Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEJAK pekan lalu, ada pemandangan baru di Dinas Pendapatan Daerah serta Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Sumatera Utara. Beberapa pegawainya datang menggunakan kereta angin. "Mereka diledek teman-temannya, `Sudah jatuh miskin kamu sekarang, ya?'" kata Gubernur Sumatera Utara, H.T. Rizal Nurdin, kepada Tempo, Kamis pekan lalu.
Penggunaan sepeda, kata Nurdin, merupakan satu bentuk penghematan bahan bakar minyak (BBM) yang dimintanya, yakni mengurangi penggunaan kendaraan bermotor. Dia sendiri, sejak periode kepemimpinan kedua, kerap menggunakan Toyota Kijang 2003 untuk bepergian di dalam Kota Medan. Mobil dinas Toyota Land Cruiser 1998, yang dulu dipakainya, hanya untuk dinas luar kota.
Akibatnya, mata para penjaga gedung dan satpam di Kota Medan kini lebih awas memperhatikan kendaraan yang berseliweran ketika ada acara Gubernur Sumatera Utara. "Saya pernah diharuskan parkir jauh dari lokasi acara," kata Nurdin, tergelak. "Mereka tidak menyangka itu mobil gubernur."
Sikap Nurdin itu mungkin cukup berarti di tengah keruwetan kelangkaan BBM. Sudah sepekan berlalu sejak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengimbau masyarakat menghemat energiterutama membatasi penggunaan BBM. Apalagi, antrean di stasiun pengisian bahan bakar makin panjang saja di berbagai daerah.
Di Medan, misalnya, warga ngotot berbaris di stasiun bensin, walau berlangsung pemilihan wali kota. Sebagian besar warga rela menghabiskan waktu berjam-jam demi setetes bensin, dan ogah mencoblos. "Supaya besok tidak pusing lagi mikirin bensin," kata Sinto, pegawai swasta.
Banyak stasiun bensin terpaksa tutup karena pasokan berkurang. Andi Ginting, pengawas stasiun yang ada di Jalan Gajah Mada, sudah dua kali menutup tempatnya selama dua hari berturut-turut sejak akhir pekan lalu. Dari tiga tangki yang dipesan, hanya dapat satu. "Jatah dari Pertamina dibatasi, dan sering datang terlambat," ujarnya.
Pemerintah daerah bahkan sempat menyerukan agar masyarakat kembali menggunakan alat angkut massal, seperti bus dan angkutan kota. Tapi, di Makassar, justru pete-petenama lain angkutan kotaberkurang jumlahnya karena kehabisan bensin. Warga tetap antre, walau persediaan habis dan penjualan dibatasi hanya Rp 50 ribu.
Kepala Divisi BBM Pertamina, Achmad Faisal, mengatakan kepanikan masyarakat malah memicu permintaan lebih tinggi. Padahal sejak awal tahun permintaan bensin sudah melebihi kuota pemerintah, sekitar 7-10 persen, atau 4.500 kiloliter setiap hari. "Kami terpaksa mengurangi pasokan untuk menjaga agar tidak terlampau jauh melebihi kuota," katanya.
Sesungguhnya, menurut dia, pemerintah menetapkan kuota konsumsi bahan bakar tahun ini lebih rendah sekitar enam persen. Dengan tujuan menekan subsidi, tahun ini kuotanya hanya 59,6 juta kiloliter, sedangkan tahun lalu 64,3 juta kiloliter.
Perusahaan sudah mengusulkan kuota yang lebih tinggi karena tren meningkatnya konsumsi sejak 2002 lalu. Pertamina mencatat, konsumsi premium terus menanjak. Realisasi periode Januari-Mei tahun ini malah sudah melampaui kuota pada periode yang sama tahun lalu, hingga 6,9 persen.
Lantas, apa tindakan pemerintah? Menteri Energi mengungkapkan pemerintah tidak akan mengubah kuota yang telah ditetapkan. Sebaliknya, akan diterbitkan kebijakan terpadu penghematan bahan bakar, meliputi kebijakan nonfiskal, fiskal, dan sosialisasi.
Kebijakan nonfiskal, misalnya, menerbitkan peraturan daerah atau peraturan menteri tentang audit energi di gedung-gedung milik pemerintah. Kebijakan fiskal bisa berupa perbedaan tarif penggunaan listrik pada waktu beban puncak (18.00-22.00 WIB) dengan waktu di luar beban puncak, karena ada selisih sampai 1.000 megawatt.
Kebijakan lain, mengenakan pajak kendaraan demi mengurangi penggunaan bahan bakar. Artinya, akan ada perbedaan pajak bagi orang yang memiliki satu, dua, atau tiga mobil. Tapi ide begini-beginian kan sudah sejak zaman baheula? Semua rancangan kebijakan ini baru akan dibicarakan dalam sidang kabinet pekan ini.
Dalam jangka panjang, pemerintah juga terus mengurangi subsidi secara bertahap. Tapi, Presiden menegaskan, belum ada rencana kenaikan harga bahan bakar dalam waktu dekat ini. Langkah lain, mempercepat pembangunan infrastruktur penyaluran gas, di antaranya jalur Jawa Timur-Jawa Tengah, Jawa Tengah-Jawa Barat, Sumatera Selatan-Jawa Barat, dan Sumatera Selatan-Medan.
Pengamat perminyakan Kurtubi menyesalkan lintas wacana pengganti BBM yang kerap digaungkan pemerintah. "Segera bunyikan kebijakan-kebijakan itu melalui petunjuk pelaksanaan atau apa pun," katanya. Menurut dia, pengganti BBM yang digembar-gemborkan pemerintah tak kunjung populer.
Dia mencontohkan berkurangnya penggunaan elpiji karena harganya naik. Contoh lain, gagalnya penggunaan bahan bakar gas untuk transportasi karena harga alat konversi yang harus dipasang pada kendaraan dianggap masih mahal, dan terbatasnya stasiun pengisian bahan bakar gas. "Seharusnya pemerintah berani menyubsidi alat konversi itu," katanya.
Dia merujuk pada kajian Center for Petroleum and Energy Economics Studies yang menunjukkan laju permintaan minyak dunia akan terus meningkat hingga 87 juta barel per hari hingga kuartal terakhir tahun ini. Permintaan terbesar datang dari negara besar seperti Amerika Serikat dan Cina.
Padahal, suplai dari negara-negara pengekspor minyak yang tergabung dalam OPEC diperkirakan hanya mencapai 29,1 juta barel per haritanpa produksi dari Irak yang terus dikangkangi Amerika. Di luar organisasi itu, diperkirakan negara produsen mampu menyumbang sekitar 50,4 juta barel per hari. Itu berarti harga minyak dunia akan terus naik melampaui US$ 60 per barel.
Pada saat ini, Pertamina sendiri kewalahan mencari pasokan premium di pasar dunia. Sekitar 800 ribu barel premium untuk meningkatkan stok nasional menjadi 22 hari pada bulan ini masih belum diperoleh. "Sekarang sedang musim liburan di Amerika Serikat, mungkin suplainya lari ke sana semua," kata Kepala Divisi BBM Pertamina.
Lalu, apa yang bisa dilakukan? Achmad Faisal mengatakan penghematan BBM bisa dilakukan dengan mengurangi penggunaan kendaraan pada akhir pekan, yaitu Sabtu dan Ahad, terutama di kota-kota besar. Hasilnya bisa menghemat bensin hingga 8.400 kiloliter per hari. Ini namanya usulan angan-angan.
Pertamina juga mengusulkan kepada pemerintah agar pada hari-hari tersebut pasokan premium di kota-kota besar dikurangi. Sebagai gantinya, pengguna kendaraan dipersilakan menggunakan bahan bakar nonsubsidi, yaitu pertamax dan pertamax plus. Harga bahan bakar ini rencananya akan naik lagi menjadi Rp 5.000 per liter. Makin semrawut.
Bagaimana kalau penghematan itu dimulai dari atas? Tengoklah Istana Wakil Presiden, yang masih menyalakan lampu-lampu kristal seperti biasa. Indah, memang. Tapi, setrumnya itu? Kepada Maria Ulfah dari Tempo, Kepala Bagian Layanan Media Massa Istana Wapres, Umar Rambli, mengatakan tak ada pemberitahuan tertulis tentang penghematan BBM maupun listrik di lingkungan itu. O, jadi harus prosedural.
Bagaimana dengan Presiden? Juru bicara kepresidenan, Andi Mallarangeng, mengatakan Presiden sudah menginstruksikan agar pengawalan dilakukan seminimal mungkin. "Tapi itu tergantung tingkat keamanan yang ditetapkan pasukan pengamanan presiden," katanya kepada Agriceli dari Tempo.
Di Surabaya, Gubernur Jawa Timur Imam Utomo memberikan jatah mobil Nissan Terrano 2003 kepada seluruh kepala dinas Pemerintah Provinsi Jawa Timur, sebagai "hadiah" ia terpilih kembali untuk periode kedua. Padahal, kendaraan ini sangat boros bahan bakar.
Di Sumatera Utara, kantor pemerintah provinsi masih dijejali kendaraan bermotor. Wakil Gubernur Rudolf Pardede masih menggunakan kendaraan dinas Toyota Jeep Prado keluaran terbaru, dan Sekretaris Daerah H. Muchyan Tambusai memakai Jeep Range Rover-nya. Mungkinkah mereka berubah jika Gubernur Nurdin pun akhirnya naik kereta angin?
Dara Meutia Uning, M. Fasabeni, Mawar Kusuma, Sunudyantoro (Surabaya), Irmawati (Makassar), Bambang Soedjiartono, Hambali Batubara (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo