Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Fraksi PKS Tolak Skema Power Wheeling dalam RUU Energi Baru Energi Terbarukan

Wakil Ketua Fraksi PKS Mulyanto mengatakan power wheeling tidak sekadar mengatur soal sewa jaringan transmisi PLN oleh swasta.

8 Juli 2024 | 10.33 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Fraksi Partai Keadilan Sejaktera (PKS) menolak skema power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan atau RUU EBET. Skema tersebut membolehkan perusahaan swasta Independent Power Producers (IPP) membangun pembangkit listrik dan menjual setrum kepada pelanggan rumah tangga dan industri.

Wakil Ketua Fraksi PKS Mulyanto mengatakan power wheeling tidak sekadar mengatur soal sewa jaringan transmisi PLN oleh swasta. Ia menyebut ada implikasi yang krusial, yakni peluang pihak pembangkit listrik swasta menjual listrik secara langsung kepada pengguna listrik dengan mengambil peran PLN. "Artinya, PLN tidak lagi menjadi satu-satunya lembaga dalam sistem single buyer and single seller (SBSS), tapi ada banyak pihak swasta yang membeli dan menjual listrik dan membentuk multi buyer and multi seller system (MBMS)," ujar Mulyanto melalui keterangan tertulis yang diterima Tempo, Senin, 8 Juli 2024.

"Dengan kata lain, pengusahaan listrik tidak lagi hanya dimonopoli oleh PLN tapi diliberalisasi kepada swasta dengan mengikuti mekanisme pasar," tambahnya.

Anggota Komisi VII ini menilai skema tersebut tidak sejalan dengan semangat konstitusi yang menempatkan kelistrikan sebagai cabang usaha penting dan strategis yang dikuasai negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, yang pengusahaannya dilakukan perusahaan negara.

Mulyanto juga mengatakan, memasukkan pasal power wheeling ke dalam RUU EBET sama dengan menjadikan listrik sebagai komoditas pasar. Karena power wheeling, pengusahaan listrik akan dilakukan oleh orang-perorang yang harganya ditentukan oleh mekanisme pasar.

Menurutnya, skema power wheeling yang diusulkan pemerintah masih dibahas dan belum menemukan kesepakatan. Fraksi PKS menolak sekaligus meminta pembahasan soal ini dilakukan di tingkat rapat kerja. Sayangnya, jadwal masa sidang V DPR akan berakhir pada 11 Juli 2024 sehingga kemungkinan raker tidak bisa diselenggarakan dalam masa sidang kali ini alias dilanjutkan ke masa sidang berikutnya. "Kami minta pemerintah tidak memaksakan untuk memasukkan skema power wheeling," ujar dia.

Mengutip Antara, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sebelumnya menyatakan pemerintah tidak ragu dan mendorong skema power wheeling masuk RUU EBET.  

Lebih lanjut, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengatakan, soal harga dan ketentuan dalam skema power wheeling dalam RUU EBET akan ditentukan oleh Menteri ESDM.

Ia juga mengatakan bahwa sewa transmisi sudah dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. "Itu sama persis yang kita cantumkan di RUU EBET ini. Hanya penekanan kami ada di kata-kata bahwa untuk khusus renewable energy," kata Eniya, Kamis, 4 Juli 2024, dikutip dari Antara. 

Sebelumnya, skema power wheeling juga ditolak pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi. Ia menilai ower wheeling  berpotensi menambah beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan merugikan negara. Pasalnya, power wheeling akan menggerus permintaan pelanggan organik PLN hingga 30 persen dan pelanggan nonorganik hingga 50 persen. Penuruann pelanggan ini tidak hanya memperbesar kelebihan pasokan PLN, tapi juga menaikkan harga pokok penyediaan (HPP) listrik.

Pandangan berbeda disampaikan Direktur Eksekutif Instute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, yang menyebut power wheeling akan menciptakan peluang pengembangan sumber dan pemanfaatan energi terbarukan yang lebih luas, sehingga mendukung transisi energi menuju Net Zero Emisson (NZE)  pada 2060.

"Power wheeling akan berdampak pada semakin banyaknya pasokan dan permintaan energi terbarukan, khususnya untuk solusi elektrifikasi industri, sehingga memicu peningkatan  investasi," ujar Fabby melalui keterangan tertulis, Senin, 20  Mei 2024.

Ia juga menepis  power wheeling sebagai bentuk privatisasi kelistrikan. Ia berujar, jaringan transmisi itu tidak dijual ke swasta alias tetap menjadi milik PLN selaku BUMN. "Justru skema ini dapat mengoptimalkan utilisasi aset jaringan transmisi PLN sehingga menambah penerimaan PLN dari biaya sewa jaringan, yang bisa dipakai untuk memperkuat investasi PLN di jaringan."

Kendati mendukung power wheeling, Fabby memberi catatan, bahwa power wheeling harus mempromosikan energi terbarukan. Karena itu, perlu RUU spesifik yang mengatur skema tersebut. 

Pilihan editor: Serikat Pekerja PLN Tolak Skema Power Wheeling yang Dinilai Untungkan Oligarki, Ini Alasannya

 

 

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus