Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Penasihat Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Tutum Rahanta, mengatakan kebutuhan pokok bisa terkena dampak kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN). Khususnya barang kebutuhan yang dijual di pengecer atau retail.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tutum mengatakan bahan pokok yang tidak terdampak jika dijual pada tingkatan curah seperti misalnya dari petani. “Tetapi kalau di-repack, di-packaging, sudah dijual dengan bentuk lain, itu tetap kena,” kata dia saat dihubungi Senin, 25 November 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PPN akan naik dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Pajak ini dibebankan kepada konsumen, sehingga penerapannya akan menyebabkan sejumlah harga barang dan jasa ikut naik. Dalam pasal 4a Undang-Undang nomor 42 tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, terdapat barang dan jasa yang dikecualikan dari pungutan PPN. Termasuk di antaranya kebutuhan pokok seperti beras, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan dan sayur-sayuran.
Namun barang-barang kebutuhan yang dijual di retail atau supermarket menurut dia banyak pula yang dijual dalam bentuk kemasan, bukan curah. Sehingga barang pokok, khususnya yang telah diolah akan terdampak kenaikan harga.
Imbasnya daya beli yang saat ini sedang lemah, bisa terus merosot. Menurut dia saat ini bukan waktu yang tepat untuk menaikkan PPN. “Situasinya tidak tepat. Bahwa mana (barang) yang kena dampak, mana yang tidak kena Itu masalah persepsi cara kita melihat,” kata dia.
Dia yakin pemerintah menyadari kondisi penurunan konsumsi saat ini dari data Badan Pusat Statistik hingga Bank Indonesia. Penurunan daya beli menurut Tutum tidak bisa ditangani dengan hanya dengan bantuan sosial, tapi dari kebijakan yang pro kemandirian ekonomi.
Hal senada diungkap Ketua Komunitas Industri Beras Rakyat (Kibar), Syaiful Bahari. Menurut dia penerapan PPN 12 persen bakal berdampak pada harga beras karena ada biaya lain dalam proses produksi. Menurut dia komponen Harga Pembelian Pemerintah (HPP) juga dibentuk oleh barang-barang yang terkena PPN.
Saat ini daya beli masyarakat turun, pasar sepi, dan ekonomi berjalan lambat. Syaiful menyarankan pemerintah menunda kenaikan pajak pertambahan nilai. “Kalau tidak beban ekonomi masyarakat semakin berat dan ini akan mendorong krisis ekonomi,” ujarnya.