Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

MEREKA KENDURI DI BALONGAN?

10 Oktober 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Balongan adalah pesta besar. Itu metafor yang diberikan seorang bekas pejabat Departemen Pertambangan dan Energi. Ia mengaku gelagapan ketika mengetahui begitu banyak dana yang dihamburkan dalam pembangunan kilang minyak terbesar di Indonesia itu. Nilai proyek kilang yang berkapasitas 125 ribu barel per hari itu memang luar biasa: hampir US$ 2,5 miliar. Padahal, di negara lain, sebuah kilang dengan kapasitas 150 ribu barel cuma memerlukan biaya US$ 1,6 miliar atau 35 persen lebih murah. Lalu, ke mana menguapnya duit jutaan dolar itu? Hingga hari ini, teka-teki itu tetap tak pernah terjawab. Kendati ikrar untuk menyelidiki Balongan sering kali dibacakan ulang, kebocoran itu tetap saja menjadi misteri. Belakangan, pekan-pekan terakhir ini, borok itu memang mulai tersingkap. Ada petunjuk, terjadi pembengkakan biaya pembangunan sebesar US$ 590 juta lebih. Tapi, siapa yang menikmatinya? Tak ada yang berani menyebut dengan tegas. Bahkan penyelidikan Kejaksaan Agung, Mei lalu, pun tak menghasilkan temuan yang mengejutkan. Dalam laporan yang ditulis Jaksa Agung Andi M. Ghalib kepada presiden, "audit" hanya menyebut dua nama sebagai calon tersangka: Faisal Abda'oe (Direktur Utama Pertamina ketika itu) dan Tabrani Ismail (Ketua Tim Negosiasi Balongan). Itu pun bukan dengan tuduhan tegas bahwa mereka berdualah yang menilep uang semir, melainkan, karena posisinya, "Mereka dinilai harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi." Barangkali benar, sejak awal Balongan sudah direncanakan sebagai kenduri besar untuk dibagi rata. "Di seluruh lini," kata seorang pejabat Departemen Keuangan, "dari pembangunan, pengadaan bahan baku, pengolahan minyak, penjualan, hingga pembuangan limbah, Balongan penuh dengan korupsi." Penggelembungan nilai proyek hanya sebagian dari pesta pora yang dahsyat itu. Nama-nama berikut merupakan tokoh-tokoh yang punya urusan dengan Balongan, entah ketika megaproyek ini baru diusulkan atau ketika dibangun. Apakah mereka menerima uang atau sedikitnya diuntungkan oleh megaproyek ini, wallahualam. Hanya Tuhan dan mereka sendiri yang tahu jawabannya. Tapi, yang pasti: karena posisi dan jabatannya, mereka terpaksa dihubung-hubungkan dengan skandal Balongan. Irfan Budiman, Ali Nur Yasin, IG.G. Maha Adi

Agus Kartasasmita
Pengusaha, adik Ginandjar Kartasasmita Mendirikan PT Catur Yasa yang menjadi mitra lokal Japan Gasoline Corporation sebagai kontraktor Balongan.

Ginandjar Kartasasmita

Menteri Petambangan dan Energi 1988-1993 sekaligus Ketua Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina (DKPP). Bekas Menteri Muda Produksi Dalam Negeri ini dinilai memiliki andil terhadap pembengkakan nilai Balongan karena mewajibkan pemakaian produksi dalam negeri. Beleid ini rupanya menjadi tiket bagi industri yang tak efisien tapi punya koneksi untuk ikut "bermain". Dalam rekomendasi Ghalib kepada Habibie, Ginandjar termasuk orang yang harus dimintai keterangan, "Untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab."

A.R. Ramly
Dirut Pertamina ketika Balongan digodok Dinilai telah menyetujui dan menerima tawaran kontraktor proyek Balongan sebelum DKPP menyetujuinya. Menurut Ghalib, Ramly juga harus dimintai keterangan.

Subroto,
Menteri Pertambangan dan Energi 1983-1988. Menyetujui prinsip-prinsip pembangunan proyek balongan seba-gai kilang berorientasi ekspor alias Export-Oriented (Exor) I.

Faisal Abda'oe
Dirut Pertamina setelah A.R. Ramly. Dinilai gegabah telah menyetujui hasil negosiasi akhir para kontraktor Balongan dengan Pertamina tanpa melakukan pembahasan dengan kelompok kerja DKPP. Bahkan, Abda'oe juga dianggap harus bertanggung jawab atas pembengkakan biaya proyek menjadi US$ 2,049 miliar. Oleh Ghalib, Abda'oe sudah "distempel" sebagai calon tersangka.

Tabrani Ismail
Direktur Pengolahan, Ketua Tim Negosiasi Kendati mengetahui berapa nilai proyek yang wajar, Tabrani justru membuat penghitungan sendiri yang lebih besar. Tabrani merupakan "calon tersangka" menurut audit Ghalib.

Erry P. Oudang
Sepupu Sigit Hardjojudanto (agen Foster Wheeler, kontraktor Balongan di Indonesia). Diduga menikmati keuntungan US$ 20 juta dari proyek Balongan dan menekan Tabrani Ismail agar memper-cepat proyek itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus