Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Gurita Bisnis Bahlil Disorot, Jatam Sebut Dugaan Pembiayaan Kampanye Jokowi-Maruf Amin Rp 30 Miliar

Jatam menyoroti gurita bisnis Menteri Bahlil dan menduga bisnis itu ikut membiayai kampanye Pemilu 2019 untuk Jokowi dan Maruf Amin.

20 Maret 2024 | 15.46 WIB

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia saat merespon soal namanya muncul sebagai kandidat Ketum Partai Golkar menggantikan Airlangga Hartarto di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Juli 2023. TEMPO/M Julnis Firmansyah
Perbesar
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia saat merespon soal namanya muncul sebagai kandidat Ketum Partai Golkar menggantikan Airlangga Hartarto di Istana Negara, Jakarta Pusat, Kamis, 13 Juli 2023. TEMPO/M Julnis Firmansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam menyoroti gurita bisnis Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Koordinator Jatam Melky Nahar menduga bisnis Bahlil ikut membiayai kampanye Pemilu 2019 untuk Paslon Capres dan Cawapres Joko Widodo (Jokowi) dan Maruf Amin saat itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Gurita bisnis Bahlil patut diduga tak terlepas dari kedekatannya dengan Presiden Jokowi, terutama sejak Pemilu 2019 lalu," ujarnya dalam konferensi pers secara virtual pada Senin, 18 Maret 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Ia mengungkapkan kedekatan Bahlil dengan Jokowi mulai terlihat ketika keduanya bertemu di Musyawarah Nasional Hipmi XVI, Jakarta, pada 16 September 2019. Hingga pada Pemilu 2019, Bahlil menjabat sebagai Direktur Penggalangan Pemilih Muda TKN Jokowi-Ma’ruf. 

Melky merujuk laporan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye (LPPDK) Tim Kampanye Jokowi-Maruf. Ia mengungkapkan perusahaan yang terafilisasi dengan Bahlil tercatat sebagai penyumbang dana kampanye pasangan Jokowi-Ma’ruf pada 2019. 

Perusahaan yang dimaksud adalah PT Cendrawasih Artha Teknologi dan PT Tribashra Sukses Abadi. Berdasarkan laporan tersebut, PT Cendrawasih Artha Teknologi mendanai kampanye Jokowi-Maruf sebesar Rp 25 miliar dan PT Tribashra Sukses Abadi sebesar lebih dari Rp 5 miliar. 

Menurut Melky, afilisasi Bahlil dengan PT Cendrawasih Artha Teknologi terlihat melalui komposisi kepemilikan saham perusahaan. PT Rifa Capital milik Bahlil menjadi pemegang saham mayoritas yaitu 70 persen. Sementara 30 persen lainnya dimiliki oleh PT Procon Multi Media. Bahlil pun pernah menduduki jabatan Komisaris PT Cendrawasih Artha Teknologi.

Adapun PT Tribashra Sukses Abadi, tercatat sebagai pemegang saham mayoritas, yakni 90 persen, di PT MAP Survaillances. Sisanya dimiliki masing-masing Wismantoro sebesar 5 persen dan Setyo Mardanus 5 persen sekaligus menjabat sebagai Direktur Utama. PT Tribashra Sukses Abadi juga tercatat memiliki 75 persen saham di PT Cendrawasih Hijau Lestari.
 
Melky berujar lini bisnis Bahlil yang semakin menggurita, patut diduga tak terlepas dari praktik korupsi politik. Apalagi melihat kedekatan dan kekuasaan politik besar yang diberikan Jokowi kepada Bahlil. Misalnya dalam konteks pencabutan izin-izin tambang, ia menilai Bahlil telah tebang pilih. Bahkan, Bahlil diduga mematok tarif ke sejumlah perusahaan sehingga izinnya bisa diaktifkan kembali. 

"Praktik lancung tersebut menunjukkan betapa menguatnya korupsi politik yang dilakukan pejabat negara di Indonesia," ucap Melky. Ia menjelaskan korupsi politik terjadi ketika otoritas kekuasaan politik menggunakan kewenangannya untuk memperbesar kekayaan dan mempertahankan kekuasaan dan status mereka. 

Menurut dia, pelaku korupsi politik seringkali merancang regulasi dan kebijakan sesuai kepentingan mereka. Serta menyalahgunakan dan atau mengabaikan undang-undang dan regulasi, hingga memanipulasi institusi politik dan prosedur sehingga mempengaruhi pemerintahan dan sistem politik.

Modus utama korupsi politik itu, ucap Melky, biasanya terkait dengan penyalahgunaan jabatan. Walhasil, pejabat terkait menggunakan kekuasaan politiknya untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Selain mencari keuntungan pribadi dan kelompok, modus korupsi politik juga dilakukan untuk balas jasa terhadap kelompok atau penyandang dana kampanye.

Melky memaparkan, modus lainnya adalah korupsi pada momen elektoral. Jatam menyebut modus ini sebagai ijon politik. Menurut dia, praktik ini dapat dipahami sebagai sistem kelindan antara korporasi sebagai penyandang dana politik membiayai proses pencalonan kandidat dan biaya kampanye dalam pemilihan umum. Para penyandang dana kemudian mendapat imbalan berupa jabatan politik dan atau kemudahan dan jaminan hukum dan keamanan bagi usaha. 

Di antara bentuk modus korupsi pada momen pembuatan kebijakan adalah pemberian porsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada proyek-proyek pemerintah. Serta pemenangan tender pengadaan barang dan jasa, kemudahan izin usaha, hingga regulasi yang menguntungkan sebagian pihak saja.

Jatam menilai polemik pencabutan izin tambang hingga gurita bisnis Bahlil tersebut kental dengan praktik korupsi politik yang melibatkan Presiden Jokowi. Pasalnya, menurut Melky, korupsi politik itu semakin terlihat jelas ketika Bahlil diduga tebang pilih dalam proses pembuatan kebijakan dan penegakan hukum. Khususnya, dengan mematok tarif atau fee terhadap sejumlah perusahaan. 

Karena itu, Jatam mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut dugaan praktik korupsi tersebut. Jatam meminta KPK mengusut dugaan korupsi politik yang dilakukan oleh Bahlil, Jokowi, dan orang-orang dekat Bahlil.

Sebelumnya, Majalah Tempo membeberkan permainan izin usaha tambang yang diduga melibatkan Bahlil. Dalam laporan itu disebutkan, Bahlil diduga meminta upeti untuk menghidupkan kembali izin usaha pertambangan (IUP) yang telah dicabut dengan nilai berkisar Rp 5-25 miliar. Informasi ini dibenarkan tiga kolega Bahlil.

Namun, mereka enggan menyebutkan nama orang kepercayaan Bahlil yang meminta duit tersebut. Selain meminta imbalan untuk menghidupkan kembali IUP, orang-orang di sekitar Bahlil juga diduga meminta kepemilikan saham perusahaan yang izinnya dibatalkan dengan besaran 30 persen. 

Sebelum merilis laporan investigasinya, Tempo telah berulang kali berupaya mengonfirmasi masalah tersebut ke Bahlil. Namun, Bahlil tidak menanggapi pesan dan panggilan telepon Tempo. Ia juga tak membalas surat permintaan wawancara yang dikirim dua kali ke kantor dan rumah dinasnya.

Riani Sanusi Putri

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus