Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Foodizz berkolaborasi bersama DEKA Insight membagikan hasil riset Indonesia F&B Market Research 2021 dengan tema Special Research and Insight Release “Indonesian Eating Out Behaviour in New Normal”. Hasil riset tersebut dibagikan di acara Special Kopdar Foodizz Online pada Senin, 11 Oktober 2021 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Ini akan sangat penting untuk menjadi pertimbangan, menjadi insight dan informasi dimana kita bisa menyusun strategi 3 bulan ke depan khususnya di 2022,” kata Rex Marindo CEO Foodizz dalam keterangan tertulis pada Kamis, 14 Oktober 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rex mengatakan, dalam riset tersebut melibatkan 1.000 responden di 5 kota. Hal tersebut guna mengetahui insight penting yang dapat diambil oleh pemain kuliner di seluruh Indonesia.
Adapun beberapa poin yang dibahas dalam insight tersebut. Pertama, Platform yang saat ini mendominasi (selalu diakses) oleh 4 generasi yaitu Gen Z, Gen Y, Gen X dan Baby Boomers. Kedua, perkembangan TikTok sebagai media untuk boosting brand awareness. Ketiga, Habit makan ditempat (dine in)
Keempat, Type or restaurant dine in. Kelima, key driver dalam memilih restaurant untuk dine in. Keenam, To be prioritized untuk membangun bisnis fast food, general restaurant padang, mie, bakso dan sate, ayam, bebek, seafood. Kedelapan, key highlights delivery. Terakhir, budget for delivery order.
Di kesempatan yang sama, Komisaris PT. Agrinesia Raya Anggara Jati mengatakan riset sangat penting dalam dunia bisnis Food and Beverages. Menurutnya, jika hanya menggunakan feeling maka tidak akan berjalan bisnis kuliner tersebut.
“Insting, itu dibentuk selama bertahun-tahun, pengalaman trial and error, dll., dan itu tidak bisa didelegasi dan dijadikan sistem. Jadi kalo mau buat perusahaan yang sustainable harus pakai data,” katanya.
Hal tersebut juga senada dengan CEO Mikro Investindo and Pro Indonesia Foundation Budi Isman. Ia mengatakan tanpa dukungan riset yang kuat dengan research agency yang kredibel maka stakeholder belum tentu percaya 100 persen.
“Apalagi kalau melakukan sesuatu yang signifikan perubahannya, harus mempunyai kekuatan yang cukup tinggi dalam analisa dan validasi. Siapa yang menguasai data, itulah yang akan menguasai bisnisnya,” kata Budi.
Pada kopdar kali ini juga dibahas mengenai customer behavior, kapan idealnya riset dilakukan, dan seberapa penting sebuah riset untuk menyusun perencanaan strategis bisnis kuliner.
Kemudian menghadirkan beberapa narasumber: Sri Mulyono (Associate Research Director of DEKA), Budi Isman (CEO Mikro Investindo & Pro Indonesia Foundation), Irvan Helmi (Direksi/ Co Founder Anomali Coffee) dan Anggara Jati (Komisaris PT. Agrinesia Raya), dan di moderator oleh Sarita Sutedja, GM Corporate Communication Foodizz.
Direksi atau CO Founder Anomali Coffe Irvan Helmi menambahkan data di zaman digital ini, semakin mudah untuk di terima, baik itu formal ataupun dilakukan sendiri. “Kayanya udah makin relevan deh kita build our compas itu lebih canggih dengan riset. Tanpa adanya kompas sebagai petunjuk arah, nanti ngga nyampe-nyampe ke tujuan,” kata Irvan.
Di akhir sesi, semua narasumber menyampaikan closing statementnya. “Bisnis itu analoginya kayak perjalanan, journey. Dan journey lebih seru kalau punya tujuan. Dengan begitu tujuan mesti punya kompas atau arah."