GEDUNGNYA berbentuk biasa saja. Tapi pintu utamanya bercorak
arsitektur tradisional Bali. Ada lukisan wayang Arjuna bertapa
menghiasi sisi sebelah menyebelah pintu masuknya, dipahat pada
batu padas halus. Pintu dan jendelanya sengaja dibuat berukuran
besar. Udara segar dengan leluasa menerobos ruangan -- tanpa
pemakaian AC berlebihan. Alat pendingin hanya dipasang di kamar
gelap, gudang film dan tempat peralatan yang peka sinar.
Berlantai tiga (luas 1.125 m2), bangunan itu berdiri megah di
atas tanah 500 m2. Hanya satu kilometer ke timur laut dari
jantung Kota Denpasar, di Jalan Kepundung. Berhimpitan dengan
perkampungan penduduk Banjar Kaliungu Kaja, Desa Dangin Puri
jurusan menuju Gianyar, gedung itu seakan melambangkan zaman
baru yang dimasuki harian Bali Post (oplah 20.000). Dirjen
Pembinaan Pers dan Grafika Deppcn, Soekarno SH, datang
meresmikannya dalam suasana HUT ke-34 koran itu, 28 Agustus.
Seluruh lantai II dipakai untuk ruang redaksi. Ruang lay-out dan
kamera film juga di sini, tapi dipisahkan oleh tembok. Sedang
lantai bawah dipakai untuk ruang tata usaha, pemimpin umum dan
percetakan. Tampak agak sumpek, maklum penuh dengan mesin cetak
dan segala perlengkapannya. Lantai III masih kosong, tapi
dicadangkan untuk keperluan rapat dan olahraga karyawan. Di
setiap ruangan tersedia telepon otomat.
Mesin cetak offset Goss Community kini menggantikan alat cetak
kuno linotype dan intertype. Peralatan, yang kini mampu mencetak
warna dan folder, masih akan disempurnakan dengan pemasangan
satu unit Web Offset 202. Mesin baru ini menunjang rencana Bali
Post terbit 12 halaman -- kini masih 8 halaman -- mulai Oktober.
Tapi koran apa sih sesungguhnya Bali Post? "Jangan sebut kami
koran daerah," kata Pemimpin Redaksi Raka Wiratma, karena isinya
35% berita nasional, 55% berita daerah dan 10% internasional.
Menurut Raka, Bali Post suatu koran nasional yang terbit di
daerah. Oplahnya sebelum cetak offset hanya 7.000-an. Setelah
offset (mulai 1977), oplahnya meningkat terus. Kini mencapai
20.000. Sedang oplah edisi pedesaannya, yang menurut izin Deppen
10.000, kini mencapai 15.000 yang tersebar di pelosok pulau
dewata itu.
Raka Wiratma, 46 tahun, optimistis oplah korannya masih bisa
ditingkatkan. Penghasilan Bali Post 60% dari penjualan koran,
sisanya dari iklan.
Tertua di Nusa Tenggara, koran itu terbit pertama kali 16
Agustus 1948 dengan nama Suara Indonesia. Ketut Nadha (57
tahun), pemimpin umumnya, bercerita betapa terbitnya dimulai
dengan delapan lembar cetak stensilan.
Gaji wartawan Bali Post berkisar Rp 47.800 sampai Rp 140.000.
Tahun ini ada kenaikan 15% dari gaji pokok. Cukupkah? "Kami
cukup-cukupkan saja," tutur Anang Salim, wartawan yang sudah
aktif 13 tahun dan kini bergaji Rp 98.000. Berpendidikan SMP, ia
masih butuh tambahan penghasilan dengan menerima panggilan
memotret.
Perusahaan ini akan menawarkan saham khusus untuk karyawan yang
sudah bekerja 10 tahun. Tapi "saham itu baru untuk kelas atas
saja," kata Anang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini