TIMAH bukan lagi komoditi kuat. PT Timah baru-baru ini menyatakan, perusahaan tambang negara itu rugi sekitar Rp 17 milyar, gara-gara harga BBM naik. Sementara itu tahun ini harga timah terancam: sebuah lembaga riset ekonomi di Hamburg, awal Februari, meramalkan kenaikan permintaan timah tahun ini akan lebih lambat dibanding tahun lalu. Sebab, antara lain, perbaikan ckonomi di Eropa dan AS masih terbatas, sedangkan harga timah yang sekarang ini, sekitar US$ 12,45, dianggap masih mahal. Harga itu mati-matian dipertahankan asosiasi negara penghasil timah, di antaranya dengan cara menurunkan produksi. Tetapi negara bukan anggota asosiasi, Brazil misalnya, malah terus meningkatkan produksi. Di samping itu, masih sekitar 15.000 ton timah terus mengalir ke pasar gelap, mengancam kestabilan harga. Untuk menjaga harga, sekitar 58.000 ton terpaksa diborong Dewan Timah, meski asosiasi menentukan stok tertinggi: 40.000 ton. Kelebihan harus dilempar ke pasar pertengahan tahun ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini