Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Indeks harga saham gabungan atau IHSG melemah pada akhir perdagangan Senin, 8 Maret 2021, seiring dengan aksi jual investor asing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada pembukaan perdagangan indeks harga saham gabungan (IHSG) terpantau di level 6.304 dan langsung naik 0,75 persen pada pukul 09.03 WIB ke posisi 6.308,66. Namun, hingga akhir sesi II, IHSG berbalik melemah dan ditutup koreksi 0,16 persen atau 10,28 poin menjadi 6.248,46. Sepanjang hari ini, indeks bergerak di rentang 6.239,05-6.325,51.
Adapun, pada penutupan perdagangan pekan kemarin, IHSG parkir di level 6.258,75 melemah 0,51 persen atau 32,04 poin. Dari keseluruhan konstituen, sebanyak 220 saham berhasil menguat, 255 saham melemah, sedangkan 159 saham lainnya tampak tidak bergerak dari posisi pada perdagangan sebelumnya.
Hari ini investor asing tercatat melakukan transaksi net sell sebesar Rp 532,74 miliar jelang penutupan. Saham PT Bank Central Asia Tbk. atau BCA (BBCA) menjadi yang paling banyak dilepas asing dengan net sell Rp 299,3 miliar. Saham BBCA pun turun 1,18 persen menjadi Rp 33.600.
Sebaliknya, saham entitas Grup Astra, PT United Tractors Tbk. (UNTR) menjadi yang paling banyak diborong asing dengan net buy Rp 110,3 miliar. Saham UNTR naik 7 persen menuju Rp 23.325.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sementara itu, penguatan IHSG dipimpin oleh saham VRNA melonjak 35 persen, EPAC yang naik 33,78 persen, AHAP naik 32,79 persen, dan emiten media milik Erick Thohir, ABBA yang menguat 34,25 persen.
Sebelumnya, Direktur MNC Asset Management Edwin Sebayang menjelaskan IHSG berpeluang menguat Senin ini seiring penguatan indeks Dow Jones sebesar 1.85 persen. Selain itu, rebound sejumlah komoditas seperti minyak, timah, dan nikel dapat membantu penguatan IHSG.
Kendati demikian, Edwin menuturkan masih ada sejumlah katalis negatif yang berpotensi menghambat kenaikan IHSG. Salah satu ancaman tersebut adalah kenaikan imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 10 tahun.
Selain naiknya yield obligasi 10 tahun, katalis negatif IHSG juga berasal dari kondisi sosial dan politik di dalam negeri yang diperkirakan akan memanas menyusul terjadinya perebutan kekuasaan di tubuh Partai Demokrat. Ia memaparkan, aksi saling klaim kekuasaan ini akan menimbulkan kekhawatiran terjadinya konflik fisik baik vertikal maupun horisontal di seluruh wilayah Indonesia. Padahal selama ini Indonesia sedang dalam keadaan yang aman, damai dan sentosa. “Namun, karena syahwat politik ingin berkuasa konflik fisik tersebut berpotensi terjadi,” katanya.
BISNIS
Baca juga: IHSG Menguat 0,79 Persen, Saham United Tractors dan BRI Diborong Asing