Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Industri Daur Ulang Sampah Menanti Insentif

Pelaku industri daur ulang sampah sudah mengusulkan insentif diskon PPN sejak enam tahun lalu.

13 Juli 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pekerja memasukkan cacahan plastik di pabrik daur ulang botol plastik bekas Bali PET Recycling, Denpasar, Bali, 5 September 2017. Johannes P. Christo untuk TEMPO

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pemerintah masih menggodok insentif diskon PPN bagi industri daur ulang sampah.

  • Pelaku industri daur ulang sampah akan mendapat potongan PPN dari 10 persen menjadi 2 persen.

  • Insentif diperlukan untuk meningkatkan daya saing sekaligus memacu ekonomi sirkular.

JAKARTA – Pemerintah menggodok insentif berupa diskon pajak pertambahan nilai (PPN) bagi industri daur ulang sampah, dari 10 persen menjadi 2 persen. Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Novrizal Tahar, mengatakan insentif ini diperlukan untuk memperbaiki ekosistem industri daur ulang sampah dari hulu hingga hilir sehingga bisa memacu pengembangan ekonomi sirkular.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut Novrizal, pemerintah memasang target untuk mengurangi sampah hingga 30 persen atau sebanyak 20,9 juta ton dengan tingkat pengelolaan 70 persen atau sebesar 70,8 juta ton pada 2025. Dia menegaskan bahwa industri daur ulang limbah industri yang menjadi komponen utama ekonomi sirkular berperan penting untuk mencapai target tersebut. "Ini ditunjukkan dengan target untuk penyediaan bahan baku industri daur ulang dari dalam negeri sepenuhnya," ujar dia kepada Tempo, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Untuk memenuhi target tersebut, Novrizal berujar, industri daur ulang memerlukan peningkatan kapasitas ekosistem, termasuk lembaga pembiayaan. Agar ekosistem ekonomi sirkular berkembang dengan baik, kata dia, perlu dorongan insentif fiskal. "Sehingga industri daur ulang menjadi lebih kompetitif," ujar dia.

Proses pembuatan botol PET dan galon air mineral di pabrik pengolahan daur ulang plastik PT Namasindoplas di Batujajar, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, 20 April 2021. TEMPO/Prima Mulia

Ketua Umum Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), Christine Halim, mengaku sudah memperjuangkan pengucuran insentif tersebut sejak enam tahun lalu. Dia meminta pemerintah segera menerbitkan aturan insentif pengurangan PPN untuk menopang perkembangan industri daur ulang yang kapasitasnya meningkat hingga tiga kali lipat dari saat ini.

Menurut Christine, PPN sebesar 10 persen sangat memberatkan pelaku industri daur ulang, sehingga banyak yang lebih memilih bahan baku impor. Menurut dia, tindakan Kementerian Keuangan yang akan memberikan insentif sampai pengepul barang bekas menjadi indikator bahwa pemerintah hanya setengah hati. "Seharusnya insentif diberikan sampai ke industri pengolahnya," ujar dia.

Saat dimintai tanggapan mengenai hal ini, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Neilmadrin Noor, enggan memberi penjelasan. "Masih dibahas," ujar dia.

Petugas memperlihatkan kontainer berisi limbah plastik di Terminal Peti Kemas Koja, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, 18 September 2019. ANTARA/Aditya Pradana Putra

Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik (Inaplas), Fajar Budiyono, berujar bahwa industri daur ulang plastik mesti didukung penuh oleh pemerintah sebagai mata rantai ekonomi sirkular. Fajar mengatakan rata-rata utilisasi industri daur ulang plastik sebesar 80 persen. Namun, kata dia, tingginya PPN membuat pelaku industri mengimpor limbah industri plastik yang harganya jauh lebih murah. "Kalau terus seperti ini, impor sampah akan terus meningkat. Apalagi 20-30 persen limbah impor tidak bisa diolah dan berpotensi jadi sampah baru," ujar dia.

Memberikan insentif, kata Fajar, tak sekadar bakal mengurangi impor bahan baku industri daur ulang. Menurut dia, kebijakan ini juga akan berdampak pada perbaikan tingkat ekonomi pemulung karena harga jualnya lebih tinggi. "Kalau industri daur ulang diberikan aturan yang macam-macam, harganya tidak akan kompetitif," kata dia.

Kementerian Perindustrian sebelumnya menetapkan prioritas penerapan konsep industri sirkular, antara lain industri plastik, industri sekrap karet, industri pelumas, serta industri coal tar dan tekstil. Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kementerian Perindustrian, Muhammad Khayam, mengaku telah menyiapkan skema untuk mendukung industri hijau berkelanjutan, seperti pengolahan sampah. "Seperti perumusan kebijakan, peningkatan kapasitas instansi kelembagaan melalui penelitian dan pengembangan, pengujian, sertifikasi, serta promosi," ujar dia.

LARISSA HUDA | ANT
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus