SETELAH tertunda tiga bulan, belum juga muncul tanda-tanda IMF akan mengucurkan dana pinjaman US$ 400 juta. Menteri Koordinator Perekonomian Rizal Ramli mengaku belum bisa memastikan kapan tim asistensi IMF berkunjung ke Jakarta. "Kami belum tahu pasti," katanya kepada wartawan, pekan lalu.
Padahal, sejumlah terobosan telah diayunkan. Pekan lalu, Menteri Rizal mengumumkan dua anggota tim panel amandemen UU Bank Indonesia, yakni Budiono, mantan Kepala Bappenas, dan Sutan Remi Sjahdeni, ahli hukum perbankan. Mereka bakal berunding dengan anggota tim Donald Thomas Brash, gubernur bank sentral Selandia Baru, dan Roberto Zahler, mantan gubernur bank sentral Cile, yang telah ditunjuk IMF.
Awal April nanti, tim panel ini akan membahas amandemen secara komplet. Seperti diketahui, IMF menilai amandemen UU No. 23 Tahun 1999 tentang BI sebagai ancaman serius bagi kemandirian bank sentral. Pasal 56, misalnya, melarang BI menyalurkan kredit untuk pemerintah. Namun, pemerintah bersikukuh bahwa BI tetap bisa menyalurkan kredit tersebut secara selektif. Tentu saja, IMF protes karena penyaluran kredit semacam ini akan memicu penyimpangan seperti halnya kasus ratusan triliun rupiah bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Pemerintah juga mengamandemen Pasal 75, yang mengatur pejabat bank sentral. Usul pemerintah ini, bila disetujui, otomatis akan menyingkirkan jajaran direksi BI yang sekarang. Akibatnya, IMF mencurigai amandemen tak lebih dari upaya menggusur Syahril Sabirin dari kursi Gubernur BI.
Apalagi perwakilan BI memang sering tak diajak dalam pertemuan dengan IMF. Jajaran menteri ekonomi, BI, dan Bappenas tak pernah duduk semeja untuk berunding dengan IMF seperti yang terjadi pada kabinet sebelumnya. "Kami mengistilahkan KISS, ke IMF sendiri-sendiri," kata sumber TEMPO di Bank Indonesia. Sementara itu, Rizal Ramli bersikukuh amandemen diperlukan untuk membuat BI lebih akuntabel.
Kisruh amandemen ini diharapkan dapat dituntaskan oleh tim panel. Setelah benang kusut terurai, menurut Dipo Alam, Asisten Menko Perekonomian, tim asistensi IMF akan berkunjung ke Jakarta guna merevisi letter of intent (LoI) dan mencairkan dana pinjaman. Dipo optimistis, keruwetan akan sirna. "Ini bukan soal yang besar. Hubungan dengan IMF akan segera pulih," katanya.
Namun, betulkah ini soal sepele? Tampaknya tidak. Selain amandemen, soal ketidakjelasan konsistensi restrukturisasi utang korporasi dan mandeknya proses desentralisasi masih menjadi ganjalan. Skema restrukturisasi utang Texmaco, misalnya, termasuk poin keberatan IMF. Kerajaan tekstil milik Marimutu Sinivasan ini dibolehkan melunasi tunggakan utang US$ 2,7 miliar selama 12 tahun dengan bunga 14 persen atau lebih kecil ketimbang bunga sertifikat Bank Indonesia (SBI). Akibatnya, konglomerat yang lain meminta perlakuan serupa dan bila dituruti akan membuat negara semakin bangkrut.
Keprihatinan makin komplet dengan kian ketatnya pertikaian politik, yang membuat suasana ketidakpastian semakin kental. Alhasil, revisi LoI diperkirakan baru kelar menjelang akhir tahun. Spekulasi pun berkem- bang di kalangan para pelaku pasar. "Saya menduga, IMF menunggu terbentuknya pemerintahan baru," kata seorang analis di perusahaan sekuritas regional.
Sementara itu, IMF dikabarkan bakal mengubah strategi berunding dengan pemerintah RI. Anoop Singh, Deputi Direktur IMF untuk Asia Pasifik dan pejabat senior yang menangani Indonesia, segera digantikan Daniel Citrin, staf IMF di Rusia. Citrin, menurut berbagai sumber, memiliki gaya diplomasi yang ekstralugas. Ia mungkin dianggap lebih cocok untuk bernegosiasi dengan Rizal Ramli. Jam terbang Citrin terkumpul saat bekerja di tengah krisis ekonomi Rusia, pasien IMF yang dikenal bandel karena pemerintah dan parlemennya kerap berseteru.
Ekonom Sri Mulyani enggan mengomentari kabar pergantian Anoop Singh. Namun, Sri menekankan bahwa IMF berkepentingan menjamin kelangsungan program pemulihan ekonomi yang didanai negara donor. Amerika Serikat, misalnya, sering mengkritik lunaknya sikap IMF menghadapi pemerintah kita yang kerap mangkir dari kesepakatan. Jadi, mungkin saja pergantian orang bisa mengefektifkan kerja IMF memonitor pemerintah Indonesia.
IMF tak bersedia memberikan keterangan resmi tentang pergantian ini. Seorang pakar ekonomi Universitas Indonesia menyebut bahwa Rizal Ramli kerap bertengkar dengan Anoop Singh hingga kemudian mengadukan soal ini ke kantor pusat. Namun, seorang pejabat IMF di Jakarta bersikeras bahwa mutasi ini hanyalah rotasi biasa. Mohamad Ikhsan, ekonom Universitas Indonesia, juga memastikan bahwa tak ada agenda spesial dalam rencana penggantian Anoop Singh. "Itu cuma rotasi rutin," katanya.
Lagi pula, Ikhsan menegaskan, bukan sosok Singh atau Citrin yang layak disorot. Yang jauh lebih penting, "Pemerintah wajib lebih serius memulihkan ekonomi," katanya. Bukan cuma untuk menyenangkan IMF, tetapi untuk kepentingan seluruh rakyat Indonesia.
Mardiyah Chamim, Dewi Rina Cahyani, dan Wens Manggut
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini