Persero Batam itu sejak Maret lalu telah mengerjakan sendiri setiap urusan pergudangan. Tapi kedudukan monopoli itu ternyata membuat pihak McDermott merasa harus mengeluarkan uang lebih banyak. Hari sebelumnya. "Taripnya mahal sekarang "kata Porter yang - asal Texas itu. Tapi yang menjadi soal perlukah sebenarnya Proyek Otorita Batam sampai mengurusi EMKL lewat PT-nya? Kalau Batam memang sudah dinobatkan sebagai pulau bebas-bea (bonded island), dengan sendirinya itu berarti seluruh pulau tersebut merupakan gudang. Dan setiap pengusab. dibolehkan untuk membuka gudangnya sendiri, meski ada pengawasan duane sebelum barang ke luar dari gudang. Atau dalam kata-kata Ketua Proyek Otorita B.J. Habibie sendiri: "Harus ada kebebasan bergerak buat barang dan orang." Ada baiknya kalau "kebebasan bergerak" itu disertai pula dengan keringanan biaya di imigrasi Indonesia. Begitu masuk Batam, izin eksit ke Singapura harus diminta lagi, meskipun dalam satu hari yang sama itu. Ini berarti Rp 25.000 seorang. Itu terasa mahal juga buat orang yang sering mundar-mandir ke sana. Tapi seorang pengusaha pribumi yang punya kantor di Singapura beranggapan begini "Bukan soal duitnya, tapi tarip itu, sekalipun menurut peraturan, tidak menunjukkan usaha untuk memudahkan orang pergi ke Batam."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus