Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tren rupiah yang terus melemah dan pengumuman angka pertumbuhan ekonomi kuartal kedua yang hanya 4,7 persen membuat beberapa pihak khawatir ekonomi kita akan terpuruk mendekati krisis 1997/1998. Rupiah memang sudah mendekati titik terendah sewaktu krisis yang lalu dan cadangan devisa menyusut, sehingga sulit untuk terus dipakai beroperasi mempertahankan nilai tukar.
Beberapa kebijakan sudah diterbitkan untuk mengurangi pemakaian dan permintaan dolar Amerika Serikat, seperti keharusan memakai rupiah di dalam negeri dan kenaikan tarif impor. Ditambah lagi kemarau berkepanjangan membuat harga makanan dan inflasi naik, karena panen yang buruk. Akibatnya, ada kemungkinan tingkat bunga rupiah yang diharapkan turun justru terpaksa dinaikkan untuk menahan inflasi dan meningkatkan daya tarik rupiah. Inilah yang dikhawatirkan terus memperlambat laju pertumbuhan.
Dalam keadaan tak menentu ini, sentimen harus dijaga agar tak melulu negatif. Ada baiknya kita melihat kembali tren dari beberapa indikator ekonomi terakhir.
Angka perdagangan luar negeri tampak membaik, walaupun masih kecil. Ekspor hanya turun 0,1 persen dibanding impor, yang turun 6,9 persen. Defisit transaksi berjalan juga menyusut ke tingkat 2,7 persen per produk domestik bruto, di bawah 3,2 persen pada 2013. Pertumbuhan sektoral pun tidak semua negatif. Pertambangan memang mengempis 5,9 persen akibat jatuhnya harga komoditas dan ekonomi Cina yang lesu. Tapi sektor lain, seperti pertanian, manufaktur, transportasi, juga informasi dan komunikasi, semua menunjukkan pertumbuhan positif.
Krisis 1997/1998 terjadi karena devaluasi rupiah serentak dari level 2.500 ke 10.000 per dolar Amerika membuat pinjaman dolar di sektor perbankan macet. Kerugian yang terjadi melampaui modal. Sektor perbankan terpaksa diselamatkan dengan suntikan modal pemerintah.
Saat ini depresiasi rupiah terjadi lebih terukur dari sekitar 10.000 per dolar Amerika pada awal 2013 ke 13.500. Cadangan devisa US$ 108 miliar, jauh di atas US$ 20 miliar yang kita miliki ketika krisis 1997/1998.
Sektor perbankan juga jauh lebih mapan. Modal di tingkat 20 persen, dibanding hanya 9 persen saat krisis lalu. Pinjaman dalam valuta asing, yang akan cepat menjadi kredit bermasalah kalau terjadi depresiasi rupiah, sekarang hanya 17 persen dari total pinjaman sektor perbankan, dibanding 32 persen pada 1997/1998. Pinjaman juga sangat granular dan terdiversifikasi, karena ada porsi ke UKM dan perorangan yang jauh lebih besar. Beda dengan saat krisis, yang lebih terkonsentrasi pada pinjaman korporasi.
Ringkasnya, ketahanan sektor perbankan terhadap melemahnya rupiah masih cukup kuat. Kalaupun terjadi krisis seperti yang dialami ketika krisis keuangan global 2008 Lehman Brothers, ketika bank-bank menengah mengalami masalah likuiditas seperti Bank Century, sekarang sudah ada Lembaga Penjamin Simpanan yang siap menjamin semua simpanan di bawah Rp 2 miliar per nasabah.
Perlu diingat, selain mengalami krisis keuangan, kita mengalami krisis politik dengan berakhirnya pemerintahan Soeharto dan memasuki era reformasi. Mungkin sudah saatnya kita beralih ke sentimen yang lebih positif. Para analis, setelah meninjau kembali dan menurunkan proyeksi, ternyata masih menghitung pertumbuhan untuk 2015 di sekitar 5 persen. Sudah waktunya kita melihat gelas setengah terisi air dan menyebutnya sebagai gelas setengah penuh ketimbang gelas setengah kosong. l
Ekonom, Komisaris Bank Danamon
KURS
Rp per US$ Pekan lalu 13.539
13.529 Penutupan 6 Agustus 2015
IHSG
Pekan lalu 4.802
4.807 Penutupan 6 Agustus 2015
INFLASI
Bulan sebelumnya 7,15%
7,26% Juli 2015 YoY
BI RATE
Bulan sebelumnya 7,5%
7,5%
CADANGAN DEVISA
31 Mei 2015 US$110,8 bn
US$ billion 108,0 30 Juni 2015
PERTUMBUHAN PDB
2014 5,0%
5,1-5,4% Proyeksi Pemerintah 2015
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo