Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Iklannya begini, hadiahnya begitu

Banyak konsumen tertipu. pemerintah mulai ketat meneliti promosi berhadiah. produk yang kandas di pasar banyak ditopang dengan promosi berhadiah.

9 Februari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH bros bunga anggrek kuning kemilau suatu hari tiba di meja kantor Yayasan Lembaga Konsumen (YLK). Seorang ibu dari Balikpapan mengirimkannya dengan pos paket. Dalam surat pengantar yang sekaligus merupakan pengaduan, ia menyatakan tertipu oleh perbuatan sebuah perusahaan alat pembalut wanita. Sedang hadiah bros emas (murni) pernah dijanjikan iklan perusahaan tadi bila pembeli (konsumen) beruntung mendapat nomor berhadiah. Ketika YLK mengecek ke perusahaan tersebut, diperolehnya jawaban yang tak sedap. "Memang dalam iklan kita menyebut bros emas bunga anggrek, tapi itu kan tidak berarti bros itu (terbuat) dari emas murni," jawab pimpinan perusahaan itu, menurut Permadi SH, Ketua Pelaksana YLK. Di ruang Redaksi Yth. harian Kompas, pernah seorang konsumen rokok 555 menggerutu. Sayembara berhadiah rokok itu tahun lalu menjanjikan tiket pesawat pulang pergi ke turnamen tenis di Wimbledon, Inggris. Ternyata setelah turnamen itu usai, hasil sayembara tersebut tak pernah diumumkan. Bukan dua peristiwa itu saja. Di laci meja Permadi sampai kini sudah masuk 31 surat pengaduan konsumen yang dirugikan oleh promosi berhadiah macam kedua contoh di atas. Sebagian besar tidak menerima hadiah sekalipun nama mereka disebut sebagai pemenang. Tapi banyak juga merasa tertipu karena hadiah tidak sesuai dengan janji iklan. "Indikasi penipuan itu sudah semakin meluas, meliputi segala sektor kebutuhan primer dan sekunder," kata Permadi. Presiden Soeharto lewat Menteri Perdagangan dan Koperasi ad interim Bustanil Arifin telah mengecam cara penjualan barang seperti itu. Bustanil secara khusus diminta pekan lalu agar menertibkan promosi berhadiah itu yang diduga banyak menipu konsumen. Telah banyak barang dijajakan dengan cara menawarkan hadiah yang menggiurkan -- seperti kecap, sabun mandi, pasta gigi, rokok dan televisi berwarna. Sebuah merk kretek, misalnya, menjanjikan hadiah gelas bagi pengisap yang telah menghabiskan beberapa bungkus rokok itu. Terdorong oleh hadiah ini, seorang istri bisa bertindak tidak masuk akal dengan membelikan 2 bos rokok supaya sang suami menghabiskannya dalam seminggu. "Hal seperti ini kan tidak sehat," sambung Permadi. Kaum pengusaha melakukan promosi berhadiah ini karena persaingan yang semakin sengit. Dengan cara mempengaruhi konsumen seperti itu mereka menduga akan dapat memacu penjualan. Kecenderungan itu diakui antara lain oleh P.T. Gemini Electrical Works yang merakit televisi berwarna Hitachi, dan P.T. Nirwana Photo yang memasarkan film Sakura. Sesudah melakukan promosi berhadiah, penjualan Hitachi melambung 20% dan Sakura naik 15%. GEW menyediakan hadiah televisi berwarnanya. "Untuk dana promosi, kami tidak membebankan pada harga jual televisi," kata B.S. Hutasoit, seorang manajer perusahaan itu. Nirwana Photo menyediakan beberapa batang emas bagi pemenang. "Promosi tanpa hadiah, kurang efektif," kata Erwin, Direktur Pemasarannya. "Fuji kan juga menyelenggarakan undian berhadiah." Ada juga produk yang kandas di pasar sekalipun sudah didongkrak dengan promosi brhadiah besar. Pasta gigi keluaran P.T. Million Industries Inc. yang berusia singkat (1974-76) telah menghabiskan dana promosi berhadiah (antara lain sedan Subaru) hampir Rp 100 juta. Toh gagal pemasarannya. Tapi dalam persaingan ini ternyata ada sejumlah produsen yang menodai kepercayaan masyarakat. "Ada banyak segi yang tidak diberitahukan kepada konsumen oleh perusahaan yang menjual barangnya dengan hadiah," tulis Kompas pekan lalu. Hanya Menganjurkan Siapa yang harus bertanggungjawab? Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan Periklanan Indonesia (P31), Savrinus Suardi, menolak tuduhan -- seolah biro iklan melakukan perbuatan terorisme -- seperti dikemukakan seorang anggota DPR. "Jangan sampai keributan mengenai iklan berhadiah dimanfaatkan untuk memojokkan industri periklanan," katanya. Tentu saja biro iklan tidak mau dikecam. "Kita memang hanya bisa menganjurkan agar anggota melakukan bisnis secara bersih," ujar Bondan Winarno, Wakil Ketua Asosiasi Pemrakarsa dan Penyantun Iklan Indonesia (Asppindo). "Melarang anggota berbuat ini dan itu tidak mungkin." Sudah ada peraturan untuk pengumpulan uang atau barang buat kepentingan sosial dengan cara undian seperti diatur U.U. No. 22 tahun 1954. Gubernur setempat harus memberikan persetujuan terlebih dulu sebelum suatu iklan berhadiah mendapat izin dari Departemen Sosial. "Paling lambat 2 minggu sebelum hadiah ditarik, kita kirim petugas mengecek di tempat, ada atau tiada hadiahnya," kata drs. Soedarno, Direktur Pembinaan Sumbangan Berhadiah, Depsos. Toh terjadi penyelewengan. Kini Depsos mulai teliti dalam memberikan izin promosi berhadiah. Kalau banyak konsumen masih merasa tertipu, apa lagi upaya Lembaga Konsumen? "Kita paling banter hanya bisa teriak-teriak minta perhatian," sahut Permadi. Diajukan ke pengadilan? "Kami tak punya cukup uang untuk memperkarakannya."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus