Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Harga sudah terempas

Harga saham di bursa efek jakarta terus merosot, meskipun pelan-pelan. badan pengawas pasar modal belum akan mengubah kebijakannya.

13 Juli 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Harga saham di Bursa Jakarta terus menurun, pelan tapi pasti. Bapepam belum mau mengubah kebijakannya. BURSA Efek Jakarta semakin lama semakin suram. Sekarang ini malah memprihatinkan. Terutama bila kita mengamat-amati angka Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencerminkan naik-turunnya harga semua saham yang terdaftar di bursa. Senin awal pekan ini, indeks itu merosot sampai tinggal 338,3. Bandingkan dengan rekornya, 4 April tahun lalu, ketika IHSG mencapai titik 681,9. Dan segera bisa disimpulkan, dalam 15 bulan terakhir ini, rata-rata harga semua saham sudah merosot sampai kurang dari separuhnya. Inikah yang dinamakan crash? Boleh jadi. Namun, perlu diingat, tak ada definisi yang jelas untuk crash. Ada yang mengatakan, jika harga turun lebih dari 20 persen dalam sehari, itu baru crash. Apa pun kata orang, harga-harga saham di bursa Jakarta benar-benar sudah terbanting sampai ke dasar meskipun hal itu terjadi secara pelan-pelan. "Saya kira ini harga yang paling rendah," demikian komentar Toyokazu Shirahata, Presiden Direktur PT Nomura Indonesia. Situasi seperti ini jelas membawa kerugian yang tidak sedikit. Asuransi Tenaga Kerja (Astek), misalnya, mengaku bakal rugi sekitar Rp 35 milyar kalau sahamsaham yang mereka miliki dijual saat ini. Kebetulan, Astek adalah lembaga yang punya dana investasi lebih dari Rp 600 milyar sehingga bisa terus mempertahankan saham-saham itu. "Saham-saham itu akan kami jadikan investasi jangka panjang," tutur Direktur Keuangan Astek, A. Djunaidi Ak. Investor kakap seperti Astek masih bisa bertahan, tetapi tidak demikian halnya para investor kecil. Kerugian jelas harus mereka tanggung. Yang tidak tahan segera kabur dari pasar modal. "Dahulu klien saya mencapai 600 orang," kata Direktur PT Pentasena Arthasentosa, Tito Sulistio. Sekarang tinggal segelintir ibu-ibu atau orang kaya yang mau bermain saham. "Sekarang klien individu paling banyak 50 orang," tuturya. Potret suram seperti ini sudah semestinya membuat Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) sedikit banyak melakukan penilaian kembali atas beleid-beleidnya yang dahulu. Banyak suara mengatakan, paling tidak Bapepam bisa mengatur kembali pasokan saham baru, dengan menunda pengeluaran izin baru. Tapi kenyataannya tidak. Ketua Bapepam, Marzuki Usman, masih saja bersikukuh menganut mekanisme pasar. Asal ada underwriter yang bersedia menjamin penjualan saham itu, ia tak akan menghambat. "Ibarat orang jualan air, sudah ada pembeli yang bersedia. Harga juga sudah sepakat. Saya tak berhak melarang," katanya bertamsil, masih seperti dahulu ketika bursa sedang jaya. Marzuki punya satu pembenaran yang selalu dipakainya. Dalam pertimbangannya, asal transaksi masih berjalan aktif, berarti pasar masih sehat. Nilai transaksi di Bursa Jakarta memang masih lumayan, bisa belasan milyar rupiah sehari. Kadang-kadang melejit menjadi Rp 57 milyar sehari, seperti Senin pekan ini. Tapi jika dibandingkan dengan jumlah harga seluruh saham yang terdaftar di bursa -- sampai akhir Juni lalu mencapai Rp 15 trilyun lebih -- perputaran uang sebesar itu sungguh sangat tipis. Terlebih, angka rata-rata belasan milyar itu sebenarnya sudah dicapai sejak awal 1990, ketika bursa sedang boom. Sekarang, ketika jumlah saham yang tercatat semakin banyak, aktivitas pasar bahkan tidak ikut terdongkrak. Begitulah. Di tengah suasana muram pun, arus saham baru masih terus membanjir. Senin pekan ini, PT Semen Gresik memasuki pasar dengan 40 juta saham. Dan 30 juta saham lagi akan dijual Mei tahun depan. Selain Gresik, ada delapan perusahaan lain yang sudah antre. Total semuanya akan membanjiri pasar dengan saham senilai Rp 592 milyar lebih. Penjualan saham ini biasanya tidak mengalami kesulitan di pasar perdana, ketika saham ditawarkan langsung kepada investor tanpa lewat bursa. Dan para underwriter selalu mengaku jualan mereka laris. Tetapi begitu masuk ke pasar sekunder, ketika saham itu mulai diperdagangkan di bursa, baru terlihat belangnya. Sekali lagi Semen Gresik bisa dijadikan contoh. Saham Semen Gresik di pasar perdana laku dijual Rp 7.000 per saham. Tapi pada hari pertama masuk bursa, Senin ini, harganya langsung terempas ke Rp 5.650. Nasib baik, pamor Semen Gresik masih selamat dengan adanya transaksi besar-besaran. Sehari itu saja, lebih dari lima juta saham Semen Gresik bisa diperdagangkan. Salah satu pemborong terbesar adalah Nomura, yang melalap dua juta saham pada harga Rp 7.000. Apa boleh buat, "harga setinggi itu terjadi karena kami sudah sepakat bertransaksi jauh hari sebelumnya," tutur Shirahata. Pembelian besar-besaran pada harga setinggi itu tak pelak lagi mengundang kecurigaan. "Jangan-jangan ltu permainan saja," seorang pialang menatap curiga. Tapi Shirahata segera menampik kecurigaan itu. "Itu benar-benar murni order dari klien. Lembaga keuangan dari luar negeri," katanya meyakinkan. Belakangan ini, orang memang semakin mudah curiga pada perusahaan yang menjual saham di bursa. Itu juga yang dituding Djunaidi sebagai salah satu sebab lesunya bursa. "Kepercayaan semakin berkurang," katanya pelan. Sebabnya, semakin banyak perusahaan yang tak memenuhi janji. Dana dari penjualan saham disimpan saja di deposito, bukan untuk mengembangkan perusahaan. Belum lagi janji-janji yang diobral dalam prospektus, yang lebih banyak palsu daripada benar. Tampaknya, persoalan serumit ini tak bisa diserahkan begitu saja pada mekanisme pasar. Di koran-koran, ratusan usul sudah ditulis oleh banyak pengamat untuk menyelamatkan bursa. Tapi semuanya dibiarkan begitu saja, tidak digubris. Yopie Hidayat, Iwan Q. Himawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus