Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Pemerintah segera menyelesaikan pedoman khusus pelaksanaan umrah pada masa pandemi Covid-19. Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan, Eka Jusup Singka, mengatakan isi regulasi baru itu sedang difinalkan setelah lima kali pertemuan dengan Kementerian Agama. Namun substansi itu masih akan dibahas lagi bersama kementerian lainnya, termasuk dengan pelaku bisnis terkait.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Intinya, kami menata pergerakan jemaah di kabupaten sampai ke tempat tujuannya. Prinsipnya sama dengan pengaturan manusia saat pandemi,” kata Eka kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Meski belum dibocorkan secara persis, Eka memastikan pedoman umrah baru itu sudah mencakup ketentuan untuk petugas bandara embarkasi dan pendamping dari biro perjalanan. Pembahasannya digeber menyusul kebijakan Arab Saudi yang akan membuka akses umrah dan haji secara bertahap mulai bulan depan. “Jika jemaah dari luar Saudi diperkenankan masuk, harus menerapkan protokol di sana,” ucapnya. “Indonesia juga punya pedoman pencegahan dan pengendalian sendiri.”
Sejak Februari, pemerintah Arab Saudi menangguhkan visa kunjungan jemaah umrah ke Mekah dan Madinah untuk mengantisipasi penyebaran global Covid-19. Semua akses ditutup, baik tujuan ibadah maupun wisata, seperti ke area Masjid Nabawi, Madinah. Saat baru menutup pintu, pemerintah Arab langsung menerapkan sistem verifikasi data pemegang identitas kewarganegaraan di pintu perlintasan.
Pembatasan kunjungan ke Mekah dan Madinah belakangan melunak karena tingginya permintaan umrah dari masyarakat lokal Arab Saudi ataupun pasar pengunjung global, termasuk Indonesia. Merujuk pada skenario yang diumumkan pada pekan lalu, Arab akan mengizinkan umrah bagi warga negaranya dan ekspatriat pada 4 Oktober mendatang. Namun jumlah yang diizinkan hanya 30 persen dari kapasitas total jemaah atau sekitar 6.000 orang tiap hari.
Izin masuk diperluas hingga kapasitas 75 persen pada 18 Oktober, kemudian dibuka untuk pengunjung mancanegara pada awal November mendatang, hanya jika hasil evaluasi tahap sebelumnya positif. Bila tahap itu tercapai, Masjidil Haram akan menampung 100 persen kapasitas, yaitu 20 ribu peziarah dan 60 ribu anggota jemaah salat per hari.
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama, Arfi Hatim, mengatakan penyesuaian kuota keberangkatan harus menunggu keputusan resmi dari Arab Saudi. Adapun Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Nizar Ali, memastikan unitnya terus memantau informasi daftar negara mana saja yang akan mendapat izin umrah. “Kami berharap Indonesia termasuk,” katanya melalui keterangan tertulis.
Pengamat haji dan umroh dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Dadi Darmadi, pesimistis Indonesia bisa mendapat peluang umrah dalam waktu dekat. Dengan kuota terbatas, otoritas Arab diperkirakan lebih memilih negara yang sudah relatif aman. “Kondisi kasus Covid-19 kita masih cenderung menanjak,” ucapnya.
Dia memperkirakan potensi kerugian industri umrah selama pandemi mencapai Rp 1,5-2 triliun per bulan. Kontribusi terbesarnya berasal dari kerugian saat musim padat atau peak season pada pertengahan hingga akhir tahun. “Jemaah umrah Indonesia bisa mencapai 900 ribu orang per tahun dikalikan biaya paketnya, minimal Rp 20 juta per orang.”
FRISKI RIANA | YOHANES PASKALIS
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo