Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ekonomi

Serikat Pekerja PLN Tolak Skema Power Wheeling yang Dinilai Untungkan Oligarki, Ini Alasannya

Serikat Pekerja PLN menolak masuknya skema power wheeling dalam RUU Energi Baru dan Terbarukan karena dinilai menguntungkan oligarki

4 April 2024 | 14.40 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Pengurus Pusat Serikat Pekerja PLN menolak masuknya skema power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET) karena dinilai sebagai bentuk liberalisasi pengelolaan listrik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja PLN menegaskan penolakan terhadap pengesahan RUU EBET sebagai undang-undang jika tetap menyertakan klausul power wheeling," kata ketua umum M.Abrar Ali dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis, 4 April 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Abrar Ali menganggap penyertaan skema ini tidak mengutamakan kepentingan rakyat dan lebih condong memberikan keuntungan kepada korporasi oligarki.

Power wheeling merupakan mekanisme yang dapat mentransfer energi listrik dari pembangkit swasta ke fasilitas operasi (transmisi) milik negara secara langsung. Skema ini sempat ditarik dari Daftar Invetarisasi Malasah dalam pembahasan RUU EBET, namun belakangan masuk lagi.

Dengan skema ini, pembangkit swasta bisa menjual listriknya langsung ke masyarakat dengan fasilitas jaringan PLN dan membayar biaya tertentu sebagai sewa. Namun, pembangkit yang bisa ikut skema ini hanya yang berasal dari energi baru terbarukan.

Munurut Abrar, skema ini ditarik dari RUU EBET setelah dievaluasi oleh Kementerian Keuangan.

Dikatakannya, SP PLN pada Rabu, 3 April 2024, telah menyampaikan pernyataan sikap kepada DPR RI menyusul pernyataan Menteri ESDM di media untuk mendorong masuknya skema power wheeling dalam RUU EBET.

Isi pernyataan SP PLN tersebut pertama, mendukung sikap Presiden RI yang mengeluarkan skema power wheeling dari DIM RUU EBET.

Kedua, menolak power wheeling masuk kembali dalam pembahasan lanjutan RUU EBET karena sarat dengan muatan liberalisasi di sektor ketenagalistrikan yang bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945.

Ketiga, sikap penolakan SP PLN didasarkan atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 001 - 021.022/PUU-I/2003 Judicial Review Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 111/PUU-XIII/2015 Judicial Review Undang-Undang Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.

Terakhir, keempat meminta diadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang melibatkan Serikat Pekerja PT PLN (Persero) pada kesempatan pertama.

PLN Kelebihan Daya

PLN saat ini kelebihan daya sampai  6 gigawatt. Menurut Wakil Ketua Komisi Energi DPR, Eddy Soeparno, terjadi kerugian sampai Rp18 triliun per tahun akibat kelebihan pasokan tersebut.

Jika skema power wheeling diterapkan, surplus pasokan makin besar apalagi program Pembangkit Listrik 35 Megawatt sudah banyak yang rampung.

Menurut Eddy, seperti dikutip Koran Tempo, 7 Februari 2023, DPR dan pemerintah kemudian menyepakati power wheeling terbatas, artinya skema dilakukan jika pasokan PLN kurang di wilayah tertentu. 

Meski kelebihan daya, bauran energi baru terbarukan masih 12 persen, jauh di bawah target 23 persen pada 2023. Itu sebabnya PLN membatasi kapasitas PLTS Atap sebesar 10-15 persen dari pemakaian normal pelanggan, kata ketua umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa.

“Sekitar 60 persen proyek pemasangan PLTS industry batal atau ditunda akibat pembatasan yang diterapkan PLN,” kata Fabby kepada Koran Tempo, 9 Februari 2023.

ANTARA | KORAN TEMPO

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus