Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Perkosaan misterius

Perkosaan terhadap 5 gadis dibawah umur di kota kediri, pelakunya diduga mengamalkan suatu ilmu hitam. (krim)

19 Maret 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEBANYAKAN penduduk tak membiarkan anak-anak gadis kecilnya bermain jauh. Ke sekolah pun anak mereka terpaksa diantar jemput. Malam hari lebih repot lagi. Tak ada yang bisa tidur nyenyak - meski pintu dan iendela sudah diberi penguat ekstra. "Kami seperti orang senewen," kata Nyonya Sueb yang punya dua anak gadis kecil. Ia tetap merasa khawatir walaupun petugas keamanan dan pemuda desa terus berjaga-jaga. Suasana tak enak, meski gadis cilik Maisaroh (bukan nama asli), 11 tahun, sudah kembali ke rumah. Seminggu lamanya ia dirawat di rumah sakit Gambiran, Kediri, karena diperkosa penjahat misterius tengah malam 1 Maret lalu. Sejak kejadian itu penduduk Desa Kwadungan di Kecamatan Gampangrejo semakin dicekam ketakutan. Apalagi mereka yang rumahnya tak jauh dari kuburan. Suasana mencekam terasa pula di beberapa desa lain di kecamatan yang sama (tujuh kilometer utara Kediri) dan Kecamatan Wates (17 kilometer sebelah timur Kediri) Jawa Timur. Sejak Januari lalu, 5 anak gadis cilik telah diperkosa di kedua kecamatan itu. Dan seorang lagi dari Desa Doko Gampangrejo, nyaris pula menjadi korban. Ia sudah diculik dari rumah orangtuanya di suatu tengah malam dan dibawa ke kebun tebu yang banyak terdapat di daerah itu. Untung, "penduduk memergokinya dan langsung mengejar penjahat," kata Letda Pol Suhady Mulyono, Dansek Gampangrejo kepada TEMPO pekan lalu. Bedebah itu ternyata bisa lolos. Berikutnya ia juga dapat lolos dari kepungan penduduk Kwadungan - padahal 1 sudah berhadapan muka dengan muka dengan salah seorang pengepungnya. "Waktu hendak memukul, seketika ia seperti tak berdaya," kata penduduk Kwadungan. Maka beredarlah cerita, pemerkosaan anak kecil itu bukan sembarang penjahat, melainkan seseorang yang ingin mencoba keampuhan ilmu hitamnya. "Ilmu sirep," seperti kata Rusmadi, 50 tahun, penduduk Sukorejo. Orang ini diandalkan penduduk bisa menangkap penjahat. Karena Rusmadi dulu pernah belajar ilmu hitam selama tiga tahun, sebelum merasa tobat, ilmu itu tak cocok dengan keyakinannya sebagai pemeluk Islam. Rusmadi mendasarkan dugaan berdasar kenyataan bahwa si bedebah selalu menculik korban di tengah malam. Dan sasarannya adalah rumah di dekat kuburan. "Kalau sudah bisa menyirep anak-anak yang masih murni," kata Rusmadi," penjahat yakin ilmu yang baru dipelajarinya sudah merasuk ke dalam dirinya." Apalagi, bila sudah berani melewati kuburan di tengah malam, "berarti tiga sudah lulus." Di malam 1 Maret lalu, ibu Maisaroh, Aisyah (33 tahun), yang rumahnya dekat kuburan, memang tiba-tiba merasa mengantuk sekali. Janda dengan empat anak itu segera mematikan lampu tempel dan tertidur pulas. Tengah malam anaknya yang bungsu menangis minta makan. "Waktu saya bangun, pintu belakang dan jendela sudah terbuka," katanya. Sebuah sepeda dan Maisaroh, anak nomor dua, tak ada lagi di tempatnya. Ia berteriak minta tolong. Penduduk meronda seluruh desa. Pukul tiga dini hari, Maisaroh ditemukan penduduk di kebun tebu, sedang menangis. Kemaluannya tampak berlumur darah. Ia merangkak, lalu mencoba berdiri, tapi kemudian jatuh kembali. Pingsan. Pagi harinya ia dilarikan ke rumah sakit. Menurut cerita Maisaroh kemudian, malam itu ketika bangun tidur, ia merasa digendong seseorang. Lalu ia disuruh berjalan menuju kebun tebu, seraya didorong-dorong. "Saya menjerit, lalu mulut saya dibungkam," katanya. Selanjutnya adalah cerita yang menyedihkan yang sulit dikemukakan. Namun ia masih bisa mengingat ciri-ciri pemerkosanya: bertubuh gemuk, rambut keriting dan berkaus oblong warna merah. Penduduk yang pernah memergoki, memberi gambaran lebih jelas bahwa pemerkosa itu bertubuh gempal, tak memakai alas kaki dan selalu bercelana pendek. Bila tak memperkosa di kebun tebu, ia melakukannya di sawah. Tapi jelas, penjahat selalu memilih tempat dekat sungai dan jembatan. Berdasarkan ciri-ciri yang bisa dikumpulkan, diduga penjahatnya berjumlah dua orang. Letda Pol Suhady, yang hampir tiap saat keluyuran di daerah yang dianggap rawan, meminta agar bila bertugas jaga malam penduduk mengenakan celana panjang. "Supaya mudah membedakannya dengan penjahat yang selalu bercelana pendek," katanya. Ia punya firasat, pelaku pemerkosaan keji itu tak lain penduduk daerah itu sendiri. Dengan begitu ia mudah menghilang. Bila dikejar, katanya, penjahat bisa jadi sembunyi sebentar lalu ikut mengejar bersama yang lain. Adalah hubungannya antara pemerkosaan yang bertubi-tubi dengan ilmu hitam? "Peristiwa ini memang agak aneh. Tapi seberapa jauh hubungannya dengan ilmu hitam, baru bisa dibuktikan setelah penjahat tertangkap," Suhady menjawab hati-hati. Namun penduduk yakin betul bahwa pelaku kejahatan tak lain orang yang sedang mencoba ilmu hitamnya. Apalagi, kata Rusmadi, sekitar tahun 1960-1970 kejadian yang mirip pernah terjadi di daerah Kediri. Ketika itu beberapa kali terjadi pemerkosaan misterius. Hanya saja, yang diperkosa bukan anak kecil, melainkan wanita yang sudah bersuami. Setelah diteliti, kata Rusmadi lagi, pelakunya tak lain orang-orang yang sedang berguru ilmu hitam di Gunung Wajak, Tulungagung. Kini padepokan itu telah dibongkar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus