DALAM mimpi sekalipun, barangkali Rudy Ramli tak pernah membayangkan menginap di bui. Rabu pekan lalu, setelah bekas Presiden Direktur Bank Bali itu meneken berita acara pemeriksaan, "mimpi buruk" itu mendatangi Rudy dan empat mantan direksi Bank Bali: mereka ditahan di sel Markas Besar Kepolisian RI, Kebayoran. Sekamar dengan mantan direksi Bank Bali yang lain, Rudy harus tidur di atas selembar kardus. Baru keesokan harinya dia mendapatkan kasur. Penyakit magnya langsung kambuh.
Penahanan Rudy ini agak aneh. Dalam pemeriksaan-pemeriksaan sebelumnya, dari sepuluh tersangka, tak ada satu pun yang ditahan. Menurut Direktur Reserse Tindak Pidana Korupsi Mabes Polri, Kolonel Fajar Istijono, polisi punya alasan kuat untuk menahan lima dari sepuluh tersangka itu. Selain Rudy dan Rusli, yang ditahan adalah Firman Sutjahja dan Hendri Kurniawan, keduanya bekas Wakil Presiden Direktur Bank Bali, dan Joko Soegiarto Tjandra, Direktur PT Era Giat Prima (EGP). Ditambah Setya Novanto, Direktur Utama EGP, merekalah yang diduga sebagai pelaku utama kejahatan dalam kasus Bank Bali. "Kita khawatir mereka akan lari atau menghilangkan barang bukti," kata Fajar, enteng. Penasihat hukum Rusli, Kanon Armiyanto, kontan membantah. "Apa buktinya klien saya mau lari?" kata Armiyanto.
Setya Novanto masih belum ditahan karena dia adalah anggota DPR periode 1999-2004 dan penahanannya harus seizin presiden. Tapi Kepala Dinas Penerangan Mabes Polri, Brigjen Togar Sianipar, mengatakan bahwa polisi sudah mengajukan izin penahanan terhadap Setya kepada Presiden Habibie, Kamis pekan lalu. "Kita yakin Presiden akan menyetujuinya," kata Sianipar. Enam orang tersangka utama itu dituduh melanggar Pasal 372 dan 374 KUHP tentang Penggelapan. Pasal tambahan yang bakal dikenakan terhadap mereka adalah Pasal 49a Undang-Undang Nomor 10/1998 tentang Perbankan. Rudy Ramli, yang tidak melaporkan transaksi cessie—karena itu, transaksi tersebut tidak tercatat di Bank Bali—jika kelak terbukti bersalah, bisa dikenai hukuman penjara 5-15 tahun dan bisa didenda sampai Rp 200 miliar.
Yang sangat mengusik rasa keadilan adalah kenyataan bahwa tiga pejabat pemerintah—Pande Lubis dan Farid Harianto, keduanya Wakil Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional, serta salah satu pejabat Bank Indonesia, Desmin Demas—dianggap hanya membantu terjadinya kejahatan. Pande, Farid, dan Desmin dianggap cuma "pembantu" kejahatan itu dan ketiganya tidak ditahan, walau kelak akan tetap diajukan ke pengadilan.
Pekan lalu, berkas pemeriksaan para tersangka ini sempat dikembalikan oleh Kejaksaan Tinggi Jakarta ke polisi. Dikabarkan, pekan ini polisi akan menyetorkan kembali berkas itu setelah perbaikan di sana-sini. Selain diperlukan tambahan pemeriksaan oleh polisi, Kejaksaan Tinggi Jakarta juga meminta agar berkas perkara dipisahkan dalam dua bagian. Berkas pertama terdiri atas kasus penggelapan di Bank Bali yang melibatkan direksi Bank Bali dan pejabat pemerintah, sedangkan berkas kedua untuk Joko dan Setya. Sementara itu, soal cessie (pengalihan tagihan) dari Bank Bali ke PT EGP dianggap sebagai kasus perdata sehingga tidak masuk dalam berkas perkara kasus Bank Bali. Sampai pekan ini, jadwal perkara itu sampai ke pengadilan belum bisa dipastikan.
Tugas lain yang belum disentuh polisi adalah memeriksa temuan Panitia Khusus (Pansus) Penyelidikan Kasus Bank Bali yang dibentuk DPR periode lalu serta hasil audit PricewaterhouseCoopers dan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan. Sejumlah nama pejabat pemerintah dengan level lebih tinggi yang banyak disebut dalam berbagai dokumen itu ternyata sampai kini masih belum tersentuh, apalagi nama-nama kalangan dekat Presiden Habibie yang kabarnya disebut-sebut dalam laporan audit PricewaterhouseCoopers versi panjang (long form).
Sampai pekan lalu, baru bekas Ketua DPA A.A. Baramuli yang dimintai keterangan oleh Mabes Polri. Namun, status Baramuli masih sebagai saksi, meskipun banyak kalangan yang menuding dia sebagai aktor utama di balik kasus Bank Bali. "Saya datang karena katanya DPR memberikan batas waktu sebulan," ujar Baramuli di Mabes Polri.
Pihak kepolisian, seperti kata Brigjen Sianipar, berjanji akan melanjutkan kasus Bank Bali ini. Namun, kasus yang sudah dua bulan di laci polisi itu dinilai orang banyak sangat lamban perkembangannya. Jangan-jangan kasus ini pun baru akan usai jika terbentuk pemerintahan baru kelak—itu pun kalau bukan B.J. Habibie lagi yang terpilih sebagai presiden.
M. Taufiqurohman dan Dwi Wiyana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini