Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah resmi meluncurkan meterai elektronik untuk memenuhi kebutuhan dokumen digital. Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Suryo Utomo, berharap meterai model baru ini bisa mendatangkan berbagai manfaat.
"Harapannya memberi kemudahan bagi masyarakat, dan pemalsuan meterai diharapkan dapat berkurang," kata Suryo dalam acara peluncuran pada Jumat, 1 Oktober 2021.
Selain itu, Suryo berharap meterai elektronik ini bisa berdampak positif bagi penerimaan negara. "Itu yang sangat menjadi titik cerita mengenai meterai elektronik itu sendiri," kata dia.
Sebelumnya, pemerintah telah menerbitkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai pada 26 Oktober 2020. Meterai elektronik atau disebut juga e-Meterai merupakan meterai yang dipakai untuk dokumen elektronik.
Sebelumnya, Bea Meterai hanya berwujud kertas dan digunakan untuk dokumen dalam bentuk fisik atau kertas. Lalu pada Pasal 32, disebutkan bahwa UU ini mulai berlaku 1 Januari 2021.
Suryo menyebut Perum Peruri membantu dalam penyediaan meterai elektronik ini. Selain itu, berbagai pihak lain terlibat seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) hingga Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Sehingga, kata Suryo, meterai elektronik pun akhirnya bisa diluncurkan pada hari ini. Selanjutnya, meterai ini bisa digunakan untuk seluruh dokumen elektronik yang bersifat keperdataan bagi pihak yang terlibat.
Meski demikian, Suryo menyebut Perum Peruri hanya sebagai pihak penyedia dan pembuat meterai elektronik saja. Nantinya, akan ada pihak lain yang terlibat dalam distribusi, penjualan, sampai pemungutan bea meterai.
Menurut Suryo, pengaturan tersebut sudah diatur dalam dua Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yaitu nomor 133 dan 134. "Kemarin sudah ditandatangani dan hari ini berlaku," kata dia.
Meski demikian, peluncuran awal sudah dimulai oleh Perum Peruri dan PT Telkom Indonesia pada 17 September 2021. Tapi saat itu, meterai elektronik ini baru terbatas digunakan di kalangan Himbara atau Bank BUMN.
Baca juga: Ditjen Pajak Ungkap Praktik Pemalsuan Meterai, Potensi Rugikan Negara Rp 37 M
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini