Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membeberkan alasan belum diturunkan harga Pertalite meski harga minyak dunia menurun. Dirjen Migas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan, pihaknya masih memantau fluktuasi harga yang terjadi.
“Kita lihat terus perkembangan harga minyak dunia. Itu tidak naik terus, tapi naik turun. Sekarang malah mau naik lagi,” kata Tutuka dalam acara konferensi pers Capaian Sektor ESDM Tahun 2022 dan Program Kerja 2023 di Kantor Kementerian ESDM, Senin, 30 Januari 2023.
Baca: Subsidi Energi 2023 Rp 209,9 T, ESDM: Rp 139,4 T untuk BBM dan LPG, Rp 70,5 untuk Listrik
Di samping itu, Tutuka mengatakan, harga keekonomian Pertalite masih lebih tinggi dibanding dengan harga yang dibanderol dengan subsidi. Selisih harganya, kata dia, berada di kisaran Rp 1.000 per liter. Artinya, ketika saat ini harga Pertalite dibanderol rp 10.000 per liter, harga keekonomiannya berada di level Rp 11.000 per liter.
“Jadi, kami tidak mengubah yang disubsidi itu. Tapi kalau ada perubahan ke bawah, kami akan evaluasi,” ungkap Tutuka.
Adapun ihwal pemberian subsidi energi, Menteri ESDM Arifin Tasrif menegaskan pemerintah masih akan menggelontorkan dana untuk tahun ini. Nominalnya, bahkan lebih besar ketimbang realisasi subsidi energi yang dicapai pada 2022.
Selanjutnya: Realisasi subsidi energi 2022 lebih rendah dari yang ditargetkan ..
Tahun ini, Arifin menargetkan subsidi energi mencapai Rp 209,9 triliun. Dengan asumsi Rp 139,4 triliun untuk subsidi BBM dan LPG, serta Rp 70,5 triliun untuk subsidi listrik.
“Tahun 2023 kami perkiraan alokasi subsidi energi cukup besar karena wabah masih ada. Konflik (Russia-Ukraina) yang belum selesai juga menyebabkan turunnya supply karena terhambatnya supply besar dari Russia,” kata Arifin, Senin, 30 Januari 2023.
Sementara itu, permintaan dari Cina maupun negara kemungkinan meningkat. Hal ini seiring kebijakan baru soal pelonggaran pembatasan Covid-19. “Jadi sisi supply berkurang karena belum tentu bisa dikejar negara-negara produsen. Di sisi lain, demand meningkat. Inilah yang perlu kami antisipasi,” ujar Arifin.
Adapun realisasi subsidi energi tahun 2022 tercatat sebesar Rp 157,6 triliun. Rinciannnya, subsidi untuk BBM dan LPG Rp 97,8 triliun, serta subsidi listrik Rp 59,8 triliun, Realisasi tersebut masih jauh dari total subsidi yang ditargetkan Kementerian ESDM, yakni senilai Rp 211,1 triliun.
“Realisasi subsidi energi 2022 lebih rendah dari yang ditargetkan. Ada penurunan di BBM dan LPG karena tidak seperti yang kami bayangkan sebelumnya. Asumsi crude yang dianggap tinggi, ternyata menjelang kuartal ketiga terjadi penurunan harga komoditi migasnya,” kata dia
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini