Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Minimnya sentimen positif dari dalam ataupun luar negeri diperkirakan akan mendorong pelaku pasar untuk terus melanjutkan aksi jual.
Analis dari PT Trust Securities, Reza Priyambada, mengatakan posisi indeks masih akan lebih didominasi oleh tekanan jual ketimbang beli. Meski kondisi global tidak seburuk yang diperkirakan, pelaku pasar tak bergairah membeli saham. "Indeks diperkirakan masih berpotensi melanjutkan pelemahan secara terbatas."
Sentimen negatif dari melemahnya nilai tukar rupiah membuat pasar memilih untuk keluar sementara dari pasar saham. Namun, karena sentimen positif yang tidak kunjung datang, pelaku pasar enggan mengoleksi saham. Padahal, secara teknis, indeks harga saham gabungan (IHSG) sudah menyentuh area support dan beberapa saham sudah terdiskon cukup murah.
Menurut Reza, pelaku pasar cenderung menahan diri karena mereka mengantisipasi debat calon presiden putaran ketiga yang berlangsung semalam. Tidak dapat dimungkiri, sentimen dari pemilihan presiden masih menjadi penentu gerak IHSG. "Apa pun hasil debat nanti, diharapkan pelaku pasar tetap rasional sehingga tidak menambah beban indeks."
Sepanjang pekan lalu, bursa Amerika dan Eropa bergerak cenderung menguat setelah rilis data-data ekonomi AS dan Eropa cenderung positif. Selain itu, bank sentral AS belum menaikkan suku bunga acuan dalam waktu dekat. Sebaliknya, bursa saham Asia cenderung melemah akibat turunnya pertumbuhan investasi asing langsung (FDI) ke Cina dan penurunan penjualan rumah sebesar 9,2 persen.
Selama sepekan, IHSG terkoreksi 78,96 poin (1,6 persen). Hari ini, IHSG diperkirakan masih akan berada pada kisaran 4.830-4.900. "Beberapa saham yang bisa diperhatikan misalnya Charoen Pokphand Indonesia (CPIN), Indofood CBP (ICBP), Kalbe Farma (KLBF), Indocement Tunggal Perkasa (INTP), dan London Sumatera Plantation (LSIP)," kata Reza.PDAT | M. AZHAR
Lelang SUN Batasi Pelemahan Rupiah
JAKARTA - Nilai tukar rupiah terus terpuruk ke level Rp 11.973 per dolar Amerika Serikat selama sepekan, akibat tingginya kekhawatiran defisit neraca perdagangan di dalam negeri. Pelaku pasar khawatir defisit neraca perdagangan kian membengkak pada Juni, karena melonjaknya harga minyak mentah dunia ke level US$ 115,71 per barel.
Likuiditas dikhawatirkan kian terganggu lantaran bank sentral Amerika Serikat (The Fed) berencana melanjutkan program pengurangan stimulus moneternya (tapering off) sebesar US$ 10 miliar. Dolar akhirnya semakin menguat karena pelaku pasar cenderung mencari aman.
Analis dari Indonesia Bond Pricing Agency, Ayu Ajeng, mengatakan kebijakan The Fed akan berdampak langsung terhadap penguatan dolar. Sebab, terbatasnya likuiditas membuat kurs dolar semakin menguat terhadap mata uang global. "The Fed membuat kenaikan nilai tukar dolar makin tinggi," kata dia.
Meskipun demikian, laju dolar memang sempat berbalik arah. Imbas kebijakan The Fed tidak juga memberi kepastian mengenai rencana kenaikan suku bunga. The Fed beralasan kinerja perekonomian AS masih belum sepenuhnya pulih. Hal ini menggagalkan ekspektasi pasar tentang langkah The Fed yang seharusnya mulai mempersiapkan mekanisme dalam menaikkan suku bunga.
Ayu memperkirakan, dalam jangka pendek, ada kemungkinan dolar berpeluang melemah. Ketidakjelasan kenaikan suku bunga oleh The Fed membuat daya tarik pasar keuangan negara berkembang tetap terjaga.
Investor pun masih akan terus mengoleksi aset-aset di pasar obligasi. "Dengan rata-rata imbal hasil surat utang negara (SUN), di atas 8 persen, investor global tentu masih tertarik berinvestasi di dalam negeri," kata Ayu.
Potensi masuknya dana asing ke dalam instrumen obligasi diperkirakan membatasi pelemahan nilai tukar rupiah. Pada awal pekan, rupiah mungkin masih berkisar pada level 11.900-12.050 per dolar AS. "Setelah lelang SUN sebesar Rp 8 triliun hari Selasa, rupiah diperkirakan menguat terbatas," kata Ayu.PDAT | MEGEL JEKSON
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo