TANPA banyak cingcong, indeks harga saham gabungan alias IHSG di Bursa Jakarta akhirnya menembus angka 600 pekan lalu. Kenaikan ini sudah banyak diramalkan orang, tapi lonjakan-lonjakan harga hingga mencapai angka 612,9, Rabu pekan lalu, memang cukup spektakuler. Perdagangan sedemikian ramainya sehingga terjadi kenaikan 12 titik dalam sehari. Lalu ada pula saham PT Indah Kiat Pulp and Paper dan PT Inti Indorayon Utama yang mendominasi pasar. Kedua saham ini mengalami penjualan besar-besaran yang langsung ramai ditubruk pembeli. "Gampang sekali menjual saham Indah Kiat, begitu ditawarkan langsung ada yang beli," kata Indra Safitri, Chief Dealer PT Sigma Batara yang banyak menjual saham Indah Kiat Rabu pekan lalu. Sebenarnya bukan hanya Indah Kiat atau Indorayon yang laris diperdagangkan. Likuiditas pasar secara keseluruhan memang meningkat dengan tajam. Dana asing yang masuk luar biasa derasnya, sedangkan investor lokal tak kalah gencar karena suku bunga deposito menurun. Tingginya likuiditas ini tercermin pada nilai perdagangan harian. Tiga bulan lalu, rata-rata perdagangan masih berkisar antara Rp 70 dan Rp 80 miliar per hari. Pekan-pekan ini, pukul rata perdagangan melonjak menjadi Rp 100 miliar sehari. Padahal setahun lalu, angka itu baru Rp 30 miliar. Utang Indah Kiat atau Indorayon boleh saja disebut paling besar. Investor juga boleh mengutak-atik perhitungan konsesi hutan Indah Kiat, yang katanya tidak memadai kalau dibanding kapasitas pabrik. Tapi di bursa, saham Indah Kiat dan Indorayon tetap ramai diperdagangkan. "Itu karena harga pulp sedang bagus," kata Indra. Juga, karena kepercayaan pada pasar tampak semakin besar. "Dulu orang masih skeptis, sekarang tidak lagi," kata Eugene Galbraith, pialang dari Hoarre Goavet Indonesia. Tak heran jika sekarang orang mulai berbicara tentang sejauh mana indeks bakal bergerak di sepanjang tahun 1994 ini. Pialang kakap dari Singapura, Merrill Lynch, memperkirakan Bursa Efek Jakarta bakal tumbuh sebesar 54 persen. Jika perkiraan ini betul, IHSG akan mencapai angka 850 di akhir tahun 1994. Preskom PT Bursa Efek Jakarta, Marzuki Usman, bahkan optimistis bahwa pada akhir tahun ini IHSG akan menembus angka 850. Perhitungan yang lebih konservatif memang menghasilkan angka sekitar 720. Singkatnya, semua pihak optimistis. Optimisme ini didukung oleh kelembagaan yang semakin baik. Kini, ketegasan Bapepam mengenakan sanksi pada para pelanggar aturan sudah bukan lagi berita baru. Pekan lalu, misalnya, 15 pialang didenda karena terlambat menyerahkan laporan tahunan dan laporan modal kerja mereka. Sejak awal Januari, penyelesaian perdagangan juga ditata lewat PT Kliring dan Deposito Efek Indonesia. Tapi, awal tahun ini tidak melulu berita bagus. Di sana-sini menyelip kemungkinan buruk, misalnya perkara harga minyak yang terus merosot. Rendahnya harga minyak memang tak akan berdampak pada anggaran karena Pemerintah mendapatkan laba bersih minyak dari penjualan bahan bakar di dalam negeri -- untuk anggaran 1994-95, laba itu mencapai Rp 2,5 triliun. Tapi di sisi lain, harga minyak yang terus menurun akan berdampak buruk pada neraca pembayaran Indonesia. Sementara itu, banyak pakar memperkirakan peningkatan ekspor nonmigas tak akan selaju tahun-tahun sebelumnya. Akibatnya, Pemerintah mesti mempercepat laju depresiasi rupiah untuk menggenjot ekspor dan menyelamatkan neraca pembayaran. Depresiasi yang cepat bisa berbuntut jelek pada tingkat suku bunga di dalam negeri. Bagi orang pasar modal, tak ada kabar yang lebih buruk daripada tingginya suku bunga, yang membuat para pemodal lebih suka menaruh uangnya di bank daripada bersusah payah berjual beli saham. Soal lain yang juga dinilai sebagian orang sebagai hambatan adalah pembatasan Price Earning Ratio (PER) yang ditetapkan maksimal 13 kali. Batasan ini berarti perusahaan baru yang hendak menjual sahamnya ke bursa tak boleh menetapkan harga lebih tinggi dari 13 kali laba bersihnya per saham. Bapepam membuat batasan ini agar harga saham tak terlalu tinggi di pasar perdana dan investor kelas bawah, yang beli satu dua lot saham, bisa menikmati keuntungan yang lumayan. Ini memang sebuah langkah yang patut dipuji. Ada yang berpendapat, ketentuan ini bisa menghambat perusahaan yang bagus -- seperti Indofood -- untuk masuk bursa karena ogah sahamnya harus dijual murah. Belakangan ada bisik-bisik, agar Bapepam mencabut saja peraturan itu. Mereka lupa bahwa Ketua Bapepam Bacelius Ruru sudah berpesan, "Kalau mau jual saham, jangan mahal-mahal." Dan PER maksimal 13 kali, itu sudah merupakan policy (TEMPO, 8 Januari 1994).Yopie Hidayat dan Sri Wahyuni (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini