Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LALU lintas ruas Jalan Bendul, Purwakarta, Jawa Barat, Rabu siang pekan lalu terlihat lengang. Jauh beda dengan tiga bulan lalu, ketika tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang) belum dibuka. Ny. Effendi, pemilik kedai peuyeum Bendul dan kerajinan keramik Plered, duduk selesa di kursi plastik putih, membaca koran. Belum satu pun pembeli mampir hari itu.
Nyonya satu ini tak sendirian. Puluhan kedai sejenis yang berderet di kanan-kiri jalan di Bendul itu sama nasibnya. Begitu PT Jasa Marga membukadengan gratis pada bulan pertamaruas tol Cipularang, pada 26 April lalu, jalur reguler yang biasanya padat langsung sepi. Kalaupun masih ada yang lewat, kebanyakan truk angkutan barang, yang jarang mampir ke warung macam milik Ny. Effendi.
Tak seperti lonjakan jumlah pengunjung Bandung dari Jakarta, omzet para pedagang ini terjun bebas. "Melorot sampai 95 persen," kata Ny. Effendi. Dalam setengah hari, paling banter cuma delapan kilo tape singkong yang laku. Dengan harga Rp 2.500 per kilo, kini sehari penuh Ny. Effendi hanya bisa mengantongi sekitar Rp 50 ribu. "Sebelumnya bisa tiga kuintal tape sehari," katanya. "Bahkan kalau akhir pekan bisa tembus lima kuintal."
Masih di wilayah yang sama, keluhan juga datang dari para pemilik rumah makan di sepanjang jalur Ciganea-Darangdan. Neneng, kasir di rumah makan Bu Haji Ciganea, mengatakan, pengunjung warungnya berkurang sampai 80 persen. "Dulu bisa ratusan kendaraan mampir dalam sehari," katanya. "Sekarang tinggal puluhan."
Jika sebelumnya dalam sehari warung itu bisa menghabiskan 10 kilo daging sapi untuk empal, kini jumlah yang sama masih akan tersisa dalam tiga hari. "Rasanya mau nangis memikirkannya," perempuan muda itu mengeluh.
Lama sebelum para pedagang di jalur itu mengalami lesu usaha, warung-warung di sepanjang Jalan Cikopo-Sadang sudah lebih dulu nelangsa. Beberapa di antaranya bahkan gulung tikar begitu ruas tol Jakarta-Sadang mulai beroperasi. Di antara yang ikut kempis itu terdapatlah Rumah Makan Laksana, Rumah Makan Si Abah, dan Rumah Makan Padang Sabar Jayayang akhirnya memang harus betul-betul sabar.
Jauh dari ruas tol Cipularang, yakni di jalur Puncak, Cianjur, kelesuan itu juga mengimbas. Puluhan pemilik hotel dan restoran yang tergabung dalam Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Cianjur mengeluhkan tingkat hunian dan kunjungan yang terus merosot. "Mencapai 70 persen lebih," kata Ketua PHRI Cianjur, Satyawan Hambari.
Sejak jalan tol Cipularang dibuka, katanya, kendaraan yang melintas berkurang drastis. Padahal, kebanyakan hotel dan restoran di kawasan Cipanas-Puncak mengandalkan para pelintas itu.
Acep, petugas keamanan Hotel dan Restoran Sindanglaya, misalnya, mengaku sejak pagi hingga sore hanya seorang pengunjung mampir. "Itu pun hanya singgah makan, tidak menginap," katanya. Rumah Makan Simpang Raya, Cipanas, sama juga murungnya. Sejak tol Cipularang dibuka, di akhir pekan hanya satu-dua kendaraan yang singgah untuk bersantap. "Minggu kemarin hanya enam kendaraan, padahal sebelumnya kalau akhir pekan bisa puluhan kendaraan yang mampir," kata Soleh, 45 tahun, kasir Simpang Raya.
Penurunan drastis ini tentu sangat mengkhawatirkan para pengusaha itu. Apalagi, kata Satyawan, impitan lain datang dari Pemerintah Kabupaten Cianjur, yang tahun ini menaikkan target pajak hotel dan restoran. "Ada lebih 40 macam yang harus kami bayar untuk segala urusan pajak dan retribusi," ujarnya. "Para karyawan juga kehilangan semangat, mulai khawatir apa masih bisa menghidupi keluarga."
Kini para pemilik kedai tape di Bendul dan pemilik rumah makan di sepanjang jalur Ciganea-Darangdan berharap pemerintah Kabupaten Purwakarta membantu mereka agar terhindar dari kebangkrutan. Mereka minta pemerintah mendesak PT Jasa Marga membuka pintu-pintu tol baru yang memungkinkan kendaraan keluar dari jalur utama ke jalan-jalan reguler. Cara lain ialah dengan memberi kesempatan kepada para pedagang untuk berjualan di area peristirahatan yang segera dibangun. "Tolong perjuangkanlah," kata Ny. Effendi.
Y. Tomi Aryanto, Nanang Sutisna (Purwakarta), Deden Abdul Aziz (Cianjur)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo