Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

HPP Beras Akan Diubah Ikuti Kenaikan Harga BBM Bersubsidi, Begini Penjelasannya

Asosiasi para petani yang tergabung ke dalam Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) tengah membahas rencana kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah atau beras. Pembahasan dilakukan dengan Badan Pangan Nasional.

22 Agustus 2022 | 22.27 WIB

Petani tengah memanen dan menggiling padi di kawasan Babelan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin, 11 Oktober 2021. Provinsi Jawa Barat, dengan luas lahan 1.578.835 hektare yang menghasilkan padi 9.084.957 ton GKG atau setara 5.212.039 ton beras. Tempo/Tony Hartawan
Perbesar
Petani tengah memanen dan menggiling padi di kawasan Babelan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin, 11 Oktober 2021. Provinsi Jawa Barat, dengan luas lahan 1.578.835 hektare yang menghasilkan padi 9.084.957 ton GKG atau setara 5.212.039 ton beras. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Para petani yang tergabung ke dalam Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) tengah membahas rencana kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk gabah atau beras. Pembahasan tersebut dilakukan dengan Badan Pangan Nasional.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Wakil Sekretaris Jenderal KTNA Zulharman Djusman mengatakan pembahasan kenaikan HPP ini seiring dengan rencana naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi seperti solar dan pertalite. Salah satu alasannya adalah dampak kenaikan harga BBM yang dianggap signifikan ke biaya produksi petani.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Kenaikan pertalite ini imbasnya ke petani sebenarnya memang signifikan, terutama untuk transportasi," kata Zulharman saat dihubungi Senin, 22 Agustus 2022.

Akibat besarnya dampak kenaikan harga BBM itu, Zulharman berujar pihaknya tengah menjalin kerja sama dengan Badan Pangan Nasional untuk menyusun besaran HPP terbaru. Dia memastikan, besaran HPP dalam pembahasan ini tak lagi akan di bawah Rp 5.000 per kg.

"Jadi sementara ini kita kerja sama dengan Badan Pangan Nasional, kita sedang menyusun HPP terbaru. ini kan kalau kemarin untuk beras di bawah Rp 5.000 untuk medium," ucap Zulharman.

Besaran HPP yang bakal diusulkan belum ditentukan secara spesifik. Tapi, Zulharman menjelaskan, angka HPP yang muncul nantinya telah di dasari dengan Analisa Usaha Tani dan menyesuaikan kebutuhan petani maupun biaya produksinya untuk menghasilkan gabah atau beras.

Di sisi lain, dia menjelaskan, perhitungan HPP yang baru juga akan menyesuaikan dengan wilayah tanam para petani. Sebab biaya produksi antar wilayah sebetulnya sangat berbeda, apalagi jika dibandingkan dengan upah tenaga kerja dan sewa lahannya.

Untuk biaya produksi usaha tani di Jawa, misalnya, per tanam per musim bisa mencapa Rp 15 juta sampai dengan 20 juta per hektare. Besaran biaya produksi ini berbeda dengan di wilayah, Sumatera, Kalimantan, maupun Sulawesi.

Selanjutnya: HPP baru diusulkan naik 10-20 persen dari saat ini. Kenapa?

"Nah itu menyesuaikan daerahnya, karena di daerah Jawa sendiri kan upah tenaga kerjanya tinggi, dan sewa lahan tinggi. Sedangkan di Sumatera, Kalimantan, maupun Sulawesi untuk sewa lahan dan upah tenaga kerjanya tidak terlalu tinggi," ucap Zulharman.

Meski berbeda-beda, Zulharman menngkapkan, kalangan petani mengusulkan supaya HPP baru dinaikkan besarannya sekitar 10-20 persen dari patokan HPP yang ditetapkan saat ini. Hal tersebut sudah mengakomodir keuntungan para petani setelah dikurangi biaya transportasi dan produksi.

"Kalau kenaikam persentasenya kita minta sekitar 10-20 persen ya ini kemungkinan sudah masuk analisa usaha, bisa menutupi. Cuma memang yang kasiannya tadi kan teman petani yang skala di bawah 2 hektare ini yang memang masih terpikirkan oleh kita," kata Zulharman.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 24 Tahun 2020, HPP gabah kering panen dalam negeri dengan kualitas kadar air paling tinggi 25 persen dan kadar hampa/kotoran paling tinggi 10 persen sebesar Rp 4.200 per kg di petani atau Rp 4.250 per kg di penggilingan.

Harga pembelian gabah kering giling dalam negeri dengan kualitas kadar air paling tinggi 14 persen dan kadar hampa/kotoran paling tinggi 3 persen sebesar Rp 5.250 per kg di penggilingan atau Rp 5.300 per kg di gudang Perum Bulog.

Harga pembelian beras dalam negeri dengan kualitas kadar air paling tinggi 14 persen, butir patah paling tinggi 20 persen, kadar menir paling tinggi 2 persen, dan derajat sosoh paling sedikit 95 persen sebesar Rp 8.300 per kg di gudang Perum Bulog.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus