Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Cirebon - Lonjakan harga kacang kedelai belakangan hari ini membuat para perajin tahu di Desa Wanasaba Kidul, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, mulai menghentikan aktivitas produksinya. Bahkan mereka mengancam akan mogok produksi jika harga bahan baku tak kunjung turun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Salah satu perajin tahu, Rusman, menceritakan harga kacang kedelai yang dijual di Kabupaten Cirebon selama sepekan terakhir sudah menembus angka Rp 9.900 per kilogram. "Kembali naik seperti akhir tahun kemarin dan awal tahun. Pernah naik sampai Rp 10.000 per kilonya," kata pria berusia 42 tahun ini, Kamis, 27 Mei 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Harga bahan baku tahu dan tempe tersebut, kata dia, terus naik. "Dari awal Desember itu Rp 7.000. Seminggu kemudian terus naik sampai sekarang. Puncaknya minggu lalu," ucapnya.
Awalnya, Rusman mengaku tidak mengeluhkan kenaikan harga kedelai karena bisa menaikkan harga jual tahu. Tapi beberapa pengecer enggan menampung dengan harga tahu lebih tinggi.
Meski rencana mogok produksi itu bakal berimbas pada hilangnya omzet penjualan hingga belasan juta rupiah, kata Rusman, hal tersebut dinilai tetap lebih baik ketimbang memaksakan berproduksi dengan harga bahan baku yang semakin menjulang.
Parahnya, tahu yang diproduksi terancam dibuang karena dipastikan dalam kondisi rusak. "Saya juga merumahkan sementara tiga karyawan. Siang ini juga sudah tutup tidak ada produksi," kata Rusman.
Seorang perajin tahu lainnya, Surono, mengatakan kedelai yang digunakan untuk produksi tahu selama ini adalah impor dari Amerika Serikat. Harga bahan pokok tahu tersebut lebih murah dibandingkan kedelai lokal.
Sayangnya, kedelai lokal cocok yang harganya lebih mahal itu juga tak cocok diolah menjadi tempe ataupun tahu. "Terpaksa mogok kembali, kondisinya seperti ini."
Sementara itu, Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifudin mengatakan, penurunan produksi mulai dilakukan oleh perajin di wilayah Jawa Barat. Hal ini dilakukan demi menekan kerugian yang bisa timbul karena perajin tidak bisa langsung menaikkan harga jual tahu dan tempe.
“Harga kedelai sudah naik Rp 400 per kilogram, tetapi kami belum bisa menaikkan harga tahu dan tempe, sehingga kami memilih mengurangi produksi 30 persen karena pertimbangan modal," ujar Aip. Jika sebelumnya modal bisa digunakan untuk memproduksi 100 kilogram kedelai, sekarang hanya bisa dapat 70 kilogram saja.
BISNIS