PERASAAN harap-harap cemas tengah menghantui 89 karyawan Radio Nederland seksi Indonesia, Arab, Prancis, dan Portugis. Pasalnya, keempat seksi yang melayani pemirsa di Indonesia, Timur Tengah, Afrika, dan Brasil ini tak lama lagi akan dihapus dari jajaran acara radio swasta itu. Siaran Hilversum -- demikian Seksi Indonesia Radio Nederland (RN) ini dikenal di Indonesia -- akan tamat Juni depan bersama tiga seksi lainnya. Kabarnya, karena kekurangan dana. "Kami harus memilih yang terbaik demi efisiensi," kata Ed Slinger, juru bicara Radio Nederland. Maksudnya, karena menyelenggarakan siaran dalam banyak bahasa, RN harus mengeluarkan biaya besar, padahal acara dari keempat seksi tersebut "tidak memiliki banyak pendengar". Benarkah itu? Ed sendiri tidak memiliki data tentang jumlah pendengar siaran Seksi Indonesia. Hanya saja, tokoh yang pernah diwawancarai RN -- di antaranya Ali Sadikin, T. Mulya Lubis, Radius Prawiro, dan Sudomo -- belum tentu sempat mendengarkan suara mereka di RN. "Tak ada waktu," kata Bang Ali. Namun, jumlah pendengar bukan satu-satunya alasan. H.J. Princen, WNI keturunan Belanda yang kini dikenal sebagai aktivis LSM, melihat motivasi lain di balik penutupan siaran Seksi Indonesia. "Saya kira erat kaitannya dengan niat pemerintah Belanda untuk memperbaiki hubungan dengan Indonesia," tutur Princen. Dalam kata lain, RN yang acap menyiarkan berbagai kejadian di Indonesia tanpa ditutup-tutupi itu sedikit banyak telah atau akan mengganggu hubungan Indonesia-Belanda yang kini mulai membaik. Dibandingkan dengan BBC, radio Australia, dan radio Amerika, berita RN "jauh lebih terbuka dan lebih keras," kata Princen. Contoh yang masih hangat adalah demonstrasi buruh di Medan. Menurut Princen -- dia pendengar setia RN sejak tahun 1960-an -- hanya Hilversumlah yang menyiarkan berita tentang demonstrasi itu secara lengkap, dari nama tokoh demonstran hingga tempat dan waktu kejadian. Suara senada dikemukakan Hendardi, Kepala Humas Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, yang juga telah beberapa kali diwawancarai reporter RN. "Hilversum sering menyiarkan berita seru yang terjadi di tanah air secara blak-blakan," ujarnya. Kasus Timor Timur, misalnya, disiarkan RN secara rinci dan hampir setiap hari. Reporter RN yang meliput berita itu menyebut, pengadilan kasus Timor Timur tidak manusiawi karena para terdakwanya tak boleh ditengok keluarga. Singkat kata, bagi penggemar RN, berita Hilversum "selalu lain" dengan berita yang dilansir media di dalam negeri. Lalu, apakah rencana penghapusan Seksi Indonesia -- telah berlangsung sejak 1947 -- berkaitan erat dengan hubungan politik Indonesia-Belanda? "Sama sekali tidak. Juga tidak ada hubungannya dengan pembubaran IGGI tiga tahun lalu," jawab Ed Slinger. Yang benar, menurut Ed, hasil efisiensi dari pemangkasan empat seksi siaran ini akan digunakan untuk membiayai siaran ke negara-negara Eropa Timur dan Barat, yang mulai dirintis Maret lalu. Menurut sebuah sumber, untuk memancarkan siaran ke Eropa -- sepuluh jam sehari -- RN membutuhkan dana sekitar 12,4 juta gulden. Tapi, karena dana tak cukup, empat seksi siaran diamputasi. Dari sini, kabarnya, RN dapat menghemat sekitar 14,2 juta gulden setahun -- 2,5 juta di antaranya merupakan hasil dari amputasi terhadap Seksi Indonesia. Tapi ada yang menyesalkannya karena efisiensi dilakukan dengan memangkas acara. Apalagi saran penghapusan itu muncul dari hasil observasi Mediaraad, sebuah lembaga swasta yang menjadi penasihat kementerian kesejahteraan rakyat, kesehatan, dan kebudayaan Belanda (WVC). Petugas lembaga ini sekali waktu melakukan inspeksi ke RN. Dari hasil inspeksi yang kurang dari satu jam itu, Mediaraad melapor kepada WVC bahwa cara kerja RN sangat tidak efisien. Berdasarkan laporan itulah direksi RN langsung melakukan reorganisasi. Selain dua direkturnya diminta mengundurkan diri, dewan direksi juga menetapkan RN hanya akan mengudara dengan tiga bahasa: Belanda, Inggris, dan Spanyol. Untuk menjangkau pendengar Eropa, bahasa Jerman mungkin dipakai juga. Tapi sebenarnya ada sebuah alasan yang tersembunyi, yaitu kementerian WVC tak mau memberikan dana tambahan kepada RN. Seperti diketahui, kendati RN berstatus swasta, biaya operasinya (70 juta gulden per tahun) diperoleh dari iuran masyarakat yang dipungut pemerintah Belanda. Untuk mengatasi masalah biaya ini, Mediaraad menyarankan RN mengubah fungsinya menjadi humas pemerintah Belanda dalam melakukan promosi ke luar negeri. Dengan demikian, biaya operasi sepenuhnya ditanggung pemerintah. Tapi konon usul ini ditolak pengurus yayasan dengan alasan RN harus tetap dipertahankan sebagai radio swasta yang independen. Kini sedang dirundingkan lagi rencana amputasi tersebut, sementara keputusannya ditunggu Juni nanti. Tapi, jika penghapusan dilaksanakan juga, akan ada dua "korban". Pertama, 89 karyawan dari empat seksi tersebut. Kedua, risiko yang ditanggung RN, yang akan kehilangan pendengarnya dan dilupakan orang. Mereka tentu akan memindahkan gelombang ke BBC, ABC, ataupun Voice of America, yang -- kendati "kurang berani" -- siarannya lebih mudah ditangkap.Budi Kusumah dan Bina Bektiati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini