Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rusia diperkirakan mengalami gagal membayar (default) utang setelah diganjar sanksi yang belum pernah terjadi sebelumnya akibat invasi ke Ukraina. Tetapi, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional Kristalina Georgieva, itu tidak akan memicu krisis keuangan global.
Georgieva mengatakan kepada program "Face the Nation" CBS, Minggu, 13 Maret 2022, bahwa sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat dan negara-negara lainnya sudah memiliki dampak "parah" pada ekonomi Rusia dan akan memicu resesi yang mendalam di sana tahun ini.
Menurut Georgieve, perang dan sanksi juga akan memiliki efek limpahan yang signifikan pada negara-negara tetangga yang bergantung pada pasokan energi Rusia, dan telah mengakibatkan gelombang pengungsi dibandingkan dengan yang terlihat selama Perang Dunia Kedua.
Rusia menyebut tindakannya di Ukraina sebagai “operasi militer khusus.”
Georgieva mengatakan sanksi dari AS dan negara lain juga membatasi kemampuan Rusia untuk mengakses sumber dayanya dan membayar utangnya. Akibatnya, kata dia, default tidak lagi dipandang sebagai "mustahil.
Ditanya apakah default seperti itu dapat memicu krisis keuangan di seluruh dunia, dia berkata, "Untuk saat ini, tidak."
Total eksposur bank-bank ke Rusia berjumlah sekitar US$ 120 miliar, jumlah yang meskipun tidak signifikan, "tidak relevan secara sistemik", kata dia.
Ditanya apakah Rusia dapat mengakses US$ 1,4 miliar dana darurat IMF yang disetujui untuk Ukraina pekan lalu jika Moskow memenangkan perang dan mengangkat pemerintahan baru, Georgieva mengatakan dana tersebut ada di rekening khusus yang hanya dapat diakses oleh Pemerintah Ukraina.
Seorang pejabat IMF mengatakan bahwa itu mengacu pada "Pemerintah Ukraina yang diakui secara internasional".
IMF tahun lalu memblokir akses ke dana Afghanistan oleh Taliban setelah mereka menguasai pemerintah, dengan alasan kurangnya kejelasan atas pengakuan penguasa Taliban dalam komunitas internasional.
Georgieva pekan lalu mengatakan IMF akan menurunkan perkiraan sebelumnya untuk pertumbuhan ekonomi global 4,4 persen pada 2022 sebagai akibat dari perang, tetapi mengatakan lintasan keseluruhan tetap positif.
Pertumbuhan tetap kuat di negara-negara seperti Amerika Serikat yang cepat pulih dari pandemi COVID-19, katanya kepada CBS.
Dampaknya akan paling parah dalam hal kenaikan harga-harga komoditas dan inflasi, berpotensi menyebabkan kelaparan dan kerawanan pangan di beberapa bagian Afrika, katanya.
ANTARA
Baca juga: Dialog Jokowi dengan Penjaga Minimarket Ketika Temukan Stok Minyak Goreng Kosong
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini