Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Suara Bekas Wali Kota

Pengadilan Endang Wjaya semakin ramai. Beberapa pejabat yang terlibat dibebas tugaskan. Saksi Dwinanto Prodjosupadmo, mencabut kesaksian yang dinyatakan dalam pemeriksaan pendahuluan. (hk)

16 Desember 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENGADILAN perkara Pluit masih berjalan seru. Endang Wijaya, tertuduh, makin didesak berbagai fakta: bermain di antara fasilitas yang diperolehnya dari pejabat negara. Tuduhan subversi dan korupsi makin mengurungnya. Tapi Endang tidak bermain sendiri. Bersamanya turut terlibat nama-nama penting. Mereka ini sekarang telah dibebastugaskan dari berbagai jabatan, yang pernah memberinya peluang bermain dengan Rp 23 milyar uang negara. Makin jelas gambarannya - setidaknya yang terungkap di pengadilan: Endang menyuap pejabat Pemda DKI, Pajak dan Bank dari berbagai eselon. Bagi Endang, pemberian rumah mewah (dalam bentuk hadiah, penjualan dengan potongan harga, atau tak pernah menagih sama sekali pembayarannya), mobil dan sejumlah uang itu semua "urusan dagang" biasa saja. Sudah masuk hitungan. Tapi bagaimana dengan pejabat yang menerimanya? Entahlah. Berkas perkara mereka -- kalau memang hendak dijernihkan menurut hukum - belum tampak dilimpahkan ke pengadilan. Untuk sementara yang tertera ialah gambaran tentang mereka sebagaimana diperoleh dari perkara ini. Misalnya posisi Dwinanto Prodjosupadmo, bekas Walikota Jakarta Utara. Ia turut berdiri sebagai saksi. Telah dua kali, 23 dan 28 Nopember lalu, Dwinanto menghadap majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dengan suara lantang ia mencabut kembali kesaksiannya yang pernah diberikan dalam pemeriksaan pendahuluan. Alasannya pendek saja: suasana ketika diperiksa dulu oleh Jaksa A. Bhisma dan Kolonel CPM (Kopkamtib) Oesman Syarief, katanya, "lain" dengan di pengadilan sekarang. Itu saja. Cuma Mengaso Sebagian besar kesaksiannya dicabut. Misalnya, bahwa ia tak merasa pernah dihadiahi rumah mewah oleh Endang. Saya hanya dipinjami untuk mengaso saja," kata Dwinanto, purnawirawan Letkol Laut ini. Sebab, scbagai Walikota dan Ketua BPO (Badan Pelaksana Otorita) Pluit, waktu itu ia sering berdinas malam ke Penjaringan. Untuk itu ia merasa memerlukan tempat mengaso di dekat-dekat sana. Begitu juga soal beberapa mobil yang dipersoalkan jaksa. Dwinanto hanya mau mengakuinya sebagai mobil pinjaman dari Endang. Dua di antaranya, VW Combi dan Safari, "saya beli sendiri dari uang honor BPO." Dia menerima honor BPO, katanya, antara 1970 s/d 1973 sebanyak Rp 3,6 juta, 1973 s/d 1976 sebanyak Rp 5,4 juta dan Rp 3,8 juta diterimanya sejak 1976 sampai perkara Pluit meledak, 1977. Penerimaan honor tersebut, seperti juga diterima pejabat lain, katanya sepengetahuan Wakil Gubernur, ir Prajogo. Saksi tak membantah bahwa ia memang pernah menerima sejumlah besar uang dari Endang yang diatur oleh anak buahnya. Tapi, katanya, hal itu merupakan bantuan Endang untuk kelancaran perjalanan dinas meninjau Singapura. Malaysia, Hongkong dan Taiwan. Juga sejumlah uang "bantuan" yang diterimanya ketika memimpin regu balap sepeda ke Taiwan dan Bangkok serta untuk biaya perayaan 17 Agustus-an. Tapi rupanya sulit bagi bekas Walikota ini untuk mengelak dari kenyataan pernah memberi berbagai kesempatan kelonggaran dan fasilitas bagi Endang. Mula-mula, seperti diakuinya dalam pemeriksaan pendahuluan, perlakuan istimewanya kepada Endang karena "kami terpengaruh atas sesuatu apa yang kami minta baik untuk keperluan dinas, maupun pribadi selalu dipenuhi." Kesaksian begitu dicabut -- walaupun keterangan yang demikian itu tetap dipegangnya selama tiga kali pemeriksaan pendahuluan. Kali ini Dwinanto hanya menyatakan, kesempatan, kelonggaran dan fasilitas yang diberikannya kepada Endang hanyalah merupakan "kekhilafan" belaka. Hakim Belum Puas Adapun bahwa Endang berhasil mendapat milyaran rupiah dari BBD (Bank Bumi Daya), bahwa ia bisa menghindari pembayaran pajak berkat ijin menggunakan neraca perhitungan laba rugi BPO dan penundaan pembayaran setoran lebih dari Rp 2,5 milyar ke kas DKI, Dwinanto menganggap semua itu bukan kesalahannya. Dia memang ada mengeluarkan semacam surat keterangan, yang menyatakan Endang, dari PT Jawa Housing, adalah satu-satunya pemborong 2500 unit rumah di Pluit. Juga menyatakan tak keberatan bahwa rumah-rumah yang akan dibangun itu diagunkan untuk memperoleh kredit bank. "Apa saudara saksi tahu itu bertentangan dengan undang-undang?" Begitu desak Hakim Loudoe SH. Dwinanto terpojok. Ia hanya menyatakan, surat keterangan yang pernah diberikan kepada Endang hanyalah untuk melaksanakan perjanjian antara DKI dan PT Jawa Housing. Perjanjian begitu, katanya, "saya anggap sebagai undang-undang!" Soal bagaimana BBD kemudian dapat mengakui surat keterangannya sebagai kunci yang dapat memutar kran kredit berlimpah-limpah, menurur saksi ini bukanlah urusannya. Pengadilan, yang dipimpin oleh Hakim Soemadijono, belum puas mendengar kesaksian Dwinanto--yang mencabuti hampir semua kesaksian penting yang pernah dikemukakannya dalam pemeriksaan pendahuluan. Minggu-minggu ini ia akan ditampilkan kembali. Sebab, seperti kata Loudoe, "kami tak dapat menerima alasan saksi begitu saja." Apalagi, begitu menurut sumber TEMPO di kejaksaan, kesaksian Dwinanto yang dicabutnya kini dulu diberikan sendiri secara tertulis dan baru kemudian diketik rapi oleh pemeriksa sebelum masing-masing menandatanganinya. Apakah kedua pemeriksa, Jaksa A. Bhisma dan Kolonel Oesman Syarief, akan dipanggil ke pengadilan untuk dipertentangkan dengan keterangan Dwinanto? "Tunggu perkembangan lebih lanjut," kata Jaksa Suyitno, yang membawa Endang dan saksi-saksinya ke pengadilan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus