Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Fraksi wartawan di SU MPR

Liputan sidang umum MPR, berita-berita habis dilalap TVRI, pengerahan tenaga besar dilakukan beberapa koran untuk bersaing, tak ada berita yang luar biasa. (md)

19 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DENGAN handy-talky di tangannya Suryohadi tampak sibuk di salah satu ruang Gedung MPR/DPR di Senayan Jakarta. Koordinator tim wartawan Sinar Harapan itu sedang menyampaikan penugasan dan pesan agar rekan-rekannya bergerak meliput suatu acara sidang atau mewawancarai seseorang. "Sidang Umum MPR 1983 jauh berbeda jika dibandingkan dengan 1978," tuturnya. Sidang umum sekarang ini, menurut dia, tak ada apa-apanya. "Kalau ditunggu terasa capek, bila tak ditunggu . . . salah!" keluhnya. Tapi tak urung koran sorenya Suryohadi telanjur menurunkan tim terdiri dari 11 orang yang diwajibkan menginap di Hotel Asri di Senayan. Mereka tak boleh pulang ke rumah selama ada sidang. "Kalau pulang ke rumah, saya khawatir pikiran mereka jadi terganggu persoalan rumah tangga," ujar Suryohadi. Tapi Kompas lebih unggul daripada SH dalam jumlah anggota tim. "Kami semula memperkirakan akan terjadi sesuatu yang mengejutkan seperti tahun 1978," tutur August Parengkuan, yang memimpin tim wartawan Kompas. Maka jauh-jauh hari, katanya, tim beranggotakan 16 wartawan, termasuk fotograer, disiapkan. Namun tatkala kenyataannya berbeda dari yang diperkirakan, taktik liputan pun diubah, diarahkan ke penggalian isu-isu yang kemudian dikembangkan. Misalnya, kata August, isu "kabinet bayangan". Yang "spektakuler" tentu saja tim TVRI. Dipersiapkan sebulan sebelum SU MPR, TVRI membuka studio mini di pojok kanan belakang gedung utama MPR, dengan mengerahkan 60 tenaga yang aktif seharihari dan 210 yang seralu stand by. Studio mini TVRI itu, menurut Drs. Ishadi, koordinatornya, fungsinya komplit. "Ya merekam, mengedit, memproses dan menyiarkan." Sejumlah reporter TVRI dari berbagai daerah pun ikut dilibatkan dengan maksud memperoleh pengalaman. "Saya grogi waktu mengadakan wawancara, karena ini persoalan politik, tutur Dewi Anti Risnawati 31 tahun, reporter TVRI Balikpapan menuturkan pengalaman mewawancarai Gubernur Ja-Teng Soepardjo Roestam. Dengan 16 kamera elektro dan tia mobil unit, pernah dalam sehari TVRI melakukan wawancara sebanyak 26 kali. "Siaran kami selalu imbang dan mengambil hal-hal up to date, serta terbatas pada soal fakta," kata Ishadi. Kelima fraksi di MPR harus mendapatkan porsi yang berimbang di siaran TVRI, begitu pesan Deppen, katanya. Dan secara teknis tentu saja siaran televisi mengungguli pemberitaan koran dan majalah. "Itu merupakan kebanggaan kami sebagai jurnalis," kata Ishadi tersipu-sipu. Memang banyak kalangan media massa mengelu karena berita habis di"lalap" TVRI. Radio Republik Indonesia (RRI) tak mau ketinggalan. Di bawah koordinator Sjamsul Mu'in Harahap, RRI Jakarta menurunkan tim bertenaga 75, dan hampir sepertiga di antaranya reporter -- termasuk sembilan dari daerah. Ada dua pemancar mobil unit dan seperangkat peralatan siaran ditempatkan di balkon gedung utama MPR di lantai IV. "Siaran berlangsung seimbang dari masing-masing fraksi," kata Sjamsul Mu'in Harahap. Tapi siaran RRI, katanya, "tak mampu menampilkan latar belakang suatu berita dan opini - karena dikejar waktu." Untungnya RRI bisa menyiarkan liputannya lebih cepat dari yang lain, termasuk TVRI. Seksi sibuk yang lain adalah kantor berita LKBN (Lembaga Kantor Berita Nasional) Antara menurunkan sepuluh wartawannya - semua senior. Dengan koordinator Sugiarto, Antara menyebar 3-5 wartawannya secara bergilir, berburu straight News, varia, komentar dan catatan-kesimpulan. Dari ruang Humas DPR, yang dilengkapi tiga pesawat teleks, Antara dapat langsung mengirimkan berita ke daerah-daerah. "Saya senang bisa melayani masyarakat pembaca dengan cepat," kata Sugiarto. KNI (Kantor Berita Nasional Indonesia) tak mau kalah. Dengan 21 reporter, KNI berusaha menyadap isu yang berkembang agar tak didahului yang lain, kata Sarwoko yang mengkoordinasikan teman-temannya. Meski merasa tak ada sensur dalam memberitaka kegiatan SU MPR, Sarwoko bersikap "sensur lebih banyak dilakukan oleh diri sendiri." Juga tak ada sensur bagi wartawan asing. "Enak bertugas di sini, isa bicara secara gampang dengan siapa saja," tutur Melinda Liu, kepala biro NesuJeek di Hongkon. Dalam menggali berita ia memang lebih mengutamakan bicara dengan sebanyak mungkin sumber. Selain meliput SU MPR, Melinda Liu ditugasi keliling Indonesia. Ia sudah dua kali berkunjung ke Indonesia. Apa yang dilaporkannya ke kantorNeseek di New York? "Pandangan umum keadaan menyeluruh Indonesia dan sedikit perubahan akibat pergantian di pemerintahan," tuturnya. Ia cukup sekali saja menulis laporan untuk majalahnya. Sedang bagi Susumu Awanohara, Far Eastern Economic Revie "sulit menyusun berita karena tak membawa highlights yang menonjol." Ia merasa cukup sekali saja menulis di Revieqei, yakni tentang "perubahan" kecil dalam pemerintahan, seperti juga jadi perhatian Melinda tadi. Yang agak antusias adalah Alexander Fedonine dari Radio dan TV Moskow. Ia merasa pantas melaporkan tiga kali pembukaan, suasana sidang dan pengambilan sumpah presiden. "Setiap laporan meliputi gambar 2-3 menit," katanya. Alhasil para wartawan tak pernah diliputi ketegangan mengkover SU MPR 1983. Toh, mereka memerlukan jua semacam obat pengendur saraf. Maka, lewat Ketua Unit Wartawan DPR/MPR Sarwoko, mereka menyebarkan angket: Siapa angota MPR yang dinilai paling simpatik, tidak simpatik/angkuh serta yang berbusana terbaik dan tidak. Hasilnya, Tatto S. Pradjamanggala (FKP) terpilih sebagai anggota paling tidak simpatik. Sederetan nama lagi masuk kategori sama: E.W.P. Tambunan (F-UD), Amir Moertono (F-KP), Isyana Sudjarwo (F-KP), yang pernah menjadi ketua sementara DPR/MPR, Aulia Rahman (F-KP) dan Sudardji (F-PP). Menyusul yang paling simpatik ialah Sabam Sirait (F-PDI) dan Barlianta Harahap (F-PP) sebagai pembicara terbaik. Sedang yang berbusana terbaik terpilih Darjatmo (F-KP, bekas ketua DPR/MPR). Sayang, angket yang masuk cuma 46, padahal yang bertugas tercatat 422 wartawan domestik dan 44 wartawan manca negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus