Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Holding BUMN Pertambangan, PT Indonesia Asahan Aluminium atau Inalum telah menerbitkan obligasi global atau global bond dalam mata uang asing senilai US$ 2,5 miliar atau setara dengan Rp 37,5 triliun (kurs Rp 15.000). Aksi perseroan ini menyusul langkah PT Hutama Karya (Persero) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. yang lebih dulu menerbitkan obligasi.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir pun mengapresiasi inovasi pendanaan yang dilakukan ketiga perusahaan pelat merah tersebut. Menurut Erick, hal ini sekaligus membuktikan bahwa dunia internasional mempercayai BUMN Indonesia yang terus berbenah demi meningkatkan daya saing dan transparansi.
"Secara umum, Indonesia di bawah kepemimpinan Pak Jokowi juga masih dipercaya oleh dunia Internasional," kata Erick Thohir melalui keterangan tertulis, Selasa 12 Mei 2020.
Dalam penerbitan obligasi ini, Inalum menawarkan tiga tenor investasi, yaitu 5 tahun, 10 tahun dan 30 tahun. Untuk tenor 5 tahun ditawarkan dengan kupon 4,75 persen, 10 tahun 5,45 persen, dan yang 30 tahun ditawarkan dengan kupon 5,8 persen. Inalum sebelumnya telah mendapat rating Baa2 dari Moody's dan BBB- dari Fitch.
Adapun tujuan penerbitan surat utang ini adalah untuk refinancing bond yang jatuh tempo sebesar US$ 1 miliar. Sisanya sebanyak US$ 1,5 miliar akan digunakan untuk pembiayaan berbagai proyek strategis yang digarap perusahaan.
Proyek yang akan digarap Inalum di antaranya, pembangunan Smelter Grade Aluminasi Refinery di Mempawah berkapasitas 1 juta ton per tahun, PLTU Mulut Tambang Sumsel 8, proyek pabrik Gasifikasi batu bara menjadi DME di Tanjung Enim, dan lain sebagainya.
Penerbitan obligasi global oleh Inalum ini maka melengkapi penerbitan surat utang serupa yang sudah dilakukan PT Hutama Karya (Persero) dengan nilai US$ 600 juta dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. senilai US$ 500 juta. Dengan demikian dalam dua pekan terakhir, global bond yang sudah diterbitkan BUMN mencapai US$ 3,6 miliar atau setara dengan Rp 54 triliun.
EKO WAHYUDI
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini