SETELAH bertahun-tahun bersaing di arena jasa, dua BUMN -- PT HII (Hotel Indonesia International) dan PT Natour (National Hotel & Tourism Corporation Limited) -- kini berdamai di bawah satu atap. Selama ini kedua BUMN di bawah Departemen Pariwisata, Pos, dan Telekomunikasi itu, rupanya, tidak berhasil meraih lebih banyak keuntungan kendati segmen pasarnya relatif berbeda. "Penggabungan ini tujuannya positif. Pemerintah merasa sudah waktunya melakukan konsolidasi. Untuk bisa mencapai efisiensi, salah satu caranya dengan penyatuan pimpinan untuk sementara waktu. Sekarang ini pimpinannya satu untuk dua unit," ujar Menteri Parpostel Joop Ave. Penyatuan HII- Natour memang masih dipelajari. Tapi sebagai tahap awal, akhir Desember lalu, Menteri Joop Ave telah mulai menggabung dewan komisaris dan direksi kedua BUMN tersebut dalam satu wadah. Pada awalnya, PT HII didirikan (1965) dengan maksud mengadakan hotel-hotel bertaraf internasional. Usaha ini dirintis dari penggabungan tiga buah perusahaan: PT Hotel Indonesia, PT Ambarsam Hotel Corps, dan PT Bali Beach Hotel. Kini HII memiliki tujuh hotel (Hotel Indonesia dan Hotel Wisata International di Jakarta, Hotel Samudra Beach di Jawa Barat, Hotel Ambarrukmo Palace di Yogyakarta, Grand Bali Beach dan Hotel Putri Bali di Bali) dan mengelola Manado Beach Hotel. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, perusahaan pemerintah ini toh kewalahan bersaing dengan hotel-hotel baru yang penampilan dan fasilitasnya jauh lebih baik. Tidak mengherankan jika HII tak mampu mencetak keuntungan yang mengesankan. Malah Hotel Samudra Beach, hingga tahun 1992 masih tetap merugi. Seperti biasa, kerugian itu ditutup dari laba hotel lainnya. Secara keseluruhan, pada tahun 1992, PT HII mengantongi laba sebelum dipotong pajak sekitar Rp 3,3 miliar. Sial bagi Natour, pada tahun yang sama perusahaan itu merugi hampir Rp 4 miliar. Padahal tahun sebelumnya, Natour -- berdiri sejak 1984 -- dengan 10 hotel dan dua restoran masih bisa mengantongi laba sebelum dipotong pajak sekitar Rp 414 juta. Baik HII maupun Natour agaknya menghadapi problem serupa. Mereka bukan hanya mesti bersaing dengan hotel-hotel baru, tapi kebanyakan karyawan pada kedua BUMN itu sudah tak muda dan tak gesit lagi. Selain itu, keleluasaan untuk melakukan inovasi juga terhambat oleh banyak aturan dan birokrasi. "Untuk melakukan pemasaran ke luar negeri saja, mesti izin ini itu, tak semudah di hotel swasta. Untuk ganti peralatan saja, barangkali birokrasi dan perizinannya sangat lama," ujar salah satu sumber TEMPO. Dengan menggabungkan HII-Natour, risiko yang mesti ditanggung jadi lebih besar -- karena jumlah kerugian juga makin besar. Apalagi hotel milik pemerintah itu kebanyakan perlu direnovasi, sementara karyawannya sudah mencapai 5.908 orang. "Tapi saya tidak mau perusahaan yang dalam keadaan lemah itu dijual. Itu nggak ada harganya. Lebih baik melakukan konsolidasi dan perbaikan," kata Joop Ave. Dengan menjadi satu memang banyak pos pengeluaran bisa dihemat, misalnya saja biaya untuk promosi dan pemasaran. "Penyatuan juga akan membuat perusahaan ini jadi chain terbesar di negeri ini. Karena dalam satu atap serentak mempunyai 3.186 kamar," ujar Joop bersemangat. Namun, apakah HII-Natour siap memasarkan kamar sebanyak itu, jelas masih harus dibuktikan dulu. Kiatnya apa saja, promosinya bagaimana -- dan etos kerjanya?G. Sugrahetty Dyan K. dan Juwarno
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini